Mohon tunggu...
Rianto Harpendi
Rianto Harpendi Mohon Tunggu... Insinyur - Universe

Dum spiro, spero

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ketika Ahok Bicara Pertamina dan Kadrun

23 September 2020   07:21 Diperbarui: 23 September 2020   07:27 1415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ahok. Sumber : cnbcindonesia.com

Bukan Ahok namanya kalau tidak menimbulkan kontroversi. Sejak duet dengan Jokowi ketika memimpin DKI Jakarta, Ahok sering menjadi media darling. Sepak terjangnya membuat ia disukai dan dibenci. Kehadirannya dalam gelanggang politik nasional telah menguak aib politik Indonesia yang tidak menjunjung kebhinekaan.

Ahok sering dianggap sebagai antitesis politisi Indonesia pada umumnya. Dia dikenal sebagai sosok yang tidak mau kompromi dengan sesuatu hal yang bertentangan dengan prinsipnya. Sikapnya ini kembali diperlihatkannya, ketika ia kembali menjadi pejabat publik, yaitu sebagai Komisaris Pertamina.

Ketika dipilih menjadi Komisaris Pertamina, tidak sedikit yang menentangnya. Kedekatannya dengan Jokowi dinilai sebagai faktor X yang membuat Ahok menduduki posisi Komisaris Pertamina. Karena hal itu juga, banyak orang yang mencibir dan meremehkan Ahok.

Sudah bukan rahasia lagi, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah sapi perah bagi oknum politisi dan pengusaha. BUMN merupakan kue kekuasaan yang dibagi- bagi kepada mereka yang telah berjasa membantu tokoh yang didukungnya berkuasa. BUMN juga telah bermetamorfosa menjadi Anjungan Tunai Mandiri (ATM) bagi para mafia.

Pertamina merupakan salah satu BUMN yang menjadi incaran para mafia. Sayangnya, sampai sekarang praktik menjadikan BUMN sebagai sapi perah dan ATM masih terjadi dan belum tuntas diselesaikan meskipun penguasa di republik ini silih berganti.

Di era Jokowi, mungkin sudah dilakukan berbagai cara untuk mereformasi tata kelola minyak dan gas (migas), agar tidak dijadikan sebagai bancakan bagi mafia. Setidaknya, sudah tiga cara yang dilakukan Jokowi. Yang pertama adalah membentuk Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi yang dipimpin oleh Ekonom senior, Faisal Basri.

Tim Reformasi Tata Kelola Migas ini dibentuk pada tahun 2014, awal pemerintahan Jokowi. Salah satu rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Migas adalah membubarkan Pertamina Energy Trading Ltd (Petral), yang menjadi salah satu sarang mafia migas. Rekomendasi itu disetujui oleh Jokowi dan Petral resmi dibubarkan oleh Jokowi pada tahun 2015. Apakah mafia migas sudah hilang? Tentu saja belum.

Strategi kedua yang dipakai Jokowi adalah dengan menjadikan Erick Thohir sebagai Menteri BUMN. Terlepas dari anggapan banyak pengamat bahwa keputusan Jokowi sebagai praktik balas budi, Erick Thohir merupakan sosok profesional yang berpengalaman dalam mengelola korporasi. Salah satu hasil kinerja Erick Thohir yang patut diapresiasi adalah memecat Direktur Utama Garuda Indonesia yang terlibat skandal penyelundupan sepeda Brompton dan motor Harley Davidson.

Ditengah semangatnya Erick Thohir ingin mereformasi tata kelola perusahaan pelat merah, muncul kabar bahwa relawan dan tim sukses Jokowi meminta jatah jabatan atau posisi di perusahan pelat merah. Menurut pengakuan Adian Napitupulu, Jokowi sendirilah yang meminta nama relawan atau tim sukses kepadanya. Kalau ini benar, maka tepat apa yang ditulis oleh Ben Bland dalam bukunya bahwa Jokowi adalah sosok yang kontradiksi. Ini menunjukkan bahwa Jokowi tersandera oleh kepentingan orang- orang yang berada disekitarnya.

Erick Thohir menyikapi permintaan Adian Napitupulu dengan "curhat" kepada media. Sepertinya, ia tidak senang dengan cara membagikan jabatan di BUMN kepada tim sukses atau relawan. Sikap Erick Thohir tersebut menimbulkan pertanyaan, apakah curhat Erick Thohir kepada media Tempo adalah sinyal peringatan kepada mereka yang memanfaatkan Jokowi untuk meminta jatah posisi di BUMN?. Atau apakah Erick Thohir membeberkan aib itu untuk memberi sinyal kepada Jokowi untuk tidak tersandera oleh kepentingan tim sukses atau relawannya?.

Barangkali sang Menteri BUMN sudah menduga praktik bagi- bagi jabatan di BUMN akan terjadi. Erick Thohir mungkin sudah paham bahwa BUMN adalah lorong yang sangat gelap dan mencekam. Ia butuh teman untuk melawan mafia ditubuh BUMN. Mungkin itu salah satu pertimbangannya menempatkan Ahok di Pertamina.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun