Mohon tunggu...
Rianto Harpendi
Rianto Harpendi Mohon Tunggu... Insinyur - Universe

Dum spiro, spero

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Otomatisasi Mendisrupsi Esensi Manusia sebagai Pekerja

6 Desember 2021   06:00 Diperbarui: 8 Desember 2021   14:05 894
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kita adalah Homo faber, manusia sebagai pekerja. Sumber: gettyimages

Robot/mesin cerdas bisa bekerja keras, mungkin bisa memiliki karir yang bagus dan mencapai banyak hal. Tetapi, robot atau mesin secerdas apapun tidak akan bisa merasa bahagia.

Oleh karena itu, nilai kita sebagai manusia agak dangkal jika hanya diukur dengan status dan pencapaian. Kalau ukurannya sebatas aktualisasi diri robot lebih baik dari kita.

Robot tidak bisa merasa bahagia. Sumber: gettyimages
Robot tidak bisa merasa bahagia. Sumber: gettyimages

Kita perlu memperdalam esensi bekerja. Dalam bekerja, ukuran utamanya bukan hanya jumlah gaji, jabatan ataupun prestasi. Itu penting. Namun, yang lebih penting dan sering kita lupakan ialah apakah kita bahagia?

Harus diakui dimensi kebahagiaan luas dan terkadang ambigu. Tapi setidaknya dengan jam kerja pendek dan pendapatan yang baik, kita memiliki kebebasan untuk membangun kebahagiaan.

Ingatlah apa yang dikatakan begawan filsafat, Socrates, bahwa kebahagiaan adalah tujuan hidup manusia.

Di sisi lain, kita juga tidak perlu terlalu kuatir meskipun semua pekerjaan rutin dan fisik diambil alih oleh mesin atau robot. Kehadiran robot dalam dunia kerja bisa memberikan manfaat bagi perekonomian dunia.

Firma PwC dalam studinya tahun 2018 menyebutkan, penggunaan teknologi seperti kecerdasan buatan dan mesin cerdas bisa meningkatkan pendapatan domestik bruto global tahun 2030 sebesar 14% (sekitar 15 triliun USD).

Selain akan semakin banyaknya jenis pekerjaan baru, kehadiran robot atau mesin cerdas dalam dunia kerja bisa menjadi momentum yang pas bagi kita untuk semakin terbiasa bekerja secara efektif dan efisien. Sehingga, kita lebih leluasa menjalani hidup sebagai manusia yang seutuhnya.

Semoga, bila masanya telah tiba jam kerja yang pendek akan menjadi standar dalam dunia kerja. Hal ini juga pernah diramalkan oleh ekonom John Maynard Keynes dalam esainya 9 dekade yang lalu, bahwa kita hanya perlu bekerja 15 jam dalam seminggu.

Akhirnya, hidup kita tidak hanya habis untuk bekerja, tetapi memiliki waktu yang cukup untuk “bersenang-senang”. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun