Mohon tunggu...
riap windhu
riap windhu Mohon Tunggu... Sales - Perempuan yang suka membaca dan menulis

Menulis untuk kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

[Imlek Komed] Lain Dulu Lain Sekarang, Imlek Kini Semarak di Mana-mana

7 Februari 2019   23:55 Diperbarui: 8 Februari 2019   07:05 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Vihara Dharma Bhakti di Glodok, Jakarta Barat yang ramai dikunjungi baik yang melakukan ibadah ataupun yang inginmenyaksikan suasana tahun baru imlek (gambar:www.timesindonesia.co.id)

Kue keranjang ! Kue itu yang selalu saya ingat sebagai tanda datangnya imlek dari sejak zaman dulu masih anak-anak hingga masa kini sudah dewasa. Meski bukanlah keturunan Tionghoa, kala imlek hadir, bapak selalu membawa pulang ke rumah oleh-oleh berupa kue berwarna cokelat berbentuk bulat.

Rasanya  manis dan lengket saat dipegang. Mirip dodol yang kami kenal.  Maka nggak salah juga, kalau kemudian kami di rumah selalu menyebutnya Dodol China. Bapak tidak pernah membelinya.

Oleh-oleh dodol china biasanya didapat dari pelanggannya, yang jadi pembeli produk yang dijual bapak di daerah sekitar Tanjung Duren. Terkadang, ibu menggorengnya dodol china itu dengan telur, namun lebih sering orang rumah memakannya begitu saja dengan dipotong kecil-kecil.

Manisnya dodol dinikmati saja, meski menurut saya rasanya terlalu manis, buat saya yang memang sudah manis ini, hehehe... Hanya saja, meski nyaris selalu makan dodol china setiap tahun, sesungguhnya saya dulu tidak begitu paham makna di balik dodol china yang disantap kala itu.

Saya dulu hanya menganggapnya sebagai  penganan yang  biasa hadir sebagai  bentuk perayaan saja. Seperti halnya lebaran ataupun natal, yang juga kerap ditandai dengan berbagi kue. Hari perayaan untuk keturunan Tionghoa atau China, ya salah satunya ditandai dengan adanya kue keranjang itu.

Beribadah di vihara Dharma Bhakti (dokpri)
Beribadah di vihara Dharma Bhakti (dokpri)
Pemahaman mengenai imlek mulai terbuka dan bertambah saat era reformasi tiba.  Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), mencabut Inpres Nomor 14/1967 pada tahun 2000. Ya, selama pemerintahan masa orde baru, imlek tidak dirayakan secara terbuka.

Sejak imlek disahkan sebagai hari raya nasional oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada tahun 2002, warna-warni imlek lantas menjadi suatu yang bisa dan biasa dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia di setiap pelosok.

Lalu apa bedanya imlek dulu dan sekarang ? Saat ini, imlek dilangsungkan dengan lebih meriah dan semarak. Itu dengan mudah ditemui di setiap tempat, seperti perkantoran, pusat perbelanjaan, hotel-hotel, dan tempat-tempat rekreasi.

Hiasan-hiasan dinding, tulisan Gong Xi Fa Cai, lampion-lampion yang digantungkan di langit-langit. Sekarang pun sudah umum dihadirkan pohon-pohon angpao. Dalam angpao itu biasanya berisi uang ataupun beragam souvenir.

Menyalakan Hio (dokpri)
Menyalakan Hio (dokpri)
Dulu imlek hanya terbatas diadakan di kelenteng dan hanya keturunan Tionghoa saja yang merayakannya. Saat ini, saya dan seluruh warga Indonesia bisa menyaksikan semarak hadirnya imlek secara langsung.

Jika ingin merasakannya semarak imlek langsung menuntaskan rasa ingin tahu ke Pecinan yang ada dekat tempat tinggal. Atau, hanya menyaksikannya saja melalui tayangan perayaan imlek melalui layar televisi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun