Mohon tunggu...
Richardus Beda Toulwala
Richardus Beda Toulwala Mohon Tunggu... Penulis - Dosen STPM St. Ursula, Pengamat Politik dan Pembangunan Sosial

Menulis dari Kegelisahan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Merasionalisasikan Ketakutan

15 Maret 2020   19:14 Diperbarui: 17 Maret 2020   06:46 1542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petugas medis membawa seorang pasien yang diduga terinfeksi virus misterius mirip SARS, ke rumah sakit Jinyintan, di Kota Wuhan, China, Sabtu (18/1/2020). Virus misterius mirip pneumonia telah menjangkiti puluhan orang dan menelan korban jiwa kedua di China, menurut pemerintah setempat.(AFP/STR/CHINA OUT via KOMPAS.com)

Kesesatan berpikir/kesalahpahaman/kesalahan berpikir, dalam fisafat Budhisme dinamakan delusi. Delusi sama dengan ketidakmampuan untuk membedakan antara kenyataan dan ilusi. Orang yang hidup dalam delusi akan selalu menderita.

Kesalahan berpikir ini menurut Sosiolog asal Perancis, Jean Baudrillard, disebut kondisi hyper-reality atau hiperrealitas. Hiperrealitas adalah ketidakmampuan manusia untuk membedakan antara kenyataan dan fantasi. 

Fakta bersimpang siur dengan rekayasa. Tanda melebur dengan realitas. Dusta bersenyawa dengan kebenaran. Kategori-kategori kebenaran, kepalsuan, keaslian, isu, realitas seakan-akan tidak berlaku lagi di dalam dunia semacam itu. 

Virus corona itu fakta tetapi ketakutan itu semu karena hanyalah sebuah bayangan. Ketakutan akan virus corona bisa disebut sebagai kesalahan berpikir. Ketakutan itu berbeda dengan kewaspadaan. Kita mesti menguasai pikiran kita agar rasa takut dapat dicegah.

Sekali lagi ketakutan itu wajar tetapi ketakutan itu perlu dirasionalisasikan agar setidaknya kita terhindar dari perbuatan yang kacau. Bagaimana merasionalisasikannya?

Tradisi Zhen Budhisme beranggapan bahwa setiap manusia memiliki tugas memahami pikirannya. Logika dasarnya bahwa memahami pikiran berarti memahami jati diri asali setiap orang, sebelum ia masuk ke dalam dunia sosial. 

Memahami pikiran juga berarti menyadari, bahwa pikiran itu tidak ada. Memahami jati diri asali manusia berarti juga menyadari, bahwa "jati diri" itu tidak ada. Ketika diri dan pikiran disadari sebagai tidak ada, maka orang tidak akan pernah merasa takut lagi dalam hidupnya. 

Dengan demikian orang tak lagi hidup dari pikirannya melainkan dari kesadarannya. (A.Watimena).

Apabila orang sudah hidup dari kesadarannya maka yang terjadi adalah tindakan rasional, bukan kacau balau. Antisipasi yang dilakukan untuk mencegah virus corona pun rasional.

Presiden Joko Widodo sudah menyerukan untuk bekerja dari rumah, itu pun rasional. Akan tetapi pekerjaan kita belum tentu rasional bila di rumah sekali pun kita masih digerogoti ketakutan yang akhirnya membuat pekerjaan kita berantakan.

Pengelolaan isu virus corona juga perlu rasional agar penanganannya tidak menggelisahkan publik. Sesuatu yang paling penting saat ini adalah merasionalisasikan ketakutan masing-masing diri agar tak terjebak dalam kekacauan. Mari kita perangi virus corona dengan rasional. Salam Rasional!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun