Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Menelusuri Jejak Kehidupan Pekerja Migran

21 Juli 2020   07:47 Diperbarui: 24 Juli 2020   04:26 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibu Lilik betah di USA. Dokpri.

Saya mulai tertarik mengetahui perkembangan Pekerja Migran Indonesia (PMI) sejak tahun 2014 lalu. Tepatnya saat mengikuti acara tahunan pertemuan Ikatan Lembaga Mahasiswa Ilmu Keperawatan Indonesia di Bali (ILMIKI). Waktu itu, terdapat presentasi tentang peluang, tantangan dan potensi perawat Indonesia ke luar negeri.

Dari sanalah fokus orientasi kerja saya adalah ke luar negeri. Dari Belanda, Jerman, Timur Tengah, Jepang, Australia dan Amerika Serikat, saya telusuri kisah-kisah mereka sebagai PMI. Berikut ini ringkasannya:

Syaifoel Hardy 21 tahun jadi PMI. Dokpri.
Syaifoel Hardy 21 tahun jadi PMI. Dokpri.
Bekal

Waktu itu saya duduk di semester lima, di Aceh. Sambil giat belajar, saya hubungi puluhan PMI yang tinggal dan bekerja di berbagai negara, ingin mendapatkan masukan mereka. 

Ternyata untuk bekerja di manca negara, tidak cukup hanya berbekal bahasa. Bahasa hanya sarana komunikasi. Sedangkan kerja tidak cukup hanya dapat berkomunikasi.

Calon PMI harus memiliki persiapan fisik, mental, keterampilan, pengalaman, dukungan keluarga dan kolega, serta sejumlah uang serta dokumen.

Persiapan fisik dibutuhkan karena kita di sana sebagai PMI akan bekerja dan harus sehat. Negara-negara seperti Jerman, Belanda, Jepang, Hongkong, Korea, menuntut stamina fisik yang luar biasa.

Menurut Pak Alex, senior PMI yang puluhan tahun kerja di Jerman, etos kerja orang Jerman itu 'gila-gilaan'. Kerja di Jerman jangan harap bisa ada kesempatan untuk duduk-duduk. Hal yang sama dikemukakan oleh Ibu Nunung di Swiss.

Persiapan mental juga tidak kalah pentingnya. Kita harus kuat mental. Tahan banting. Tidak lebay, terlalu berperasaan, atau gampang ngambek, seperti yang disampaikan oleh Mas Dharmawan Arief di Jepang.

Mas Arief yang bekerja sebagai Perawat di Jepang hampir lima belas tahun mengemukakan, teman-teman yang gak betahan, akan mampu bertahan paling banter 2 tahun. Sesudah itu pingin cepat balik ke kampungnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun