Mohon tunggu...
Richardus Beda Toulwala
Richardus Beda Toulwala Mohon Tunggu... Penulis - Dosen STPM St. Ursula, Pengamat Politik dan Pembangunan Sosial

Menulis dari Kegelisahan

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Kalap, NTT Zona Merah dan Fluktuasi (Fenomena "Keras Kepala")

2 Mei 2020   08:39 Diperbarui: 2 Mei 2020   09:07 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok Pribadi, Foto Pasar Ende (2 Mei 2020)

Artinya keras kepala sesungguhnya menyimpan stok kejahatan yang berlimpah ruah. Sebagai misal; tidak mau mendengarkan orang lain, tidak patuh terhadap aturan, ingin menang sendiri meskipun salah, protes tanpa nalar dan lain-lain adalah sikap keras kepala yang berpotensi mengakibatkan kejahatan.

Kembali kepada fenomena kalap belanja makanan di Ende dan Flores pada umumnya. Fenomena belanja makanan 'sampai lupa diri' bukan soal 'uangnya saya', bukan juga soal kemampuan dan pembuktian status sosial, melainkan soal keselamatan banyak orang. Mengapa? Ketika lebih dari beberapa orang kalap belanja di suatu tempat, di situlah mereka sedang menciptakan keramaian dan perkumpulan yang berpotensi mempercepat penularan covid-19. 

Selain itu, bila kita berpikir taktis maka sebenarnya masa ini adalah waktu yang paling tepat untuk melakukan penghematan. Kita belum tahu kapan pandemi ini akan berakhir. Mungkin bisa berakhir tahun ini dan mungkin juga beberapa tahun lagi. 

Setidaknya dengan hidup hemat, kita masih mengantongi seribu, dua ribu untuk mempertahankan nyawa pada kondisi yang terburuk di masa pandemi. Oleh karena itu kalap belanja sesungguhnya sebuah pemborosan yang bisa menjadi petaka. Bila penulis diijinkan untuk menganjur, belanjalah sesuai kebutuhan, bukan sesuai keinginan.

Kita tiba pada sebuah konklusi sederhana bahwa kalap belanja sesungguhnya dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Namun bila kita tetap teguh memegang prinsip bahwa kalap didasari oleh kemampuan ekonomi pribadi maka hal itu menunjukkan bahwa kita kurang peka dengan situasi dan tegar hati.

Ketegaran hati untuk tidak mendengarkan orang lain, instruksi pemerintah dan anjuran publik adalah cerminan keras kepala yang paling nyata. Keras kepala berpotensi menimbulkan kejahatan. Dan keras kepala adalah bukti absennya akal sehat dalam rongga batok kepala kita. Bersediakah kita disebut keras kepala yang sama artinya dengan 'kurang otak'? Intensitas kalap belanja makanan kita yang akan menjadi jawaban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun