Seperti yang saya lihat apa yang ada pada pak Adi di atas. Mungkin beliau tidak kaya. Bahkan terkesan sangat sederhana hidupnya. Hanya mengenakan sandal Japit dan sepeda motor jadul. Yang saya salut, beliau tetap sehat. Cara berjalanpun cukup cepat. Dari gaya bicara dan raut wajahnya juga, saya perhatikan beliau orangnya santai, seolah tanpa ada beban.
Benar kata beliau, memang harta itu penting guna memenuhi kebutuhan hidup. Tetapi yag lebih penting lagi adalah kesehatan. Aktivitas hidup teratur, bekerja, istirahat, sedikit rekreasi, olahraga, makan secukupnya. Kata Pak Adi. Â
Sambil tetap tersenyum, beliau berjalan menjauh dari saya, menuruni anak tangga menuju kolam renang alami, di mana 4 orang cucunya yang katanya nakal, sedang berenang.
Kesimpulan
Sambil tetap memandang beliau yang umurnya sudah tua, namun sehat, ingatan saya jauh melayang membayangkan peristiwa yang kita peringati sebagai hari Idul Adha besok. Saya nyaris tidak mampu menempatkan diri pada posisi di mana Nabi Ibrahim yang lewat mimpinya disuruh 'menyembelih' anaknya, Nabi Ismail AS.
Saya bayangkan waktu itu Nabi Ismail masih kecil, sekecil cucu Pak Adi. Kisaran 14-15 tahun. Memasuki usia remaja. Sebuah keputusan berat.
Bagaimanapun, Nabi tetap seorang Nabi. Kebesaranya tidak terbandingkan dengan manusia biasa. Ada banyak hikmat di setiap Hari Raya Qurban yang kita peringati setiap tahunnya. Di antaranya seperti yang saya sedikit kupas di atas.
Di samping keimanannya yang kuat, pasti Nabi Ibrahim, memiliki kondisi fisik yang sehat, juga membekali dirinya dengan rasa syukur serta mampu berbuat adil. Tanpa ketiganya, tidak mungkin beliau (AS) bisa sabar dan ikhlas dalam berkurban. Ketiga-ketiganyalah yang membuat beliau pada akhirnya bahagia. Tentu saja usai menunaikan perintah Allah SWT sebagai abdiNya. Â
Malang, 30 July 2020
Ridha Afzal