Mohon tunggu...
Rian Andini
Rian Andini Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Emak Blogger

rianandini999.blogspot.com resensiriri.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Persamaan Jodoh dengan Produk Skin Care

7 Maret 2020   08:35 Diperbarui: 7 Maret 2020   08:29 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belakangan ini saya lagi tergila-gila dengan produk perawatan wajah. Di usia yang tidak lagi muda, budget yang pas-pasan, dan utang yang tak kunjung usai, sungguh ini adalah waktu yang tidak tepat untuk menyadari bahwa buang-buang uang untuk produk perawatan wajah adalah sesuatu yang sangat menyenangkan. 

Saya baru menyadari bahwasanya efek beli skin care dan kosmetik bisa diibaratkan seperti mata air di tengah padang gurun yang menyembuhkan kehausan. Atau versi remehnya seperti kabar mantan yang gagal nikah. Sebuah mood booster yang menyegarkan semua kejenuhan yang melanda di kehidupan. 

Oleh karena itu, saya sangat paham bahwa pekerjaan sebagai beauty vlogger, memiliki peluang yang sangat besar untuk terus berkembang sepanjang wanita masih memiliki hasrat untuk menjadi cantik. Sekaligus menjadi sangat berisiko.

Risiko utamanya adalah setiap orang memiliki kondisi wajah yang berbeda-beda. Sebenarnya, semua masalah wajah menjadi tidak penting ketika penderitanya bisa  menjalaninya dengan perasaan bahagia. 

Itu baru pembahasan produk perawatan wajah, belum soal perawatan tubuh atau rambut. Wanita memang gender yang paling potensial dan paling banyak diincar kaum kapitalis untuk terus disuguhi berbagai macam produk dengan janji-janji manis bagai madu. 

Padahal jika berbicara saat perawatan wajah, ada begitu banyak faktor yang mempengaruhi  keefektifan suatu produk. Oleh karena itu, penting sekali untuk memahami karakteristik wajah sendiri sebelum mempercayai sebuah review dari seorang beauty vlogger. Teorinya sih seperti itu.

Namun, tetap saja pada praktiknya kita akan selalu tergiur dengan semua produk yang mereka bilang, "Ini sangat bagus, ini sangat cocok". Padahal, cocok dan enggaknya itu mesti dirasakan sendiri, bukannya percaya seratus persen sama review. Ibarat jodoh, kita memang mesti merasa sendiri secara langsung bagaimana rasanya hidup dua puluh empat jam sampai mati sama orang yang kita jatuhi cinta bertubi-tubi.

Setelah itu, baru boleh kembali bicara cinta. 

Sampai pada titik ini, baik jodoh maupun skin care, sama-sama memiliki pesona yang begitu luar biasa sampai akhirnya sirna ketika sudah dimiliki. Kok bisa begitu ya? Saya juga gak tahu.

Kalau memang gak cocok, sebuah produk akan membuat iritasi di kulit. Begitupula jodoh, yang akan membuat iritasi di hati, otak, serta jantung koroner. Padahal suatu produk tentunya dibuat untuk menyehatkan bukannya sebaliknya. Namun, serupa pula dengan jodoh, ada faktor x yang gak bisa disangkal. 

Kalau skin care sih, tinggal buang atau kasih ke tetangga. Lah, tapi kalau jodoh, kan ya gak bisa begitu.

Prosesnya begitu rumit, menguras hati dan uang juga pastinya. Ada air mata, keluarga yang juga patah hati, serta ruang kosong yang tersisa setelah semuanya usai. Rasa lega setelah menyingkirkan jodoh yang tak cocok tak bisa disamakan dengan membuang skin care yang tak cocok.

Meski pertaruhan untuk menikah begitu besar, nyatanya KUA masih terus menerus penuh, sepenuh antrian di pengadilan agama.

Perlakuan pada jodoh yang tak cocok memang tak seharusnya disamakan dengan sebuah produk. Kalau katanya om Deddy Corbuzier, ketika ada yang rusak dalam rumah tangga ya diperbaiki, bukannya dibuang terus beli yang baru. Jadi, masih pengen nulis resolusi menikah di tahun 2020?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun