Mohon tunggu...
Irma Sabriany
Irma Sabriany Mohon Tunggu... Freelancer - Berani, mengagumkan, kekanak-kanakan, suka jalan-jalan, mandiri punya gaya ngomong yang sopan, lucu, cuek

Berani, mengagumkan, kekanak-kanakan, suka jalan-jalan, mandiri punya gaya ngomong yang sopan, lucu, cuek

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Jatuh Cinta di Tidore

7 April 2018   08:35 Diperbarui: 8 April 2018   05:45 1330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemandangan dari Benteng Tahula (dok. pribadi)

September 2017. Pukul 09.00 WIT, temanku Sari Wahyuni atau biasa yang dipanggil Nona mengantarku menuju pelabuhan Bastiong, Ternate. Dari pelabuhan Bastiong, perjalanan menuju Tidore dengan menumpang speed boat selma delapan (8) menit dengan tarif Rp. 10.000/orang. Setiba di Pelabuhan Rum, Tidore aku menumpang angkot menuju Soasio. Soasio merupakan kota terbesar di Tidore.

Tujuanku adalah ke rumah sakit umum daerah (RSUD) kota Tidore untuk bertemu Kak Zuzan, (panggilan Kak, aku gunakan sebagai panggilan akrab untuk senior di kampus Universitas Hasanuddin).   Dalam perjalanan menuju Soasio, aku melihat pemandangan gunung Tidore. Dari lubuk hatiku yang terdalam, aku berjanji  semoga sebelum meninggalkan Ternate aku bisa menginjakkan kaki di Puncak Tidore. Jumlah kendaraan yang melintas sedikit, jalanan terasa lapang, artinya berkendara sangat nyaman. Udara juga segar yang disebabkan oleh banyaknya pohon di kanan-kiri jalan. Bagiku tempat ini sangat nyaman untuk lari pagi. 

Di sebelah kanan tampaklah Pulau Maitara kemudian air biru yang dihiasi pohon palem. Sepanjang perjalanan menuju Soasio tampaklah bangunan masjid yang menjorok ke laut. Tiba di RSUD kota Tidore, Kak Zuzan mengajakku makan siang di rumah salah satu perawat. Aku ingat sekali, makan siang itu dengan menu kepiting. Ini adalah pertama kalinya aku menyantap kepiting selama  hampir empat bulan berada di Propinsi  Maluku Utara.

Malam hari adalah waktuku untuk bersilaturahmi dengan salah satu senior di Kelautan Universitas Hasanuddin (UH) yakni Kak Khalish. Setelah berbincang-bincang, akhirnya kak Khalish mengajakku menyelami keindahan bawah laut Tidore. Tidak tanggung-tanggung yakni night dive.

"Besok malam kita night dive di Tugulufa saja", Kata Kak Khalish. Ajakannya pun langsung aku terima. Mengutip Kak Khalish, kalau night dive kamu bisa melihat walking sharks. Hewan ini dikenal sebagai nocturnal. Saat itu penyelaman dilakukan di kedalaman sampai 15 meter. Dan ternyata apa yang diucapkan kak Khalish terbukti. Menyelam pertama aku melihat walking sharks. Cantik sekali. Masyarakat Tidore menyebut walking sharks ini dengan sebutan Gurango Buta-Buta yang merupakan salah satu dari Sembilan jenis hiu berjalan yang ada di dunia.

Berikutnya setiap kedatanganku ke Tidore, Kak Khalish selalu mengajakku menyelam baik itu di Tugulufa atau pelabuhan Trikora.

Menyelam di Pelabuhan Trikora, Tidore (dok. pribadi)
Menyelam di Pelabuhan Trikora, Tidore (dok. pribadi)
Selain menyelam, aku juga mengunjungi benteng Tahula dan benteng Tore. Ada juga keraton kerajaan Tidore. Kunjungan ke benteng Tahula atas ajakan Kak Zuzan dan kak Ariel. Aku ingat kunjungan ke benteng Tahula siang hari. Menaiki anak tangga, sampai di atas  dan akan disuguhkan pemandangan biru laut,  Tanjung Soasio dan Pulau Halmahera. Tidak ada tiket masuk hanya sumbangan seikhlasnya buat yang membersihkan kompleks benteng Tahula ini.

Benteng Tahula di buat oleh Spanyol. Pembangunan Benteng ini dimulai tahun 1610 oleh Cristobal de Azcqueta Menchacha (1610 -1612) yang merupakan Gubernur Spanyol saat itu. Benteng Tahula ini terletak di pinggir pantai. Membutuhkan upaya untuk sampai ke atas. Kira-kira ada 120-an anak tangga. Di benteng ini ada penjara juga. Benteng ini masih terawat dengan baik. Ada gazebo juga.

Benteng Tahula (dok. pribadi)
Benteng Tahula (dok. pribadi)
Jika kunjungan ke benteng Tahula bersama Kak Zuzan dan Kak Ariel berbeda halnya saat kunjunganku benteng Torre aku berangkat seorang diri. Dari berbagai sumber menyebutkan bahwa benteng Torre merupakan bukti bahwa Portugis pernah ada  di Tidore. Untuk sampai ke atas, harus naik puluhan anak tangga. Harga tiket masuk Rp. 2.000/orang. Di sepanjang tanjakan, ada dua gazebo. Dari berbagai sumber menyebutkan bahwa benteng Torre dibangun pada tahun 1578 oleh  Kapten Portugis Sancho de Vasconcelos ini berdasarkan persetujuan Sultan Gapi Baguna yang saat itu memerintah. Nama Torre sendiri diyakini berasal dari nama Kapten Portugis lainnya yaitu Hernando de la Torre.

Benteng Torre (dok. pribadi)
Benteng Torre (dok. pribadi)
Setelah mengunjungi kedua benteng tersebut, aku menarik kesimpulan bahwa dua benteng ini sama-sama dibangun di atas bukit batu. Sepertinya waktu itu benteng tersebut berfungsi sebagai pusat pertahanan

Salah seorang seniorku di Korpala Unhas yakni Kak Farida berpesan kepadaku jika aku ke Tidore maka sempatkanlah untuk mengunjugi desa Gurabunga. Atas ajakan sepupu Kak Isra yakni Zainuddin aku mengunjungi  sebuah desa yakni Gurabunga. Gurabunga memiliki arti desa Bunga. Mengunjungi desa ini akan nampak pemandangan susunan rumah penduduk yang tertata dengan bunga-bunga yang indah  dengan beraneka ragam warna dan bau harum dari kayu manis yang sedang dijemur. Letaknya di ketinggian sekitar 800 meter dari permukaan laut (MDPL) tentu saja menjadikan desa Gurabunga memiliki udara yang sejuk. Orang-orang memberikan sebutan desa Gurabunga dengan nama "Negeri Di atas Awan".  Aku pernah baca di salah satu majalah (lupa namanya) bahwa masyarakat Tidore percaya, Desa Gurabunga dikenal sebagai tempat tinggal para sohowi atau penghubung antara pihak Kesultanan Tidore dengan roh leluhur. Dari Gurabunga perjalananku dilanjutkan menuju Lada Ake.  

Rumah Adat di desa Gurabunga (dok. pribadi)
Rumah Adat di desa Gurabunga (dok. pribadi)
Tak kalah dari Gurabunga pemadangan di Lada Ake juga sangat Indah. Jika cerah maka nampaklah pulau Maitara dan kota Ternate. I'm lucky girl. Saat kunjunganku aku bisa menyaksikan semuanya. Aku juga menyempatkan mengunjungi kedaton Tidore. Untuk masuk ke kedaton ini juga ada aturan-aturan yang harus di taati oleh pengunjung.

Lada Ake (dok. pribadi)
Lada Ake (dok. pribadi)
Kedaton Tidore (dok. pribadi)
Kedaton Tidore (dok. pribadi)
Menutup perjalanan aku di kota Tidore, aku mendaki puncak Gunung  Tidore.  Muhammad Fajri Malagapi atau biasa dipanggil Enos, juniorku di Korpala Unhas yang menantangku, ayok kak mendaki Kie Matubu. Ajakannya pun kuterima.

Pendakian menuju puncak Tidore yakni Kie Matubu melalui desa Toloa. Perencanaan meninggalkan desa Toloa pukul 06.00 WIT tetapi kenyataannya berangkat pukul 10.21 WIT. Untuk ketinggian desa Toloa yakni 0 MDPL. Perjalanan dimulai. Tim kami terdiri dari 6 orang yakni aku, enos, dan empat orang pemuda dari Desa Toloa.

Menurut kak Chudiks, jika pendakian dilakukan via Desa Gurabunga aku hanya membutuhkan waktu 3-4 jam perjalanan. Nah karena aku memulai via desa Toloa kemungkinan waktu yang dibutuhkan sekitar 6-8 jam. Pendakian ke Kie Matubu tidak perlu membayar retribusi.

Sebelum memulai pendakian, kami berdoa memohon keselamatan dan dimudahkan perjalanan berangkatlah kami berenam. Awalnya melewati jalan setapak kemudian masuk ke kebun pala. Pala dan beberapa rempah-rempah lainnya merupakan komoditas utama mata pencarian masyarakat. Banyak jalur yang bercabang, beruntung teman pendakianku adalah warga yang telah hafal jalur ini.

Medan yang dilalui menanjak, tidak ada 'bonus' sama sekali sampai di puncak sehingga membuat kaki ini nyut-nyut. Tentu saja perjalanan ini menguras tenaga, apalagi siang itu matahari sedang 'cantik-cantiknya'. Dibutuhkan management air disini. Sejujurnya pendakian ini aku tidak membawa perlengkapan masak. Hanya membawa snack, air enam botol (1500 ml) dan nasi kuning (enam bungkus). Tenda yang kami bawa adalah tenda biru. Itu loh tenda yang biasa digunakan dalam acara misalnya perkawinan.

Ada pantangan ketika mendaki Kie Matubu yakni dilarang membuang air kecil dan besar di dekat puncak, sehingga untuk pendaki laki-laki membawa botol bekas untuk wadah membuang air kecil. Nah kalau pendaki perempuan bisa saja membawa pampers. Waktu pendakian itu aku menahan buang air kecilku selama dua puluh empat (24) jam.

Meskipun tidak membuang air kecil, tetapi menjelang puncak banyak terdapat botol bekas yang berisi air kencing. Ini sama saja, justru menimbulkan sampah. Menjelang puncak terdapat sumber air yakni sebuah  kolam yang airnya dapat dikonsumsi.

Pagi hari adalah waktu terbaik untuk menikmati pemandangan dari puncak Kie Matubu. Aku sempat menyaksikan indahnya sunrise, sebelum turunnya  kabut. Ketinggian puncak Tidore 1730 MDPL meskipun dengan tinggi yang tak begitu menjulang, tetapi diperlukan upaya ekstra untuk sampai di puncaknya.

Tiba di puncaknya, aku disuguhkan pemandangan dengan jelas keindahan pulau Ternate dengan gunung Gamalamanya. Ada juga pulau kecil berada di antara Ternate - Tidore yakni pulau Maitara. Menurut teman pendakianku ada tiga pulau di sisi selatan yakni Makian, Moti dan Mare. Nah yang besar itu berada di sisi barat itulah pulau Halmahera.

Setelah mengabadikan moment, pukul 09.00 WIT aku bergerak turun. Belum cukup satu jam perjalanan akhirnya hujan turun sehingga medan yang dilalui pun menjadi licin dan yang paling parah sang pacet yang bermunculan. Medan yang licin membuatku terpeleset. Jika tak salah ingat sekitar delapan kali aku terpeleset. Dan ada lima belas bekas gigitan pacet di badanku.

Puncak Kie Matubu (dok. pribadi)
Puncak Kie Matubu (dok. pribadi)
Dan lengkap sudah petualanganku di Tidore, menyelami keindahan bawah lautnya dan menggapai titik tertingginya. Tidore, kedalaman dan ketinggiannya sungguh sangat indah. Di kota ini aku menemukan kenyamanan, ketenangan dan kedamaian yang membuatku jatuh cinta. Semoga suatu hari nanti aku bisa kembali ke kota ini. Amien11x.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun