Malam semakin menggigil. Ditunggunya kabar dari suaminya. Karena hanya dengan cara itu ia bisa berkomunikasi dengan Deddy. Menungguinya di rumah sakit juga tidak diperbolehkan.
Lebaran yang tidak seperti biasanya. Tak ada takbir keliling membawa obor seperti biasanya. Hanya terdengar takbir dari masjid, yang dihadiri beberapa orang saja, karena sosial distancing. Orang-orang di kampung sudah mulai menyadari betapa pentingnya menjaga jarak di musim pandemi.
Malam semakin larut. Tak ada suara jengkerik. Bahkan napas Badriyah sendiri terasa tertinggal di rumah sakit. Hatinya terasa ciut. Kenapa seharian ini belum ada kabar tentang suaminya yang dirawat.
**
Hp menyala. Hati badriyah terasa ikut menyala. Dibukanya lho kenapa tidak dari suaminya melain nomor lain tak dikenal. Suara penelpon dari seberang. Seorang lekaki mengabarkan bahwa suaminya sudah tak tertolong. HP masih di tangan, pandangan mata terasa kabur, kepalanya begitu berat.
Tak terasa ia berteriaak, "Ayaaah, kenapa ayah meninggalkan aku dan anak kita?"
Suara tangisan badriyah membangunkan Ozzy yang sedang pulas. Ia dapati ibunya menangis Ozzy ikut menangis. Terasa ada ruang yang denganbteriakan keras mereka berdua. Bagai tertimpa tsunami. Kepala Badriyah terasa dijatuhi reruntuhan bangunan rumahnya. Ia tak sanggub memyampaikan apa yang terjadi kepada Ozzy. Hanya satu kalimat yang keluar dari mulutnya, "Ayahmu Ozzyyyy, ayahmu telah dipanggil Tuhan. Ayah meninggal karena sakit corona."
Terasa kerongkongan Badriyah semakin kering. Dalam kesedihan yang amat sangat ia juga tak bisa menyaksikan wajah terakhir suaminya terkasih. Pukul 02.00 WIB, jenasah Dedy dimakamkan. Hanya dengan petugas berpakaian APD. Tak ada tetangga maupun sanak saudara yang bisa mengikuti.
Wajah Ozxy murung. Hilal dalam hatinya hilang. Berganti mendung yang membawa senyum ayahnya.
***