Jalanku memamang pernah tersesat menemui tempat penungguanmu. Kita pernah lama bertahan sampai menghabiskan waktu berbagi cerita menemukan kecocokan. Segala luka dan bahagia acap kali menjadi kawan sekaligus lawan. Karena cumbu rayu kian datang menghadang. Dan, darimu aku banyak peroleh petuah senjata kata.Â
Peranmu pernah menjadi kekuatan yang sering menabur perhatian. Hingga, kita sampai diwanti-wanti oleh sederet kelompok dan golongan. Karena kita selalu membuka tabir gelap di negeri ini yang selalu dirawat rapi setiap peralihan kekuasaan.
Walau kita sekarang terpisah, peranmu tetap menjadi sosok yang selalu dirindukan. Kau adalah ibu peradaban yang sedang dilumuri air mata. Dan, aku adalah generasi emas yang siap mengajak yang lain untuk menghapus air matamu. Berhentilah menjatuhkan hujan. Tanah subur kita sedang digauli para pewaris peradaban yang ingin meletakan sejarah zamannya. Merah putihmu akan tetap berkibar tanpa perlu diinjak-injak melancarkan kepentingan para biadab menebar penindasan.
Ibu ketuban masih memberikan kesempatan pada temu. Tugas kita sebagai generasi adalah tetap melanjutkan api gagasan-gagasan berlian. Kita tak perlu lupa pada warisan sejarah yang sampai sekarang tetap dirawat. Dan, kini udara air mata tetap jadi segudang inspirasi. Lautan asa dari keringat petani, kaum miskin kota, buruh, dan pelaut sering berkumandang. Ragaku tak akan kesasar meletakan batu dasar menuju jalan pulang asal mula raga dibentuk. Dan, kita tetap sama-sama berusaha menjawab jalan mimpi banyak orang yang masih terkandas.
#
Aku terkesima sederet rupa
Kaki melangkah dengan rasa
Bergeser ke belahan timur benua
Tempat keramat yang terus menjerit
Dan, budi-adat tetap melangit