Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketidakpastian Hanya Persoalan Persepsi

27 Mei 2020   14:40 Diperbarui: 27 Mei 2020   14:38 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menyimak perjalanan hidup orang-orang besar dan terkenal di dunia ini, secara garis besar mereka terbagi dalam dua golongan. Pertama, mereka yang besar memang dari 'sononya'. Mereka lahir dari keluarga berada, keturunan orang-orang terkenal dan mapan, dari sejak bayi. Lihatlah Nabi-nabi besar dalam sejarah Islam. Dari Nabi Ibrahim (AS), Nabi Ismail (AS), Nabi Ishaq (AS), Nabi Ilyas, hingga Nabi Muhammad SAW. Seolah sudah ada 'Grand Design'.

Ada lagi kelompok oran-orang yang kelihatan selalu 'senang', tenang dan bergelimang harta. Mereka tidak mengenal apa itu esensi sebuah 'derita'. Dalam dunia modern, kita bisa lihat Rahul dan Priyanka Gandhi, anak-anak dari Rajiv Gandhi, cucu India Gandhi, anak seorang pembesar dan tokoh kaya, terkenal di India, Pandit Jawaharlal Nehru. Keluarga ini pemasok tiga orang Perdana Menteri di India.

Dalam skala yang lebih kecil di Indonesia, kita bisa lihat Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Kakeknya, yang seorang pelolor keturunan Arab yang turut andil memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, Abdurrahman Baswedan, juga tergolong orang punya. Beliau juga dikenal sebagai Pahlawan Nasional. Jadi tidak heran jika Anies yang mendapat warisan 5000 buku dari sang kakek, mampu kuliah di UGM hingga ke negeri Paman Sam. Orang bilang, Anies sangat beruntung. Ada lagi, golongan lain dari kalangan artis.

Di India sangat terkenal keturunan dari keluarga Kapoor atau Khan. Di Indonesia, kita juga pernah mendengar keluarga Jamal Mirdad atau Bing Slamet. Di Hollywod, ada keluarga Kim Kardhasian,  Jackson, Douglas, dan lain-lain. Persepsi kita, mereka dari keluarga dan garis keturungan yang sangat beruntung.

Kelompok kedua, mereka yang besar karena benar-benar memulai dari dari bawah.  Mereka ini besar bukan karena ayah atau kakeknya. Kita lihat sejarah Ken Arok misalnya, Raja Singosari yang dari kalangan bawah, yang merebut kekuasaan dengan menumbangkan Raja Tunggul Ametung. Ada lagi Gajahmada yang masih dianggap misteri asal usulnya.

Dalam dunia moderen, ada Jack Ma, salah satu orang terkaya di dunia, pengusaha asal Tiongkok. Jack Ma dibesarkan oleh keluarga miskin, yang berhasil mengembangkan bisnisnya Alibaba hingga berskala internasional.  Ada pula Abraham Lincoln, Presiden Amerika Serikat ke-16, orangtuanya yang miskin dan tidak berpendidikan. Lincoln hanya mengecap pendidikan selama setahun, namun dia bisa jadi ahli hukum pada usia 28 tahun. Ia merupakan salah satu presiden terbesar Amerika Serikat yang menang pada tahun 1860. Lincon mengeluarkan dekrit penghapusan perbudakan tahun 1863.

Jika kita perhatikan dari dua kelompok manusia di atas, kita bisa ambil jalan tengah, seperti yang dikemukakan oleh John Locke dengan Teori Tabula Rasa pada abad ke-17. John Locke menganggap bahwa manusia terlahir seperti 'white paper', kertas putih. Lingkungan lah yang membentuk masa depannya. Benar bahwa Nuh (AS) adalah Nabi.

Ternyata, anak-anak beliau juga ada yang menentang dan tidak mengikuti jejaknya. Anies Baswedan kalau tidak belajar dan berusaha, juga tidak bakalan bisa kuliah ke USA dan menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Jack Ma kalau tidak kerja keras, tidak bakal kaya. Anak-anak Pak Harto juga tidak ada yang otomatis mewarisi kepemimpinan beliau sebagai Presiden yang boleh dikata salah satu yang terkuat di dunia. Kata John Locke, 90% manusia dibentuk oleh lingkungan. Sisanya 10% adalah  faktor keturunan, warisan dan do'a. Dukungan dari orang-orang di sekitarnya merupakan faktor lingkungan.

Jadi, berhasil atau tidaknya seseorang banyak bergantung pada seberapa giat dalam bekerja dan berusaha, serta pengaruh lingkungan dan dukungan orang-orang sekitar. Keberhasilan bukan suatu kebetulan. Tidak ada faktor kebetulan dalam hidup ini. Oleh sebab itu, tidak ada istilah tidak pasti, tidak tentu atau ragu-ragu. Persepsi manusia itulah yang membuat sesuatu jadi tidak pasti. Termasuk kita saat ini sedang menghadapi era 'Ketidak-pastian'.

Ketika kita menganggap bahwa Sandiaga Uno sangat beruntung, itu soal persepsi. Sandiaga beruntung, itu bukan gratis. Beliau berusaha keras, belajar giat dan tidak tinggal diam. Apa yang kita lihat saat ini hanya sebatas di ujung karirnya. Kita tidak tahu bagaimana dulu sepak-terjangnya sewaktu masih muda dan berstatus mahasiswa.

Kita boleh saja menilai bahwa beliau memiliki banyak fasilitas untuk meraih impiannya. Namun kita tidak tahu di balik itu semua, tidak ada yang gratis. Pasti ada usaha atau kerja keras. Demikian pula yang terjadi pasa Anies Baswedan. Atau Megawati Sukarnoputeri. Terlepas dari status beliau ibu Mega sebagai puteri Presiden RI Pertama. Ibu Mega juga menoreh perjuangan tersendiri dengan versinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun