Mohon tunggu...
Richardus Beda Toulwala
Richardus Beda Toulwala Mohon Tunggu... Dosen - Dosen STPM St. Ursula, Pengamat Politik dan Pembangunan Sosial

Menulis dari Kegelisahan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Merasionalisasikan Ketakutan

15 Maret 2020   19:14 Diperbarui: 17 Maret 2020   06:46 1542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petugas medis membawa seorang pasien yang diduga terinfeksi virus misterius mirip SARS, ke rumah sakit Jinyintan, di Kota Wuhan, China, Sabtu (18/1/2020). Virus misterius mirip pneumonia telah menjangkiti puluhan orang dan menelan korban jiwa kedua di China, menurut pemerintah setempat.(AFP/STR/CHINA OUT via KOMPAS.com)

Pemerintah pun saat ini digerogoti ketakutan masif. Awalnya, Menteri Kesehatan RI, Terawan Agus Putranto meremehkan cepatnya penyebaran virus corona. 

Artinya tak ada ketakutan pada pemerintah, namun apa yang terjadi sekarang? Berbagai tempat publik dan pelayanan publik ditutup oleh pemerintah untuk sementara waktu demi mengurangi potensi penyebaran virus mematikan ini.

Indentifikasi Ketakutan
Yah, ketakutan itu wajar karena kita sadar bahwa ketakutan jenis ini merujuk pada kematian. Kita enggan meninggalkan keluarga dan orang yang kita cintai hanya karena mati mengenaskan oleh virus corona. 

Kita juga takut karena tak mau corona merenggut orang yang kita cintai. Akhirnya, ketakutan menjadi lazim karena ter-legitimated oleh seperangkat alasan virus corona.

Namun betapapun ketakutan itu memiliki alasannya, rasionalisasi ketakutan harus dilakukan. Saya tidak mengatakan semua ketakutan di atas irasional, beberapa di atas cukup rasional. 

Ketakutan tak boleh dibiarkan menjadi ketakutan yang kemudian mematikan kita. Justru ketakutan itu menyimpan maut. Ketakutan berarti mengijinkan kematian berlanggeng.

Ada masalah besar dalam ketakutan. Ketika ketakutan menguasai kita, pikiran kita bakal kacau. Pertimbangan-pertimbangan kita pun kacau bahkan perbuatan kita kacau. Kita tak mampu melihat cara untuk keluar dari ketakutan. Rasa takut membuat kita buta.

Rasa takut membuat kita antisipasi berlebihan terhadap sesuatu yang akan terjadi. Padahal sesuatu itu belum terjadi dan mungkin tidak terjadi atau tidak terjadi. Sumber ketakutan justru ada pada pikiran.

Pikiran membaca realitas kepahitan dan menyimpannya. Pikiran mencatat realitas dengan menggunakan panca indera yang sebenarnya rapuh. Pikiran kemudian membangun bayangan kepahitan itu kembali dan meramalkan bahwa hal itu bisa akan terjadi. Bayangan itu menciptakan ketakutan dan rasa takut itu adalah bayangan.

Terkait pikiran dan bayangan, Joice Meyer mengatakan bahwa 'pikiranmu yang akan membawa badanmu atau tubuhmu, bukan badanmu yang membawa pikiranmu.' Jadi sebenarnya pikiran bisa mengendalikan semuanya termasuk ketakutan. Ketakutan yang diciptakan oleh pikiran dapat dihilangkan dengan mengatur pikiran.

Kompas.com
Kompas.com
Rasionalisasi Ketakutan
Dalam pergulatan filsafat yunani, Plato dalam sebuah karya dialognya menegaskan bahwa ketidaktahuan atau kesalahpahaman adalah akar dari semua kejahatan. Albert Camus (filsuf Prancis) kemudian mengurai akibat dari kesalahpahaman berpikir atau ketidaktahuan  ke dalam actus humanus yang salah meskipun berbanding terbalik dengan intensinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun