Sudah menjadi jamak, orang memaknai tradisi Syawalan Lopis Raksasa di Krapyak Kidul Gang 8 sebagai wujud kerukunan. Begitu pula dengan ungkapan rasa syukur. Lalu, adakah kemungkinan makna lain yang perlu disentuh?Â
Saya jawab, ada. Bahkan, sangat mungkin masih perlu disingkap lapis demi lapis makna tradisi Syawalan Lopis Raksasa dengan memanfaatkan beragam perspektif. Salah satu proposisi yang saya ajukan adalah memaknai tradisi Syawalan Lopis Raksasa sebagai ajaran menghargai waktu.
Waktu merupakan elemen penting alam semesta. Ia ada, tetapi tak kasatmata. Hanya, bisa dirasakan. Menariknya, ia merupakan dimensi yang tidak terikat oleh peristiwa. Lalu, apa itu waktu?
Perhatian para cendekia dunia, sejak zaman Plato---mungkin juga sebelum-sebelumnya lagi---hingga zaman orang sibuk memajang foto di medsos, telah banyak tersedot pada upaya mendefinisikan waktu.Â
Seperti memasuki terowongan gelap, pendefinisian waktu hingga kini belum menemukan titik akhir. Belum mampu memberi seterang-terangnya mengenai waktu. Akan tetapi, definisi-definisi itu cukuplah berguna bagi penelusuran hal-hal tertentu, sesuai bidang-bidang ilmu.Â
Filsuf cum negarawan Yunani Kuno, Plato berpandangan, bahwa kemunculan waktu bersama-sama dengan semesta. Keduanya menjadi secara bersamaan. Artinya, waktu ada karena perputaran dunia.
Proposisi Plato ditampik muridnya, Aristoteles. Ia katakan, jika dunia diciptakan maka dalam proses penciptaan itu memerlukan waktu. Oleh sebab itu, waktu jauh lebih dahulu ada dibandingkan alam semesta.
Perdebatan mengenai waktu terus bergulir hingga sekarang. Bahkan, dalam dunia sains terdapat pula pandangan terbaru mengenai waktu. Menurut pandangan itu dinyatakan bahwa waktu hanya ilusi. Lepas dari dialektika mengenai pengertian waktu, sejumlah pemikir Islam agaknya menyepakati jika waktu merupakan makhluk ciptaan Allah swt.
Sudah menjadi kemestian, tradisi yang lahir dan tumbuh di masyarakat disarati nilai-nilai spiritualitas. Apalagi, tradisi itu dilaksanakan sebagai perayaan atau peringatan hari-hari yang disakralkan. Maka, dalam pelaksanaan tradisi yang demikian, setiap tahap dilakukan secara saksama dan penuh kehati-hatian.
Cara itu dilakukan sebagai penghargaan sekaligus penghormatan pada titi mangsa (waktu) sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki peran penting di dalam kehidupan manusia. Waktu berfungsi sebagai penanda sekaligus petanda bagi setiap tahapan kehidupan manusia. Waktu pula yang kemudian membawa manusia kepada keadaan-keadaan atau peristiwa-peristiwa yang menjadikan keberadaan manusia bermakna.