Mohon tunggu...
Rianto Harpendi
Rianto Harpendi Mohon Tunggu... Insinyur - Universe

Dum spiro, spero

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Urgensi Skeptisis demi Politik yang Beradab

25 November 2020   06:07 Diperbarui: 25 November 2020   06:15 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber: Ismar Patrizki/ANTARA FOTO via okezone.com

Kita sulit membedakan mana yang fakta dan bebas kepentingan politis. Kalau tidak skeptis kita akan terhanyut dalam pusaran kepentingan aktor politik dan para pendengungnya. Media sosial telah menjadi lahan yang subur bagi buzzer atau influencer politik untuk mempengaruhi dan memanipulasi suara publik.

Selanjutnya, sistem politik yang "kejam" adalah alasan ketiga mengapa kita harus skeptis. Apakah anda pernah dengar pernyataan "malaikat bila menjadi kepala daerah di Indonesia bisa menjadi iblis"?. Kalimat tersebut berasal dari seorang Mahfud MD.

Kalau kita memperluas pernyataan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut, berarti betapa "kejamnya" sistem politik kita sampai- sampai malaikat bisa menjadi iblis.

Kita sering tertipu dengan tokoh politik yang dicitrakan orang baik, mantan aktivis, pintar, idealis, seiman, sederhana atau ulama. Padahal, itu tidak bisa dijadikan modal ketika masuk dalam sistem politik yang kotor dan penuh jerat.

Seorang yang idealis sekalipun bisa menjadi kompromis atau oportunis ketika menikmati kekuasaan. Karakter aslinya sering terlihat ketika menikmati kekuasaan.

Barangkali anda masih ingat pernah ada politisi yang bersuara lantang agar Presiden Jokowi menerbitkan Perppu KPK. Namun, sikapnya berubah menjadi bisu ketika ia masuk dalam pemerintahan.

Ini sesuai dengan apa yang dikatakan Abraham Lincoln: jika anda ingin menguji karakter seseorang beri ia kekuasaan.

Demi Politik Yang Beradab

Akhir tahun ini beberapa daerah akan melaksanakan Pilkada. Bukan lagi rahasia bila hasil Pilkada nanti bisa mempengaruhi peta politik 2024. Sesuatu yang wajar jika mulai banyak tokoh menebar pesona demi 2024. Ada yang terang- terangan meski ada juga yang masih malu- malu.

Kita berharap polarisasi bisa direduksi dan politik identitas tidak terjadi lagi. Ditengah iklim politik yang kerap beracun kita perlu "masker", yaitu sikap skeptis. Sebelum terlambat inilah saatnya kita mulai bersikap skeptis menyikapi dinamika politik, termasuk dalam pesta demokrasi.

Mengapa PPP, PKS dan Gerindra menginisiasi RUU Larangan Minuman Beralkohol (Minol)?. Benarkah yang dikatakan Jusuf Kalla bahwa ada kekosongan kepemimpinan?. Bagaimana track record calon gubernur pada Pilkada nanti?. Mengapa Presiden Jokowi memberikan penghargaan bintang mahaputera kepada hakim MK, padahal gugatan UU Cipta Kerja dan UU Minerba sedang ditangani oleh MK?.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun