Mohon tunggu...
Ribut Achwandi
Ribut Achwandi Mohon Tunggu... Penulis - Penyiar radio dan TV, Pendiri Yayasan Omah Sinau Sogan, Penulis dan Editor lepas

Penyuka hal-hal baru yang seru biar ada kesempatan untuk selalu belajar.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Soto Tauto Pekalongan, Soto Kebhinekaan

12 September 2021   01:47 Diperbarui: 12 September 2021   02:02 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: www.idntimes.com

Datanglah ke Pekalongan. Saya akan tunjukkan pada Anda tentang salah satu kuliner khas Pekalongan. Namanya, Soto Tauto. Beberapa kawan saya yang datang dari luar kota, punya kesan pribadi yang menarik mengenai salah satu menu istimewa kuliner khas Pekalongan ini. Beberapa di antara mereka bahkan ada pula yang minta nambah saat kali pertama merasakan legitnya Soto Tauto ini. Pun saat mereka balik lagi ke Pekalongan, rupanya sensasi rasa Soto Tauto membuat mereka kangen pada Pekalongan. Setiap melintas jalur Pantura Jawa Tengah, mereka akan menyempatkan diri mampir dan menyantap Soto Tauto.

Pasti Anda penasaran apa sih istimewanya Soto Tauto Pekalongan? Selain cita rasanya yang sensasional, Soto Tauto Pekalongan punya cerita. Kata kawan saya yang seorang penjelajah rasa asal Pekalongan, Ahmad Ilyas, meski Soto Tauto Pekalongan merupakan menu masakan khas daerah tetapi di dalamnya mewadahi keberagaman. Soto Tauto Pekalongan, kata Ahmad Ilyas, adalah Soto Bhineka Tunggal Ika.

Rasa ingin saya tergopoh meninggi saat ucapan senior saya itu melintas di telinga. Tanpa mengucapkan sebaris kalimat yang diakhiri dengan nada tanya, Ahmad Ilyas cukup memahami rasa ingin tahu saya lewat tatapan mata. Ia tersenyum, lalu pelan-pelan menjelaskan.

Di dalam semangkuk Soto Tauto Pekalongan itu, kata Ahmad Ilyas, ada racikan bumbu, bahan-bahan, serta cara pengolahan yang berasal dari lintas etnis. Bumbu-bumbu dasarnya beserta cara pengolahannya, tentu bernuansa Jawa banget. Bawang merah, bawang putih, cabai, dan kunyit ditumbuk halus, dengan dibubuhkan sedikit garam untuk menghaluskan bumbu. Itu khas Jawa banget.

Pada dasarnya, Soto Tauto Pekalongan merupakan jenis masakan olahan daging. Pada cara mengolah bahan daging inilah, menurut pengamatan Ahmad Ilyas, tampak betul kekhasan kuliner Arab. Mulai dari cara mengiris daging hingga mencampurkan daging dengan bumbu rempahnya.

Penggunaan tauco (sejenis fermentasi kacang kedelai) pada menu khas Pekalongan ini merujuk pada olahan masakan ala orang-orang Cina. "Sementara penggunaan bahan-bahan lain seperti serai, lada atau merica, jahe, daun salam, maupun daun jeruk, sejatinya berasal dari berbagai bangsa. Terutama, bangsa-bangsa tropik. Jahe misalnya, awal dikenal oleh bangsa India dan Cina. Serai, mula-mula dikenal oleh bangsa Indonesia dan India. Jadi, semua bahan-bahan itu memang khas Nusantara," jelas Ahmad Ilyas.

Hanya, ada perbedaan---sekalipun tipis---di antara bangsa-bangsa itu di dalam mengolah kekayaan rempah itu. Cara mengolah bumbu dan bahan-bahan juga berpengaruh pada cita rasa yang ditimbulkan. Beberapa bahan rempah untuk bumbu dalam Soto Tauto Pekalongan ini, jika diamati dari cita rasanya, akan muncul kesan bahwa masakan yang satu ini merupakan masakan yang berhasil melintasi ruang.

"Di dalam semangkuk Soto Tauto, jika lidah kita terlatih untuk merasakan, akan kita temukan beragam cita rasa. Ada Cinanya, Jawanya, Indianya, Arabnya, dan sedikit Eropa," ungkap Ahmad Ilyas. "Kalau diibaratkan, Soto Tauto Pekalongan itu nyaris mirip Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Bahkan mungkin lebih dari PBB. Semangkuk Soto Tauto Pekalongan mampu menjaga perdamaian cita rasa yang berbeda-beda di antara mereka. Sementara PBB, sekalipun menjadi tempat berkumpulkan negara-negara anggota yang jumlahnya sudah sangat banyak itu, kadang tak bisa melakukan apa-apa atas kejadian-kejadian perang antarnegara."

Peleburan cita rasa lintas etnis ini, kata Ahmad Ilyas, tidak sekadar menciptakan rasa baru. Akan tetapi, menjadi sebuah penghadiran secara bersama-sama atas cita rasa yang maneka warna itu. Bahkan, tidak terasa ada kompetisi di antara mereka. Aneka cita rasa itu tidak semata untuk saling melengkapi. Namun, telah menjadi satu paket utuh. Yang menjadi pertanyaan kemudian, bagaimana itu bisa terjadi?

Ahmad Ilyas pun pelan menggelengkan kepala. Bukan karena tidak menemukan jawaban. Akan tetapi, gelengan kepala Ahmad Ilyas yang pelan itu memperlihatkan kekaguman. "Ya, orang-orang kita dulu kok sudah sampai ke situ ya?" ucapnya.

Tetapi, begitulah dulu. Orang-orang kita dulu barangkali hanya melakukan apa yang bisa mereka lakukan, tanpa memikirkan konsep apa yang sedang mereka racik dalam masakan mereka. Apakah itu bhineka tunggal ika, ataukah itu kenusantaraan, atau persatuan, atau apa saja. Mereka mungkin sekali tidak memikirkan teori-teori besar yang kini begitu gencar didengungkan. Mungkin juga mereka tak memasalahkan cara orang lain mengolah bumbu dan bahan makanan. Sebab, cara yang dilakukan orang lain, sesungguhnya bisa juga mereka kerjakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun