Mohon tunggu...
riap windhu
riap windhu Mohon Tunggu... Sales - Perempuan yang suka membaca dan menulis

Menulis untuk kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

"Don't Be The One" yang Terkena Stroke di Usia Produktif

4 November 2019   23:54 Diperbarui: 8 November 2019   12:15 1024
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stroke dapat dicegah dengan menghindari faktor risiko (dok.windhu)

Serangan stroke. Mendengarnya, terus terang ngeri langsung terasa. Saat ini  semakin sering terdengar kabar orang yang terkena stroke, tidak hanya yang berusia lanjut. Namun,  juga pada mereka yang berusia muda dan produktif.

Saat menerima kabar salah seorang kawan terkena stroke di saat sedang giat-giatnya bekerja, saya pun tersadarnya arti pentingnya sebuah kesehatan. 

Stroke bisa mengakibatkan kelumpuhan separuh badan. Terapi untuk memulihkan kembali normal membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang tidak sedikit.  

Stroke adalah kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke otak terputus akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah, sehingga terjadi kematian sel-sel pada sebagian area di otak. Stroke kondisi kesehatan yang serius yang membutuhkan penanganan cepat.

Kenapa orang terkena stroke?  Bisakah stroke dicegah? Bagaimana mengenali gejalanya?  Hal inilah yang mengemuka saat menghadiri diskusi terkait dengan  Hari Stroke Sedunia tahun 2019 di Kemenkes, yang mengangkat tema Dont Be The One dengan tema nasional Otak Sehat SDM Unggul.

Faktor risiko stroke (sumber:Kemenkes)
Faktor risiko stroke (sumber:Kemenkes)
Stroke, sebenarnya  sangat bisa dicegah jika melakukan pola hidup sehat dan mengenali gejalanya. Sayangnya, kerap kali seseorang abai dengan rutinitas sehari-hari. Abai pada kesehatan, itu pula yang diakui Iwan, yang pernah terkena serangan stroke.

Meski sudah berlalu satu tahun, serangan stroke yang dialaminya menjelang hari raya Idul Adha, selalu teringat. Stroke yang membuatnya tak mampu mengangkat anggota tubuhnya sendiri. 

Harus menjalani rawat inap selama dua minggu dan  melakukan serangkaian terapi untuk memulihkan kesehatannya seperti sedia kala.

"Tiba-tiba, saya tidak bisa mengangkat tangan," ujar Iwan yang kini berusia 46 tahun. Saat hal itu terjadi, Iwan sempat menduga kemungkinan terkena stroke dari perbincangan dengan kawannya. 

Segera, Iwan dibawa keluarganya ke RS Pusat Otak Nasional  (PON) untuk mendapatkan penanganan medis dan perawatan rumah sakit.

Iwan terkena stroke akibat hipertensi alias tekanan darah tinggi. Biasanya, kalau pusing dan tubuh terasa lelah, Iwan lebih memilih untuk beristirahat saja dengan anggapan hanyalah 'kecapekan'.  Itulah yang dilakukannya  pada hari setelah pulang kerja, sebelum terkena serangan stroke.

"Jangan seperti saya, stroke karena tekanan darah tinggi," ucapnya. Iwan mengakui kelalaiannya tidak pernah mengecek kesehatan secara rutin. 

Akbatnya, dia harus terkena serangan stroke dalam rentang usia yang sedang produktif untuk berkarya. 

Serangan stroke tiba-tiba yang dialami Iwan pun dirasakan oleh Heni, seorang ibu. Siang hari, saat sedang berkumpul dengan tetangganya, kaki dan tangan Heni tidak bisa digerakkan. "Saya sempat dirawat selama lima hari di rumah sakit," kata Heni, yang mengidap diabetes.

Iwan dan Heni hadir memberikan testimoni di Kemenkes, dalam kegiatan memperingati Hari Stroke Sedunia, yang jatuh pada tanggal 29 Oktober 2019. 

Pengalaman keduanya, yang sama-sama stroke dalam usia produktif diharapkan bisa menjadi cerminan pentingnya untuk melakukan deteksi dini untuk mencegah stroke.

Dr. Cut Putri Arianie, Direktur Pencegahan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2TM) menekankan jika stroke merupakan penyebab kematian nomor dua di dunia dan penyebab disabilitas nomor tiga. (dok.windhu)
Dr. Cut Putri Arianie, Direktur Pencegahan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2TM) menekankan jika stroke merupakan penyebab kematian nomor dua di dunia dan penyebab disabilitas nomor tiga. (dok.windhu)

Stroke menyebabkan kematian dan kecacatan

 Stroke merupakan penyebab kematian kedua setelah penyakit jantung dan kecacatan utama di Indonesia. Berdasarkan riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2018, kejadian stroke din Indonesia, meningkat setiap tahunnya.

Stroke adalah bagian dari penyakit kardiovaskular yang digolongkan ke dalam penyakit katastropik karena mempunyai dampak luas secara ekonomi dan sosial. Data menunjukkan 1 dari 4 orang mengalami stroke jangan sampai kita menjadi salah satu di antaranya karena sesungguhnya stroke dapat dicegah.

Data Riskesdas 2013, prevalensi stroke nasional 12,1 per mil, sedangkan pada Riskesdas 2018 prevalensi stroke 10,9 per mil tertinggi di Provinsi Kalimantan Timur (14,7 per mil), terendah di Provinsi Papua (4,1 per mil).

Data Indonesian stroke Registry tahun 2012 hingga tahun 2014 memperlihatkan keadian stroke iskemik/sumbatan 67 % lebih banyak dbandingkan dengan stroke hemoragik/perdarahan  (33%).

Dr. Cut Putri Arianie, Direktur Pencegahan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2TM) menekankan jika stroke merupakan penyebab kematian nomor dua di dunia dan penyebab disabilitas nomor tiga.

Faktor stroke itu ada yang bisa diubah dan ada yang tidak bisa diubah. Faktor risiko yang tidak bisa diubah adalah umur, jenis kelamin, ras tertentu, dan genetik (riwayat keluarga). Faktor risiko yang bisa diubah antara lain diabetes, hipertensi, merokok, stress.

Stroke merupakan tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dan dapat menyebabkan kematian. 

Stroke adalah penyakit tidak menular penyebab kematian tertinggi kalau melihat data dan  mengambil porsi pembiayaan kesehatan yang tinggi. Setiap tahun, jumlah orang yang terkena stroke semakin bertambah.

Tidak hanya pada mereka yang sudah berusia lanjut. Kelompok usia produktif, baik laki-laki maupun perempuan bisa terkena penyakit yang akan menguras emosi dan juga biaya untuk pengobatan dan pemulihan. 

Menurut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tahun 2017 stroke menghabiskan biaya pelayanan kesehatan sebesar Rp.1,43 T tahun 2017, naik jadi Rp. 2,18 Trilyun dan Tahun 2018 mencapai Rp. 2,56 Trilyun rupiah.

"Salah satu faktor risiko adalah hipertensi karena kalau tensinya tinggi dia akan mengalami stroke. Jadi faktor risikonya stroke itu selain hipertensi, juga ada diabetes disana, " tukas Dr. Cut Putri Arianie.

Faktor risiko stroke lainnya adalah orang yang jarang aktivitas fisik, merokok, bahkan penggunaan narkotik pun bisa berperan sebagai pemicu. Karenanya, mengenali tanda awal terjadinya stroke, bisa mencegah. Seandainya pun sudah terjadi, bisa diobati segera.

Mengenali Tanda dan Gejala Stroke

Gejala stroke bisa dikenali dari tanda-tandanya. Dr.dr Al Rasyid, Sp. S (K) dari Departemen Neurologi FKUI RSCM, Jakarta menyampaikan, penanganan stroke harus secepatnya karena penanganan yang lambat  bisa mengakibatkan kecacatan yang lebih parah. Bahkan, bisa meninggal dunia.

Dr. dr Al Rasyid Sp. S (K) dari Departemen Nerologi menegaskan Darah Tinggi merupakan primadona risiko karena mencapai 60 %. Bagaimana mengenali stroke? Lantaran serangan stroke daat menimbulkan kecacatan, bahkan meninggal dunia.

Bila terjadi serangan stroke, Segera ke Rumah Sakit, yang uraiannnya adalah Senyum Tidak Simetris. Sulit menelan air minum secara tiba-tiba, Gerak separuh anggota tubuh melemah tiba-tiba, Bicara pelo, tiba-tiba bicara tidak nyambung, Kebas/baal, kesemutan, Rabun, pandangan kabur, Sempoyongan/sakit kepala

Tindakan untuk penanganan stroke haruslah cepat alias FAST, yang merupakan singkatan dari Fast dropping Arm Weakness, Speech Difficulty, Time to Call. 

Untuk mencegah stroke, masyarakat perlu melakukan perilaku CERDIK, yakni (C) Cek kesehatan secara berkala, (E) Enyahkan asap rokok, (R) Rajin beraktivitas fisik, (D) Diet sehat seimbang, (I) Istirahat cukup, dan (K) Kelola stress.

Deteksi dini gejala stroke perlu dilakukan. Kenapa? Saat ini banyak yang punya gaya hidup berisiko, merokok, makan sembarangan, tidak mengendaikan asupan gula, garam dan lemak pada makanan. Indeks masa tubuh perlu diperhatikan karena orang obesitas pun bisa berisiko terkena penyakit stroke.

Menurut Cut Putri, minimal satu bulan sekali orang-orang dengan faktor risiko mengukur tekanan darah untuk mencegah penyakit stroke. Apalagi, bagi  yang sudah pernah/mendapatkan serangan stroke karena bisa terkena lagi.

Saat ini, untuk memeriksakan tekanan darah bisa dilakukan di mana saja. Sudah banyak masyarakat yang mempunyai alat tensi sendiri. Jadi, jangan segan-segan mengukur tensi darah di rumah dengan alat pengukur tensi sendiri.

Seandainya pun tidak punya alatnya, bisa mengecek tekanan darah dengan mendatangi layanan fasilitas kesehatan tingkat pertama ataupun pemerintah, menggunakan kartu BPJS yang dimiliki sehingga bisa rutin. 

Selain itu, untuk  meningkatkan upaya detesi dini kepada masyarakat, ada posbindu (pos pembinaan terpadu), yakni dilatih kader-kader  yang bisa melakukan deteksi dini, pengukuran tekanan darah, gula darah sewaktu. Indeks masa tubuh, berat badan, tinggi badan

Penyakit Kardiosrebravaskular seperti stroke, penyakit jantung koroner dapat dicegah dengan mengubah perilaku yang berisiko seperti penggunaan tembakau, diet yang tidak sehat dan obesitas, kurang aktivitas fisik, dan penggunaan alkohol.

Jadi, Don't Be The One yang terkena serangan stroke! Apalagi di usia produktif!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun