Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

4 Sarjana, 1 SMA, dari Bertani di Tanah Warisan Kakek Nenek untuk Ayah

24 Juni 2022   18:06 Diperbarui: 25 Juni 2022   07:20 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
mencabut same: sumber foto cetak sawah.antaranews.com

Sawah itu terletak di Sibodak Dokek. Dulunya 2 petak dengan luas 7 lungguk. Jangan tanya saya teman, 2 lunggung itu berapa meter per seginya. Sungguh saya tak mengerti. Matematika itu susah bagi saya anak kampung ini karena waktu SD guru kami mungkin lupa memaksa kami menghafal perkalian 1-10.

Apa mungkin saya cabut waktu guru menyuruh menghafal kali-kali itu? Rasanya tidak. Waktu SD kami belum mengenal istilah cabut. Permisi saja takut bila kebelet pipis apalagi cabut. Rasanya gak pernah cabut.

Tiap pulang sekolah kami bertiga adik kakak pergi ke sawah untuk menjemput kunci rumah, makan siang, dan mandi-mandi di sungai. Sungainya bersih belum terkontaminasi sampah apa lagi limbah.

Batu-batunya berwarna hitam. Eksotik tertimpa sinar matahari. Begitu teduh di bawahnya karena pohon kuini yang berdaun lebat. Eh kuini atau mangga? Lupa saya.

Sesekali ayah memasang lukah sejenis penangkap ikan dari bambu. Susah menjelaskannya berapa ukuran panjang kali lebarnya karena saya lagi-lagi tak paham matematika.

Yang jelas ujung-ujungnya ada lubang. Konon dari situlah ikan tersesat masuk ke dalam lukah. Tersesat memang merugikan kita. Contohnya mujahir, ikan mas, tikkalang, dan ruting itu. Mereka terperangkap.

Ikan itu dibersihkan oleh umak dengan telaten. Hingga berubah warna permukaan ikan-ikan itu menjadi keputihan. Apalagi sudah diberi perasan jeruk nipis dan sedikit garam.

Jeruk nipis itu tumbuh subur di samping sopo. (Pondok sawah) dan berbuah lebat. Kami suka menjadikan jeruk nipis ini sebagai cemilan di sawah. Jeruk nipis dibelah dua. Diberi cabe giling dan sedikit garam lalu kami cucuk-cucuk pakai lidi dan lidi itulah yang kami hisap.

Rasa asam, asin, dan pedaslah sensasi memakannya. Itulah snack kami menyetarai bakso tusuk si tukang bakso di depan sekolah si dedek. Meski masam, asin, dan pedas tetap nikmat kala itu. Hingga sekarang lidah saya tetap berair mengenang itu.

Ikan itupun dibungkus umak dengan daun pisang yang tumbuh subur di gadu sawah (gadu apa ya bahasa Indonesianya?) Pematang mungkin. Dengan rapi beliau bungkus. Seperti pepes zaman ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun