Mohon tunggu...
Ricky Ferdi
Ricky Ferdi Mohon Tunggu... Administrasi - Pengamat Junio

hanya sekedar orang biasa yang butuh kasih sayang

Selanjutnya

Tutup

Money

Kalau Singkong Saja Diimpor Kementan, Kita Bisa Apa?

13 Desember 2018   20:23 Diperbarui: 13 Desember 2018   20:28 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Ternyata penyusutan lahan singkong tak hanya terjadi di lingkungan rumahku. Artikel yang kubaca menyebutkan ini terjadi hingga skala nasional. Bahkan menurut data Kementerian Pertanian, luas lahan yang mulanya 1,01 juta hektare, hanya bersisa 772.000 hektare saja pada 2017. Penurunan ini sangat signifikan.

Akibatnya angka produksi singkong pun turut anjlok. Tahun lalu saja Indonesia hanya mampu memproduksi 19 juta ton. Padahal kebutuhannya begitu tinggi. Singkong digunakan dalam industri umum, seperti kertas, tekstil, kayu lapis hingga bioetanol di sektor energi.

Singkong juga digunakan untuk bahan pangan nasional, seperti bahan pemanis, bahan makanan penganan ringan baik dalam bentuk keripik atau kue, hingga bahan komposit yang dibutuhkan untuk produksi mie, dan masih banyak lagi.

Untuk mencukupi semua permintaan, akhirnya impor menjadi solusi pemerintah. Sejak 2016, angkanya lumayan tinggi, yakni sekitar 940 ribu ton, dan tahun lalu mencapai sekitar 740 ribu ton. Bahkan sempat menyentuh angka satu juta ton pada 2012 silam. Sungguh miris melihat realitas ini.

Produktivitas singkong dalam negeri patut dipertanyakan. Apakah kementerian terkait tidak mampu mengelola tanaman ini dengan baik? Ketua Dewan Penasihat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia Bayu Krisnamurthi meyakini potensi produktivitas sebenarnya bisa mencapai 40-50 juta ton per tahun, tetapi dengan catatan harus ada peningkatakan dari tata kelola.

Namun realitas yang terjadi, petani baru bisa panen setelah 10 bulan masa tanam, dan masih menggunakan bibit-bibit yang kualitasnya standar. Ini tidak efektif. Karena untuk memenuhi kebutuhan industri, mau tidak mau kualitas harus ditingkatkan, baik dari hasil produksi maupun harga jual. Jika tidak maka petani lokal akan kalah saing. Tak bisa dipungkiri, industri akan memilih yang lebih menguntungkan.

Rentang waktu produksi yang hampir satu tahun memang membuat kebanyakan petani meninggalkan lahannya dan memilih menanam tanaman yang masa panennya lebih cepat agar perputaran uang tak memakan waktu lama. Dan di sini lah perlu ada pengawasan dan perhatian lebih dari kementerian terkait.

Untuk itu perlu langkah-langkah tepat mulai dari dukungan keuangan untuk menjaga cash flow petani, mengoptimalkan penggunaan teknologi, serta perbaikan infrastruktur. Pemerintah juga perlu menghentikan penyusutan lahan dan bahkan menambah lahan baru guna meningkatkan produktivitas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun