Mohon tunggu...
Ribut Achwandi
Ribut Achwandi Mohon Tunggu... Penulis - Penyiar radio dan TV, Pendiri Yayasan Omah Sinau Sogan, Penulis dan Editor lepas

Penyuka hal-hal baru yang seru biar ada kesempatan untuk selalu belajar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bangsa yang Kehilangan Sejarah (Bagian 04)

10 Agustus 2022   00:51 Diperbarui: 10 Agustus 2022   01:16 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Perang (sumber foto: majalah arkeologi)

Seorang kawan tiba-tiba mengirimkan pesan melalui WhatsApp. Ia memberi saran kepada saya, agar tulisan-tulisan saya yang berkait dengan sejarah dikemas lebih renyah lagi. Dengan begitu, generasi Y dan Z bisa ikut menikmati kerenyahan itu.

Saya sependapat dan menyepakati saran itu. Generasi kekinian, seperti juga yang dikemukakan kawan saya itu, mungkin saja generasi yang jauh dari pengetahuan masa lalu. Otomatis mereka pun merasa asing dengan kisah-kisah masa lampau.

Perlu upaya untuk menjembatani jarak yang terlalu jauh itu. Tulisan atau apapun itu bentuknya, perlu menjadi jembatan bagi mereka supaya mau mengenali asal-usul bangsa mereka. Butuh juga upaya serius dari berbagai pihak untuk ikut terlibat.

Lain lagi dengan kawan saya yang lain. Lewat WhatsApp ia memberi komentar tentang beberapa postingan saya di kompasiana.com akhir-akhir ini. Dikatakannya, upaya penelusuran sejarah tidak melulu pada kajian tekstual. Ada metode lain yang sementara waktu belum bisa diterima oleh lingkungan akademis. Yaitu, metode yang mengkaitkan unsur-unsur batiniah.

Menurutnya, relasi batin merupakan metode yang tidak mudah dioperasionalkan. Tetapi, metode ini dianggapnya ampuh untuk menyingkap berbagai peristiwa masa lalu. Metode ini memanfaatkan hukum kekekalan energi (dalam fisika).

Atas komentar itu saya pun tak menolaknya. Saya terima saja. Menurut saya, dunia ini ladang segala kemungkinan. Jadi, tidak ada salahnya pendapat-pendapat itu bermunculan. Saya malah bersyukur, karena tulisan-tulisan saya direspon positif oleh kawan-kawan saya.

Meski begitu, saya masih harus mengerjakan pencatatan terlebih dahulu dari apa-apa yang disampaikan salah seorang filolog UGM, Romo Manu. Saya juga mesti membuat batasan terlebih dahulu; tentang apa yang sedang dan ingin saya sampaikan lewat tulisan ini, menyusun langkah strategis yang tepat untuk mengelola kajian yang lebih mendalam. Saya tak mau terburu-buru melompat dari satu tahap ke tahap lain.

Catatan menarik yang tidak kalah seru dari paparan Romo Manu dalam tayangan video 17 menitan itu adalah tentang regenerasi kekuasaan. Istilah REGENERASI KEKUASAAN sepertinya perlu didengung-dengungkan. Ditebalkan dan dimiringkan, agar semakin jelas.

Menurut Romo Manu, pergantian kerajaan satu dengan yang lain di Nusantara pada masa itu adalah sebuah kesinambungan. Kerajaan baru tidak menghapus kerajaan lama. Seperti yang terjadi pada Kadiri yang kemudian dialihkan ke Singhasari.

"Jadi, kita tidak bisa mengatakan setelah Kadiri selesai, kemudian Singhasari sebagai sesuatu yang baru. Tidak demikian. Begitu juga dengan Majapahit. Dikira tidak ada kesinambungan. Antara kerajaan satu dengan yang lainnya ini ada kesinambungan," tutur Romo Manu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun