Sebagian besar orang Indonesia terbiasa sarapan. Sudah jadi kebutuhan, katanya. Utamanya, bagi yang harus berangkat kerja pagi-pagi. Walau begitu, ada pula sebagian yang tak terbiasa sarapan. Namun, mereka mafhum apa itu sarapan.
Apalagi sarapan sudah menjadi tradisi masyarakat Indonesia. Sayangnya, budaya sarapan saat ini telah dikukuhkan UNESCO sebagai milik negeri Jiran, Malaysia.
Saya tak sedang menyoalkan keberkahan negeri Jiran kali ini. Lewat artikel ini saya hanya akan membedah bagaimana bahasa kita mampu memaknai istilah sarapan.
Sebagaimana Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebut kata "sarapan" memiliki dua makna. Makna pertama, berkaitan dengan makanan dan aktivitas makan, yaitu (1) makanan pagi hari, (2) menyarap, (3) makan di pagi hari. Sedang makna kedua berkenaan dengan benda atau bagian dari suatu benda, yaitu alas atau lapik.
Makna pertama, makanan pagi hari, merujuk pada hidangan yang disajikan pada pagi hari. Hidangan ini juga bervariasi. Ada makanan berat atau hidangan utama, ada pula makanan ringan seperti kudapan, kue-kue, maupun penganan.Â
Melalui makna ini, kita dapat memahami, bahwa sarapan itu tidak selalu identik dengan makanan berat. Akan tetapi, dengan menyantap makanan ringan bisa dikatakan sarapan.Â
Hanya, lidah sebagian orang Indonesia akan menyatakan sebelum makan nasi, belum disebut makan. Dengan begitu, seolah-olah makan nasi atau makan makanan berat menjadi standar. Padahal, tidak demikian. Apa pun makanannya, selama aktivitas makan itu dilakukan pagi hari disebut sarapan.
Lalu, bagaimana dengan makna kedua, menyarap? Sebagaimana termaktub dalam KBBI, kata menyarap terambil dari kosakata cakapan alias kosakata sehari-hari yang merupakan ragam bahasa tak baku. Kata menyarap dikelompokkan ke dalam kata kerja (verba) akibat proses afiksasi me-.
Padahal, ditilik dari kaidah bahasa Indonesia, kata "sarapan" sendiri sudah merupakan kata kerja yang bermakna makan di pagi hari. Sehingga, pemberian imbuhan me- pada kata "sarapan" sebenarnya tidak diperlukan. Sebab, salah satu fungsi imbuhan me- adalah membentuk kata kerja, baik kata kerja transitif maupun intransitif.Â
Sedang makna berikutnya, yaitu alas atau lapik menunjukkan perihal yang berbeda. Makna ini menduduki makna kedua, yaitu makna yang hanya dimengerti oleh sebagian kecil penutur bahasa Indonesia. Dengan kata lain, makna ini tidak menjadi makna yang umum.Â