Mohon tunggu...
Ricko Blues
Ricko Blues Mohon Tunggu... Freelancer - above us only sky

Sebab mundur adalah pengkhianatan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menyikapi Hoax ala Socrates

24 November 2020   06:00 Diperbarui: 24 November 2020   06:04 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Beberapa dekade silam, tepatnya sewaktu Tuan dan Puan seusia Upin dan Ipin, berita hoax dan teman-teman sealirannya adalah senjata ampuh sebuah rezim pemerintah diktator untuk menggiring isi kepala khalayak masyarakat menuju kotak sampah kebohongan. 

Khalayak yang bernasib sial sukses memasukkan isi kepalanya ke dalam kotak sampah artifisial itu dan hidup semu di dalamnya. Yang sedikit mujur biasanya membayar nilai luhur kebenaran yang mereka pertahankan dengan penjara seumur hidup, dibuang, distigma dan akhirnya mati secara terhormat di ujung bedil.

Yang lebih menusuk hati lagi, hoax atau berita bohong bisa secara laten masuk dalam proyek penyusunan sejarah versi rezim yang berkuasa. Sebuah rezim biasanya percaya dan punya iman teguh kalau kebohongan yang disampaikan secara masif dan terus menerus akan menjadi kebenaran. 

Ya, kebenaran, bukan lagi kebohongan. sehingga atas dasar iman inilah, Hitler bisa menyebarkan ajaran sesatnya: ras Arya lebih unggul daripada ras manapun yang ada di bumi ini.

Nah, kita tinggalkan soal tetek bengek sebuah rezim. Di zaman sekarang saat Tuan dan Puan sudah tidak lagi seumuran dengan Upin dan Ipin, berita hoax bisa dibuat oleh siapa saja, tidak hanya oleh sebuah rezim. 

Caranya mudah; anda---yang sudah punya niat jahat sejak dari dalam pikiran (kalau mau menyindir Pramoedya)---tidak butuh mengelola sebuah media (gaya lama sebuah rezim): koran, radio, televisi, atau majalah, misalnya, untuk menyebar berita bohong, kasarnya, berita sampah. 

Gaya yang lebih kekinian: masuklah ke dalam akun media sosial anda. Facebook, sebagai misal. Di dalam sebuah kotak kecil yang tertera tulisan, apa yang anda pikirkan, ketiklah kebohongan apa saja yang ada dalam pikiran anda, apa saja. Setelah itu post. Dalam beberapa detik anda telah sukses menjadi seorang penyebar berita hoax. 

Tinggal menunggu beberapa menit anda akan dapat banyak pengikut dengan status 'pengikut yang tersesat'. Lalu, beberapa hari kemudian anda sudah memiliki haters dengan lisensi A. 

Mereka ini yang akan selalu setia mencaci maki anda mulai dari nenek moyang (yang bukan seorang pelaut) sampai mempersoalkan isi dalam celana anda. Mudah bukan? Ini baru salah satu cara. Cara amatir. Masih banyak cara lain untuk menyebar hoax di media sosial.

Di judul tulisan ini ada nama Sokrates. Hampir lupa. That is the point. Bagi yang sering terjebak hoax, pernah jadi korban berita bohong, dan geram dengan maraknya berita palsu akhir-akhir ini, berikut adalah penalaran etis, bisa juga disebut penalaran moral---yang Sokrates tawarkan kepada segenap umat manusia sejak ribuan tahun lalu. 

Pertama, jika kita membaca sebuah berita, artikel atau caption tentang suatu masalah tertentu dan kita dengan segera tersulut amarah, pastikan kita tidak boleh langsung membiarkan keputusan kita (membantu share berita atau tautan tersebut) ditentukan oleh emosi. Kita harus menguji fakta-fakta dan membiarkan budi tetap jernih. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun