Mohon tunggu...
Rianto Harpendi
Rianto Harpendi Mohon Tunggu... Insinyur - Universe

Dum spiro, spero

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Urgensi Skeptisis demi Politik yang Beradab

25 November 2020   06:07 Diperbarui: 25 November 2020   06:15 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber: Ismar Patrizki/ANTARA FOTO via okezone.com

Sejujurnya ada perasaan geregetan bila membincangkan kondisi politik tanah air. Drama politik yang sarat kegaduhan, kebencian, pemujaan atau pencitraan kerap menghiasi diskursus politik.

Ditambah lagi kualitas dan perangai aktor politik (politisi dan partai politik) tanah air juga segitu- gitu saja; kurang lebih sama. Bisa dimaklumi bila semakin banyak orang yang apatis dan muak dengan politik.

Meskipun begitu tidak bisa dipungkiri politik itu penting dan bagian yang tak bisa dipisahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Lagi pula salah satu faktor yang bisa mempengaruhi suatu negara menjadi maju atau tidak adalah kondisi politiknya.

Politik adalah jalan untuk mengelola negara. Bila orang yang mengelolanya punya kompetensi, integritas dan mengabdi untuk negara, maka besar kemungkinan negara itu akan maju.

Selain itu negara- negara maju umumnya memiliki kondisi politik yang kondusif dan stabil. Proses politik negara maju juga relatif terjadi untuk kepentingan bangsa. Anda bisa lihat bagaimana kondisi politik negara Jepang, Norwegia atau Singapura. Bagaimana dengan Indonesia sendiri?.

Polarisasi Politik

Kita pasti sudah paham, sejak Pilkada 2017 politik identitas menguat dan dilakukan secara telanjang. Akibatnya, timbul polarisasi ditengah masyarakat yang masih terasa hingga sekarang. Kondisi politik yang sangat jelas mencerminkan betapa buruknya wajah politik bangsa kita.

Ini dibuktikan dengan hasil penelitian terakhir dari The Economist Intelligence Unit. Karena menguatnya budaya politik identitas di tanah air, lembaga thinktank tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara demokrasi yang cacat (flawed democracies).

Ditengah karut marut politik nan menyebalkan, pertanyaan yang patut kita renungkan bersama adalah: Sampai kapan kualitas politik kita seperti ini? Apakah buruknya kualitas politik murni disebabkan oleh aktor politik semata?.

Dalam tulisannya di Harian Kompas berjudul "Demokrasi Berakal Budi", pengamat politik Burhanuddin Muhtadi menyebutkan, menurunnya kualitas demokrasi yang ditandai dengan maraknya budaya politik identitas juga disumbang oleh publik.

Itu artinya, tidak hanya aktor politik tetapi setiap warga negara punya andil atas baik atau buruknya kondisi politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun