Mohon tunggu...
Richardus Beda Toulwala
Richardus Beda Toulwala Mohon Tunggu... Penulis - Dosen STPM St. Ursula, Pengamat Politik dan Pembangunan Sosial

Menulis dari Kegelisahan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Demonstrasi Minus Nalar dan Kematian Tuhan

3 Oktober 2019   12:27 Diperbarui: 3 Oktober 2019   12:50 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lefort secara gamblang menyatakan bahwa ruang publik sebagai arena demokrasi adalah ruang dari absennya Tuhan dalam kebebasan manusia. Dalam arti yang sama, Heidegger (filsuf postmodernisme) mengartikan ruang publik sebagai ruang kejatuhan demokrasi.

Skeptis yang dilontarkan Heidegger dan Lefort tentang dampak kejahatan ruang publik dan kekecewaan terhadap demokrasi bukan tanpa alasan. Di negeri kita, ramalan kedua filsuf tersebut sudah terbukti kebenarannya. Demokrasi, ruang publik dan kebebasan sama-sama berkontribusi dalam proses kematian Tuhan.

Demokrasi memberikan kebebasan bagi para demonstran untuk menyampaikan aspirasi di ruang publik. Ketika kebebasan tidak memberikan ruang bagi pertimbangan moral maka serentak terjadi penyangkalan akan eksistensi Tuhan. Dengan demikian terjadi kematian Tuhan. Tuhan tak lagi diakui karena subyek tak pernah melakukan refleksi dan dialog hati sebelum melakukan sesuatu.

Kebebasan lantas tak memiliki aturan main yang jelas dan ruang publik dijadikan sebagai tempat pembunuhan demokrasi itu sendiri. Dengan kata lain demokrasi bisa melenyapkan dirinya sendiri.

Pada akhirnya, apakah kita masih menganggap bahwa mahasiswa yang melakukan tindakan anarkis dalam demonstrasi tersebut adalah hatinya rakyat Indonesia? Saya meragukannya karena mereka telah mendisfungsikan peran hati mereka. Bahkan Tuhan sudah mati dalam hati nurani sehingga mudah dikuasai oleh brutalitas dan anarkis.

Lagi-lagi kesalahan tidak bisa ditimpahkan mutlak kepada para mahasiswa. Lembaga pendidikan tempat memproduksi pengetahuan dan moral harus memposisikan diri sebagai verifikator output yang rasional sebelum melepaskan mereka ke dunia kerja.

Pemerintah juga tak boleh lengah bila eskalasi kejahatan demonstran sudah mencemaskan publik. Kebijakan dan rangkaian keputusan mesti dipertimbangkan secara holistik. Termasuk di dalamnya pembenahan lembaga pendidikan tinggi yang lemah dalam memproteksi kampus dari ideologi radikalis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun