Mohon tunggu...
....
.... Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Analis Politik-Hukum Kompasiana |

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

10 Alasan Hukum Mengapa Jessica Ajukan Banding

28 Oktober 2016   15:00 Diperbarui: 29 Oktober 2016   10:37 2156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sidang Jessica dengan agenda Vonis pada kemarin, Kamis 27 Oktober 2016 (dok: Kompas.com)

Inilah 10 alasan hukum mengapa Jessica Kumala Wongso banding atas vonis majelis hakim:

1. Dalam amar putusan yang dibacakan pada tanggal 27 Oktober 2016 majelis hakim memuat: Sisa kopi Vietnamesse Ice Coffe dipindahkan pada tanggal  8 Januari 2016. Hal tersebut sesungguhnya bertentangan dengan fakta hukum  yakni Keterangan saksi Devi, manajer Olivier Cafe  dan Yohanes, karyawan Olivier Cafe, yang mana dalam kesaksiannya dalam persidangan menyebut bahwa sisa kopi dipindahkan pada tanggal 7 Januari 2016 dan langsung dituangkan ke dalam satu botol ukuran besar.  

Lalu disita kemudian  setelah disita oleh penyidik Mabes Polri pada 7 Januari 2016 sisa kopi dalam satu botol ukuran besar tersebut dipindahkan lagi ke dalam 2 botol dan 1 gelas dan sejak saat itu sudah tidak ada lagi sisa es kopi Vietnam  di dalam gelas berisi kopi yang diminum korban Wayan Mirna Salihin . Tapi yang anehnya dalam amar putusannya majelis hakim menyimpulkan bahwa sisa kopi dituangkan ke habis oleh penyidik dari Polsek Metro Tanah Abang pada tanggal  8 Januari 2016. 

Dan fakta di persidangan sungguh menganggetkan karena harusnya sisa kopi ada di dalam 2 botol dan 1 gelas,sesuai dengan berita acara penyitaan dan pemindahan oleh penyidik Mabes Polri, tapi berdasarkan fakta di persidangan justru berpindah dari 2 botol dan 1 gelas menjadi 2 gelas dan 1 botol. Tentu itu menjadi pertanyaan besar, sisa kopi yang mana yang dipindahkan tanggal 8 Januari 2016, karena sejak 7 Januari 2016 sudah tak ada lagi sisa kopi  di dalam gelas yang diminum korban Mirna, juga siapa yang telah memindahkannya ke dalam 2 gelas dan 1 botol karena penyidik Mabes Polri menempatkannya dalam 2 botol dan 1 gelas setelah disita.

2. Dalam amar putusan yang dibacakan tanggal 27 Oktober 2016 majelis hakim memuat: majelis hakim meyakini korban Mirna mati karena sianida yang ada di dalam gelas yang ditemukan sianida yakni merujuk pada BB V yakni ditemukan sianida sebanyak 0,2 mg/l di dalam lambung korban Mirna. 

Tapi sesungguhnya hakim sama sekali tidak mempertimbangkan BB IV yakni cairan lambung yang diambil 70 menit setelah kematian adalah negatif  sianida. 70 menit setelah kematian cairan lambungnya negatif, kalau benar korban Mirna mati karena sianida, harusnya 70 menit setelah kematian itu cairan lambungnya positif bukan negatif.

3. Dalam amar putusan yang dibacakan tanggal 27 Oktober 2016 majelis hakim tidak mempertimbangkan keterangan saksi dokter UGD RS. Abdi Waluyo, Dr. Ardianto yang mana dalam keterangannya dinyatakan bahwa pada saat sesaat setelah menerima korban Mirna, ditemukan warna biru di bagian bibir  dan ujung kuku dari korban Mirna. Begitu pula dengan keterangan Dr. Djaja Surya Admadja yang mana dalam keterangannya menyatakan bahwa sebelum korban Mirna diformalin sebanyak 3 liter, Dr Djaja Surya Admadja menemukan ada warna biru di daerah bibir , ujung kuku korban Mirna. 

Padahal Dr. Djaja Surya Admadja dalam keteranganya menyebut bahwa kalau benar keracunan sianida maka akan ditemukan warna merah pada bagian tubuh termasuk juga lambungnya akan membengkak dan keterangan Dr. Djaja Surya Admadja justru bersesuaian dengan keterangan ahli Dr. Beng Beng Ong yang menyebut kalau benar keracunan sianida pasti akan ditemukan warna merah pada tubuh korban, tapi faktanya hanya ditemukan warna biru bukan merah, tapi mengapa mejelis hakim tidak mempertimbangkan keterangan Dr. Ardianto dan Dr. Djaja Surya Admadja....

4. Dalam amar putusan yang dibacakan pada tanggal 27 Oktober 2016 majelis hakim memuat: Tangan jessica memegang sianida, melepuh. Tentu kesimpulan majelis hakim ini patut dipertanyakan karena tidak ada bukti tangan Jessica melepuh. 

Kalau memang tangan Jessica melepuh tentu majelis hakim akan membuktikannya dengan bukti-bukti seperti surat hasil pemeriksaan dokter kulit yang menerangkan kalau tangan Jessica melepuh karena sianida yang sangat tajam. Tapi yang terjadi justru tangan Jessica disimpulkan melepuh karena sianida tanpa ada bukti surat keterangan doketr spesialis kulit.

5. Dalam amar putusan yang dibacakan pada tanggal 27 Oktober 2016 majelis hakim memuat: Bahwa  Jessica terbukti memasukan sianida ke dalam gelas VIC yang diminum korban Mirna. Tentuk kesimpulan majelis hakim ini janggal karena tak ada alat bukti apalagi barang bukti yang mendukung amar putusan tersebut karena Jessica memang tidak pernah memasukan sianida ke dalam gelas yang selama ini Jessica dituduh menggeser-geser gelas, tetapi fakta hukum telah membuktikan bahwa tidak ada sidik jari Jessica digelas tersebut. 

Itu artinya Jessica tak pernah menggeser-geser gelas, karena kalau Jessica menggeser-geser gelas pasti ada sidik jadi Jessica di gelas tersebut.  Yang terjadi justru keyakinan majelis hakim yang meykini Jessica memasukan sianida hanya sebatas asumsi belaka karena majelis hakim dalam amar putusannya menyebut tangan Jessica melepuh karena sianida tanpa bisa dibuktikan dengan keterangan dokter spesialis kulit.

6. Dalam amar putusan majelis hakim yang dibacakan pada tanggal 27 Okotober 2016 memuat: korban Mirna mati karena meminum kopi bercampur sianida dari dalam gelas melalui sedotan yang mana satu sedot adalah 20 ml dan gelas yang berisi kopi tersebut berkapasitas 350 ml , hal tersebut berdasarkan keterangan ahli Toksikologi Nursamran Subandi. 

Tetapi majelis hakim lupa bahwa isi gelas sampai 350 ml, disedot satu sedot oleh Mirna sebanyak 20 ml, belum lagi Hani yang menelan satu sedot, Devi juga yang menyedot satu sedot. Harusnya sisa kopi dalam gelas tersebut adalah dibawah 300 ml tapi fakta di persidangan membuktikan justru sisa kopi tersebut tidak berkurang, tetap 350 ml, padahal sekali sedot 20 ml, dan ini janggal tetapi sayangnya ini tidak dipertimbangkan oleh majelis hakim.

7. Dalam amar putusannya majelis hakim menyinggung  mengenai teori individualir dan generalisir. Yang mana menurut teori individualisir , berdasarkan perhitungan layak korban Mirna mati karena sianida yang ditemukan di dalam lambung korban, tapi hakim juga melupakan bukti surat yang menerangkan bahwa cairan lambung yang diambil 70 menit setelah kematian adalah negatif sianida (BB IV). 

Jika saat itu benar mati karena sianida pasti ada sianida di dalam tubuh 70 menit setelah kematian tetapi kalau tidak ada sianida 70 menit setelah kematian berarti korban Mirna mati bukan karena sianida. Karena dimana logikanya minum racun sianida, tapi tidak ditemukan sianida di dalam tubuh korban Mirna. Kemudian  begitu pula dengan teori generalisir yang pada intinya menitikberatkan perhitungan paling layak, berdasarkan perhitungan paling layak mati karena sianida yang ada di dalam tubuh korban Mirna. Padahal Mirna mati bukan karena sianida buktinya adalah BB IV yang dikeluarkan oleh Labfor Mabes Polri.

8. Dalam amar putusannya majelis hakim menyimpulkan bahwa motif  Jessica membunuh Mirna karena sakit hati. Dan kesimpulan majelis hakim tersebut hanya berdasarkan keterangan saksi Arief Setiawan Soemarko yang memberikan kesaksiannya bahwa Jessica sakit hati dengan korban Mirna karena dinasihati untuk putus dari pacarnya yang baru pendekatan saat itu, tetapi Jessica tidak pernah bercerita apapun soal Patrick karena saat itu memang belum pacaran. 

Jadi kalau belum pacaran dimana logikanya disuruh putus. Tentunya secara hukum keterangan saksi Arief tersebut harusnya bisa dikesampingkan karena ada asas Unus Testis Nullus Testis yang artinya satu saksi bukan saksi. Tapi yang terjadi justru hakim menerima semua keterangan Arief dan mengabaikan asas Unus Testis Nullus Testis.

9. Dalam amar putusan yang dibacakan pada tanggal 27 Oktober 2016, majelis hakim memuat: Jessica yang memilih meja nomor 54. Dan sesungguhnya hal ini bertentangan dengan alat bukti yakni keterangan saksi Cindy selaku resepsionis Olivier Cafe yang aat itu menyebut bahwa Jessica datang lalu memesan meja di area no smoking tetapi tidak menyebutkan nomor 54, sehingga kesimpulan hakim ini adalah terkesan mengada-ada karena Cindy dalam kesaksiannya menyebut bahwa pada saat itu hanya meja nomor 54 yang satu-satunya tersisa di area no smoking.

Keterangan saksi Cindy harusnya  dipertimbangkan oleh majelis hakim karena Jessica memang tidak pernah memilih meja nomor 54 karena Jessica duduk di meja nomor 54 adalah terpaksa karena semua meja lainnya di area no smoking sudah ada tamunya.

10.  Dalam amar putusan tanggal 27 Oktober 2016 majelis hakim memuat: Semua unsur  pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana terpenuhi. Dalam pasal 340 KUHP ada 4 unsur yang harus terpenuhi. Pertama. Unsur barangsiapa, meskipun dalam hal ini majelis menyimpulkan bahwa Jessica sebagai pembunuh Mirna, tetapi majelis hakim tidak bisa membuktikan terpenuhinya 3 unsur lainnya. Unsur kedua dengan sengaja,  kesengajaan Jessica seperti apa sehingga majelis hakim menyimpulkan: kalau Jessica sebagai pembunuh Mirna sedangkan bukti surat berupa hasil Labfor 70 menit setelah kematian negatif sianida kalau Jessica sengaja memasukan sianida ke dalam gelas pasti di dalam tubuh korban 70 menit setelah kematian akan ada sianida.

Tapi fakta membuktikan tak ada sianida yang masuk ke dalam tubuh korban Mirna. Unsur ketiga, dengan rencana lebih dulu, unsur ini juga sama sekali tidak bisa dibuktikan dan mejelis hakim justru menyimpulkan tangan Jessica melepuh terkena sianida tanpa bisa menerangkan bukti apa yang membuktikan tangan Jessica melepuh karena sianida. Bayangkan tanpa ada surat dokter spesialis kulit pun hakim berani menyebut tangan Jessica melepuh terkiena sianida, dan itu disimpulkan tanpa bukti sama sekali. Unsur keempat, merampas nyawa orang lain, memang ada yang mati, itu fakta, tapi fakta juga membuktikan cairan lambung yang diambil 70 menit setelah kematian adalah negatif sianida (BB IV).

Itu artinya majelis hakim gagal membuktikan Jessica sebagai pembunuh Mirna, toh bukti BB IV diabaikan dan majelis hakim lebih memilih memasukan BB V = 0, 2 mg/l sianida yang bertentangan dengan bukti pertama yakni BB IV, 70 menit setelah kematian, cairan lambungnya negatif sianida. BB V bisa muncul karena formalin ataupun karena post mortem dan hal itu sudah diisyaratkan JPU dalam Surat Tuntutannya 5 Oktober 2016 lalu.

Nota Pembelaan untuk Jessica Kumala Wongso + Duplik Kematian Wayan Mirna Salihin

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun