Hari itu 28 Februari 2025. Tepatnya Jumat. Bang Mus merasa lemas karena demam yang ia rasakan. Ia tak bisa pergi Jumat ke Masjid Taqwa Muhammadiyah Kota Padang Panjang sebagai basisnya berkecimpung sebagai Ketua atau Pimpinan Daerah Muhammadiyah Padang Panjang, Batipuh, dan X Koto.
Akupun membonceng beliau ke Masjid Ilham dekat rumah.
"Nanti usai Jumat telpon ya, Pa biar Yu jemput." Begitu perjanjian kami berdua dengan suami. Kami hanya bertiga sekarang di rumah. Beliau, aku, dan si bungsu Yola. Si sulung di Jakarta dan si tengah di Semarang.
"Coba jalan saja pulangnya, gimana?" Tanya beliau.
"Boleh coba jalan pulang. Tapi tetap telepon, ya!" Bujukku setelah beliau turun dari motor dengan pelan. Beliaupun mengangguk. Lalu aku menjalankan motor untuk pulang sambil memperhatikan jalan untuk menyeberang dan tempat pembuangan sampah di seberang masjid itu.
Akupun menyeberang dan membuang sampah di sana yang kubawa dari rumah tadi.
Kemudian aku menuju kedai Ante Rita dekat rumah untuk membeli air mineral gelas dan cemilan. Segan sekali ketika ada Bang Afdi dan rombongan dari PWM (Pimpinan Wilayah Muhammadiyah) Sumatera Barat itu datang menjenguk suami bersama utusan Pondok Pesantren Kauman, Pak Amel dan Buya Ihsan tak ada minuman kala itu.
Ternyata kedai Ante Rita tutup karena jam shalat dzuhur. Akupun kembali ke arah masjid Ilham. Aku mampir di kedai dekat Ilham itu. Kutbah Jumat sudah bergema ketika aku beli air mineral dan biskuit sari roma kelapa di sana. Lalu pulang ke rumah. Aku langsung shalat sunnah, dzuhur, sunnah lagi karena sudah berwudhu saat mengantar suami ke masjid.
Usai berdoa hpku berbunyi. Ternyata suamiku Bang Musriadi Musanif menelpon, "Halo Pa?" Tanyaku.
"Jemput lagi," katanya dari seberang lansung to the point.