Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengkritik dan Membenci Beda Tipis, Keduanya Bisa Masuk Bui

29 Juni 2020   18:28 Diperbarui: 29 Juni 2020   18:44 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: financial times.

Konon katanya, orang Jawa itu halus. Kurang lebih lima kali saya ikut seminar keperawatan di Jawa. Saya tidak tahu persis apakah pesertanya murni orang Jawa atau ada yang dari luar Jawa. Yang jelas dalam seminar tersebut saya perhatikan ramai sekali, terutama suara kaum Hawa. 

Memang, acara belum dimulai, kayak pasar atau temu alumni aja. Kesan saya ambyar tentang orang Jawa yang katanya kalem, bicaranya pelan dan menjunjung tinggi sopan-santun.

Saya bandingkan dengan orang Aceh, dalam forum yang sama. Bahkan yang berkomentar tentang orang Aceh ini bukan saya, namun orang Jawa yang sedang ikut ke sana. Beliau malah jadi pembicara saat ke Aceh. Bilangnya, orang Aceh ini sopan sekali. Orang Aceh sepertinya begitu hati-hati dalam berbicara. Terutama kamu Hawa. Dalam seminarnya, sebelum acara dimulai, terkesan tertib, katanya.

Apa yang saya sampaikan di atas, dari dua scenario yang ada, orang memiliki persepsi yang berbeda tentang dua suku yang berbeda. Kesan saya terhadap orang Jawa, ada yang menangkap sebagai kritik, tetapi ada yang menganggapnya seperti ujaran kebencian. Apalagi omongan saya tidak didukung data. Pendapat saya tidak akurat, subyektif pula.

Padahal bukan itu maksud saya. Maksud saya hanya ingin melukiskan fenomena social budaya, tanpa ada maksud mengkritik apalagi membenci orang Jawa.

Mengkritik dan membenci, memang beda tipis. Terlebih suasana batin orang yang menilai. Suasana psikologis orang yang kita ajak bicara atau yang sedang membaca tulisan kita misalnya, sangat subyektik terhadap penilaiannya. Baik yang terlalu gembira ataupun yang terlalu susah, akan membuat keputusannya tidak bakal obyektif.

Saya pernah bertemu dengan orang Pakistan, India, Filipina, Malaysia dan Sigapore. Mereka terlihat sangat terbuka dari gaya bicaranya. Orang Pakistan dan India terkesan lebih longgar. Mereka akan bilang apa adanya teradap apa yang dilihat dan dirasakan. Orang Filipina, Malaysia dan Singapore yang boleh dikata 'serumpun', cenderung agak 'hati-hati' jika berkomentar, khususnya keturunan Melayu. Orang Filipina sedikit lebih fair, walaupun nampak sekali 'ketimurannya'.

Kondisinya beda halnya dengan teman-teman saya yang berasal dari Indonesia Timur. Dari suaranya saja, orang mengerti bahwa mereka lebih terbuka dan suka 'berterus-terang'. Tidak seperti orang Jawa mungkin yang nampak 'hati-hati' sekali dan 'bersembunyi'. Orang Flores, Timor, Sulawesi, Ambon dan Papua, secara tradisional bersuara 'lantang'.

Teman-teman dari Indonesia Timur suka berbicara keras, terus terang jika tidak suka, tetapi bukan berarti 'benci'. Marah pun, kadang dianggap biasa. Dalam kehidupan sehari-hari mereka sudah terbiasa 'berteriak'. 

Sebenarnya, kehidupan orang-orang di Sumatera Barat juga demikian. Jarak rumah satu dan rumah lain yang cukup jauh, bisa menjadi salah satu factor mengapa mereka kalau bicara normal harus 'berteriak'. Perangai orang Batak juga demikian. Mereka aslinya memang begitu, bersuara keras, dan suka akan keterus-terangan.

Bagaimana dengan perbedaan antara Kritik dan Benci ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun