Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Terancam Kolaps Pengusaha Objek Wisata Tagih Janji Kepala Daerah

9 Agustus 2020   07:20 Diperbarui: 9 Agustus 2020   07:39 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata di Kota Batu. Dokpri.

Saya salah satu orang yang suka wisata. Bagi saya wisata adalah kebutuhan. Meski sebuah kebutuhan, wisata tidak harus mahal. Wisata itu persoalan selera sekalgus persepsi. Berdasarkan motif wisatawan, kita kenal ada berbagai macam wisata: bahari, maritime, tirta, pertanian, religi, cagar alam, dan konvensi dan wisata buru.

Dulu, sebulan gak rekreasi, terasa 'gatal'. Rasanya ada yang kurag lengkap. Namun begitu, untuk rekreasi, bagi saya tidak harus mahal. Rekreasi atau wisata, yang juga populer disebut 'Piknik' pada dasarnya berarti 'kegiatan' yang dilakukan pada waktu senggang. 

Namanya saja 'rekreasi' dari asal kata Bahasa Inggris 're-create', yang penting membuat kegiatan ulang guna penyegaran jasmani atau rohani, berarti kegiatan apapun yang penting 'menyegarkan', sudah bisa disebut rekreasi atau wisata.  

Sayangnya, selama ini, persepsi masyarakat terhadap arti wisata memang masih sempit. Biasanya harus ke luar rumah, mengeluarkan dana, menggunakan sarana transportasi, menyiapkan perlengkapan dan secara berkelompok. Pemahaman ini tidak salah. Namun juga tidak sepenuhnya benar.

Secara umum kita mengenal tempat wisata misalnya: pantai, taman, laut, hutan, pegunungan, pusat belanja atau mall, tempat bersejarah, museum, kuliner, danau, waduk, situs, kolam renang, alun-alun, pemandian air panas, kebun binatang, air terjun, taman bunga, buah dan lain-lain.

Padahal, sebetulnya bukan hanya itu esensinya. Wisata, tidak harus berkunjung ke tempat-tempat wisata tersebut. Apalagi selama masa Pandemi Corona saat ini. Mengunjungi tempat-tempat wisata yang penuh keramaian, sangat berisiko. Bahkan, bisa bertaruh nyawa.

Bukan hanya risiko pada pengunjungnya. Dengan dibukanya tempat wisata di beberapa tempat ini juga menunjukkan, betapa pihak manajemen bisnis hospitality ini sudah berada di puncak 'kejenuhan', di mana mereka harus mengambil keputusan besar yang tidak mudah. Demikian pula pihak pemerintah daerah.  

Pergeseran Cara Pandang

Di mata masyarakat, mengubah cara pandang itu tidak mudah. Kira-kira sama sulitnya dengan mengubah makna, bahwa kita bisa bahagia tanpa harus punya uang.

Di tempat saya tinggal, kami punya banyak burung Dara, burung Lovebirds, ada beberapa tanaman Anggrek, buah Mangga serta lokasi kami dekat kolam pancing. Juga ada beberapa kolam renang gratis yang tidak jauh letaknya. Semua ini merupakan sarana wisata murah yang bahkan tidak butuh dana.

Hanya saja, tradisi dan pola fikir masyarakat yang selama ini masih tradisional membuat masyarakat sendiri yang 'sengsara'. Jika wisata dipersepsikan sebagai kegiatan ke luar kota yang butuh dana, di musim Corona ini sudah tidak lagi relevan. Bukannya kebahagiaan yang kita dapat, bisa jadi justru bencana yang ada di hadapan mata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun