Mohon tunggu...
Riant Nugroho
Riant Nugroho Mohon Tunggu... Dosen - Spesialis Kebijakan Publik, Administrasi Negara, dan Manajemen Strategis

Ketua Institute for Policy Reform (Rumah Reformasi Kebijakan)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Perencanaan Strategis: Bukan Visi Misi

26 Maret 2020   12:48 Diperbarui: 26 Maret 2020   13:00 895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Demikian juga organisasi yang dipimpin seorang pimpinan yang tidak membawa visi, dan ia menyerahkan pembuatan misinya kepada bawahannya yang dibentuk untuk membuat visinya --dan hal ini yang terjadi pada lembaga-lembaga publik di Indonesia, kecuali lembaga Presiden. Tim yang dipimpinnya hanya dapat dimintai memberikan masukan untuk mendetilkan visi, sementara tugas merumuskan visi berada pada kewajiban (bukan hak!) dari pemimpin.

Tugas tim adalah mendetilkan visi, hingga menjadi strategi dan seterusnya. Pemimpin yang tidak bersedia merumuskan visinya terhadap organisasi dapat dikatakan tidak bertanggungjawab atas kehormtan yang diberikan kepadanya sebagai pemimpin puncak -- atau leader. Karena, jika gagal mencapai visi, ia mempunyai ruang yang amat leluasa untuk menyalahkan bawahannya.

Manajemen strategis--sejak formulasi hingga implementasi--- perlu mengikuti kaidah-kaidah tersebut karena memang kaidah tersebut bersifat given atau tidak dapat ditolak. Sama seperti jika seorang anak lelaki kecil hendak kencing, maka langkah pertama adalah membuka resleting celana, menurunkan celana luar, menurunkan celana dalam, mengeluarkan alat pengeluar urine (maaf- penis) dan baru urine dari dalam ginjal dibuang. Jika baru celana luar yang dibuka, tetapi celana dalam belum, tetapi langsung kencing, maka jorok, bukan? Apalagi jika celana belum dibuka langsung kecing, apa namanya kalau bukan ngompol.

Shakespeare --yang bukan guru manajemen--- dalam Hamlet, drama yang ditulisnya, mengatakan what is the meaning of the name, misalnya --seperti kasus di atas "misi" adalah "terjemahan visi"--- atau yang harus ada adalah "Program" (ingat, Program Pembangunan Nasional atau Propenas, yang menggantikan Repelita di jaman Orba) baru kemudian Strategi (ingat ada Renstra, yang dibangun mengacu kepada Propenas). Penamaan tersebut tidak bisa dipungikiri karena alergi dengan istilah Orde Baru, Rencana Pembangunan Nasional, meski kata "rencana pembangunan nasional" itu bukanlah mencerminkan atau copy right dari Orde Baru.

Pada manajemen strategis, "nama" adalah meaningful karena memberikan makna yang berlainan. Ini juga yang perlu menjadi kekritisan kita ketika memberi nama rangkaian manajemen strategis yang kita buat. Ibarat hendak ke bulan, sampai ke derajad pun, kalau perlu dibuat secermat mungkin. Salah satu derajad di bumi bisa hanya 1 senti, tetapi pada jarak ratusan kilometer, bentangan 1% bisa membuat pesawat luar angkasa "ulang-balik" berubah menjadi "pesawat ulang tidak balik"

Jadi, apa agenda kita sekarang. Agenda ini terpulang pertama-tama kepada Bappenas. Sebagai perancang dan pelaksana UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional perlu memperbaiki beberapa pasal vital yang tidak sebangun berkenaan dengan pemahaman akademik, universal, danbest practices dunia. "Berbeda" adalah baik, sepanjang "tidak asal beda", atau "nyleneh".

Jika setiap periode pemimpin misi (yang melekat pada organisasi), maka organisasi itu akan dengan cepat disorientasi bahkan sebenarnya "sudah bubar, karena misinya berubah/berganti" tetapi "masih berjalan" karena wadahnya masih "hidup". Mirip zombie.

Visi adalah tugas pemimpin, bukan tugas bawahan. Pemahaman ini barangkali banyak dipengaruhi Bryson (1995), yang sebenarnya tidak sebangun dengan keberadaan faktual seorang leader. Para penasihat, akademisi, dan praktisi meyakini bahwa visi adalah the most original ingredient dari seorang leader. Jika Pimpinan Kementerian Menyerahkan perumusan visi kepada bawahan seperti yang terjadi hingga kegiatan yang dilakukan oleh sebuah produsen sabun mandi, "cuci tangan bersama".

Pembelajaran

Tetapi memahami misi dan visi saja tidaklah memadai. Karena itu, kita perlu memahami bagaimana perencanaan strategis secara utuh, tidak semata-mata dari teori, tetapi bagaimana membawa teori dan pengalaman terbaik menjadi fakta seni dan ketrampilan, menjadi in action.

Masalah lain adalah, kita terlanjur melihat perencanaan strategis sebagai panasea, obat mujarab bagi semuanya. Akibatnya, begitu suatu organisasi selesai merumuskan renstra, semua bernafas lega: "Nah, selesailah tugas kita!" Kita seringkali berfikir (dan berbuat), bahwa kalau renstra sudah ada, maka renstra akan berjalan dengan sendirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun