Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

New Normal, Abnormal, dan Up-Normal

29 Mei 2020   17:20 Diperbarui: 29 Mei 2020   17:23 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua minggu lalu saya berkunjung ke rumah sakit, nengok seorang kerabat, di Singosari, Jawa Timur. Jaraknya cukup dekat. Kalaupun jalan kaki, hanya 10 menit dari rumah. Atau hanya dua menit menggunakan motor. Jalanan lengang. Maklum lah, lagi PSBB. Lokasi RS sedikit masuk, sekitar 50 meter dari jalan raya. 

Beberapa tukang parkir kelihatan tidak seperti biasanya. Kali ini tidak sibuk. Hanya ada beberapa motor. Jumlah mobil juga bisa dihitung. Sepertinya cuma milik dokter-dokternya, karena mobil-mobil tersebut berderet persis di depan Instalasi Gawat Darurat (IGD), bagian terdepan rumah sakit.

Biasanya, sebelum pandemic Corona merebak, tukang-tukang parkir ini sangat sibuk. Ratusan motor berjajar, kita susah cari tempat. Hampir di setiap RS di Malang seperti ini kondisinya. Di RSUD dr. Saiful Anwar Malang apalagi, paling padat. Tempat parkir malah berlantai tiga. 

Belum lagi untuk karyawan yang dipisahkan. Kata sister Tatik, seorang perawat yang bekerja di sana, menjelang Lebaran berubah 180 derajat. Pasiennya hanya 4 orang di bangsalnya. Biasanya 30 atau lebih. Zaman sekarang ini sulit membedakan pengunjung antara RS dan Mall. Karena sama-sama ramainya. Ketika Corona Virus melanda, kondisinya juga mirip-mirip lah, kalau tidak bisa disebut exactly the same.

"Ini hanya motor pegawai mas." Kata seorang tukang parkir motor yang saya tanya mengapa tidak banyak pengunjung. Ada seberkas 'kesedihan' di wajahnya. Bisa kita maklumi. Mereka ini orang-orang yang berharap pemasukan kesehariannya dari parkir, Rp 2000 rupiah per motor, sebelum dipotong oleh pemilik lembaga. 

Belum lagi dibagi dengan teman-temannya. Kalau untuk paling banter Rp 100 ribu per hari. Itupun harus mereka kurangi lagi untuk beli makan, minum atau rokok (bagi yang merokok). Bagi mereka, era ini mereka sebut sebagai era 'Abnormal'. Kondisinya menyimpang dari biasanya.

Tepat di pinggiran dinding ruang IGD, ada tiga buah bangku panjang berderet, hanya diduduki oleh dua orang. Mereka sepertinya sedang menunggu keluarga atau kerabatnya yang sedang 'gawat'. Diam, tanpa bicara. Saya lewat persis di depan mereka menuju  pintu utama masuk RS. 

Pintu gerbang tertutup. Tidak dikunci, tanpa penjaga. Saya bisa buka. Di dinding sebelah kanan atas, tertera tulisan 'Selama masa Covid-19 ini tidak ada Jam Kunjung sampai batas waktu yang belum ditentukan'.  Persis di pintu yang tidak lain merupakan pagar besi, tertulis 'Wajib Masker'. Saya tidak terkejut. Dari awal, masker sudah melekat di wajah. Saya buka pintunya kemudian naik, menuju bangsal.

Suasanya bangsal kali ini memang tidak seperti biasanya. Setidaknya tiga kali saya datang ke RS ini. Jika saya bandingkan dengan beberapa bulan lalu, suasananya jauh berbeda. Yang membedakan adalah jumlah pengunjung dan 'keramaian' di bangsal. Dalam perjalanan dari lantai dasar ke lantai dua, saya melewati beberapa ruangan dan ketemu sejumlah perawat yang bertugas. 

Ada yang lalu-lalang, ada pula yang sedang duduk berjaga di nurses station. Mereka mengenakan seragam berbeda warna, dari bagian satu dan lainnya, design nya sama. Seperti biasa, masker selalu mereka kenakan. Satu dua orang saya lihat mengenakan sarung tangan. Bagi mereka, situasi seperti ini pasti 'Normal', alias biasa-biasa saja. Sebelum ada Corona pun, para perawat ini juga sudah terbiasa mengenakan masker, sarung tangan dan coat (baju kerja).  

Mereka juga wajib cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan setiap tindakan keperawatan/prosedur kedokteran. Jaga jarak dengan pasien dan sesama kolega juga  menjadi bagian dari Standard Operating Procedure (SOP) dalam dunia kerjanya. 

Bagi perawat dan petugas kesahatan lain di RS, sebelum, selama maupun sesudah Corona nanti, tidak ada bedanya. Everything is normal. Yang tidak normal bagi perawat adalah, di masa Corona ini, jika THR dipotong dan gaji dikurangi. Lebih miris lagi, ada perawat yang dipecat. Perlakukan diskriminasi ini mereka sebut Abnormal.

Sementara itu, tidak jauh dari RS, ada tiga-empat apotek dan toko alat kesehatan yang saya perhatikan selalu ramai akhir-akhir ini. Produk yang paling laris adalah Hand Sanitizer, Thermometer dan masker. Harga Thermometer kapan itu saya membelikan seorang tetangga Lansia, yang semula biasanya harganya Rp 30.000, melesat jadi Rp 65.000. 

Hand Sanitizer tidak ingin ketinggalan. Nyaris sudah tidak ada lagi produk yang nilainya per botol kecil Rp 10.000. Juga di supermarket-supermarket Francize. Masker dan Hand Sanitizer adalah produk unggulan yang ramai dicari orang.

Bahkan, toko-toko yang menjual bahan untuk masker beserta tapi elastic nya, ikutan. Mereka laris sekali. Saya sempat mencari bahan kain untuk masker waktu itu, kehabisan. Hitung-hitung ingin menjahit sendiri, ternyata semuanya sold out di tiga toko. Luar biasa. Penjual produk yang terkait Corona ini: thermometer, masker, hand sanitizer, laris banget. Mereka mengalami masa yang bisa disebut Up-Normal. Di tengah wabah, bisnis mereka lagi booming.

Ternyata benar sebagaimana yang diajarkan dalam Islam. Bahwa tidak ada segala sesuatu yang diciptakan di dunia ini tanpa hikmah. Semua peristiwa ada hikmahnya (Al Quran, Al Baqarah: 269). Hanya orang-orang yang berakal lah yang mampu mengambil hikmahnya. 

Tidak terkecuali saat Pandemi Covid-19 ini. Ada orang-orang yang susah karenanya dan menganggapnya Abnormal. Mereka, kita semua sedang diuji kesabarannya. Hidup juga merupakan ujian (Al Quran, Al Ankabutut: 29). Namun orang yang ternyata diuntungkan di tengah musibah, karena hidup sejatinya seperti roda. 

Tidak selalu susah dan membuat orang jadi menderita selamanya. Mereka malah 'bahagia' dan kondisinya menjadi 'Up-Normal' (Al Quran, Al Insyirah: 5-8). Serta ada lagi yang menganggapnya 'Normal' atau biasa-biasa saja, karena memang harus demikianlah memperlakukan kehidupan. Hidup sejatinya adalah permainan (Quran, Surat Al Hadiid: 20). 

Oleh sebab itu, jika ditimpa musibah, tidak perlu terlalu bersedih (La Tanza). Sebaliknya jika mendapatkan keberuntungan, juga jangan efori. Bersyurlah, kita akan bahagia. Wallahu a'lam.

Malang, 29 Mei 2020
Ridha Afzal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun