Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian terdahulunya. Pada penelitian sebelumnya, ditemukan pasien diabetes dalam kondisi diet mendapatkan penurunan berat badan, lemak hati, dan gula darah puasa serta peningkatan sensitivitas insulin ketika makan 2x sehari dibandingkan dengan makan 6x sehari (11).
Lalu, kenapa dulu makan 5-6x sehari dikatakan lebih baik? Karena saat itu, lebih mudah untuk mengontrol porsi makan kecil. Sedangkan saat ini, porsi makan di dunia dan di Indonesia terus meningkat (15-21).Â
Sehingga sulit untuk menjaga porsi makan kecil. Makan lebih sering justru dapat meningkatkan resiko kebanyakan makan, apa lagi saat ini sudah banyak makanan instan/ kemasan yang mendukung overeating dan weight gain (22).
Dari ketiga penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa frekuensi makanan tidak mempengaruhi weight loss, melainkan apa dan berapa banyak (total kalori) yang dimakan lah yang mempengaruhi weight loss (22-23).Â
Makan 5-6x sehari terbukti tidak lebih baik dibandingkan dengan makan 2-3x sehari, baik untuk weight loss, metabolic rate, maupun kontrol gula darah.Â
Meski begitu, makan lebih sering tidak akan berdampak buruk jika tidak terjadi overeating. Sehingga semakin sering kita makan, semakin kita harus cermat dalam mengontrol porsi dan memilih jenis makanan.Â
Misalhnya dengan menambah cemilan berupa makanan yang healthy dan minimally-processed seperti buah, telur rebus, oatmeal, dan makanan lainnya yang memberikan rasa kenyang dengan kalori yang rendah.Â
Masalahnya, saat ini junk food lebih mudah didapat, lebih murah, lebih banyak diiklankan, dan lebih menarik dibandingkan dengan healthy food/ snack. Sehingga diperlukan strategi dan/ atau meal-prep untuk menghindari makan makanan berkalori tinggi ketika ingin makan 5-6x sehari.
Kalau begitu, kenapa masih ada saja yang merekomendasikan makan 5-6x sehari? Karena ada beberapa kondisi yang membutuhkan strategi makan sering untuk mendapat manfaat yang lebih besar. Berikut beberapa kondisi yang membutuhkan diet makan 5-6x sehari: