Mohon tunggu...
Arie Riandry
Arie Riandry Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurusan Studi Agama Agama
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Teks Komersil

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Ingatan

12 Juli 2020   19:19 Diperbarui: 12 Juli 2020   19:07 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Jalanku memamang pernah tersesat menemui tempat penungguanmu. Kita pernah lama bertahan sampai menghabiskan waktu berbagi cerita menemukan kecocokan. Segala luka dan bahagia acap kali menjadi kawan sekaligus lawan. Karena cumbu rayu kian datang menghadang. Dan, darimu aku banyak peroleh petuah senjata kata. 

Peranmu pernah menjadi kekuatan yang sering menabur perhatian. Hingga, kita sampai diwanti-wanti oleh sederet kelompok dan golongan. Karena kita selalu membuka tabir gelap di negeri ini yang selalu dirawat rapi setiap peralihan kekuasaan.

Walau kita sekarang terpisah, peranmu tetap menjadi sosok yang selalu dirindukan. Kau adalah ibu peradaban yang sedang dilumuri air mata. Dan, aku adalah generasi emas yang siap mengajak yang lain untuk menghapus air matamu. Berhentilah menjatuhkan hujan. Tanah subur kita sedang digauli para pewaris peradaban yang ingin meletakan sejarah zamannya. Merah putihmu akan tetap berkibar tanpa perlu diinjak-injak melancarkan kepentingan para biadab menebar penindasan.

Ibu ketuban masih memberikan kesempatan pada temu. Tugas kita sebagai generasi adalah tetap melanjutkan api gagasan-gagasan berlian. Kita tak perlu lupa pada warisan sejarah yang sampai sekarang tetap dirawat. Dan, kini udara air mata tetap jadi segudang inspirasi. Lautan asa dari keringat petani, kaum miskin kota, buruh, dan pelaut sering berkumandang. Ragaku tak akan kesasar meletakan batu dasar menuju jalan pulang asal mula raga dibentuk. Dan, kita tetap sama-sama berusaha menjawab jalan mimpi banyak orang yang masih terkandas.

#
Aku terkesima sederet rupa
Kaki melangkah dengan rasa
Bergeser ke belahan timur benua
Tempat keramat yang terus menjerit
Dan, budi-adat tetap melangit

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun