Mohon tunggu...
Baf Oemar
Baf Oemar Mohon Tunggu... Karyawan Kantor -

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Memaksa Angin "Sign Out" Dengan Kerokan

26 November 2017   23:53 Diperbarui: 27 November 2017   09:07 1240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi kamu yang hobi "wara-wiri" dijalanan dengan sepeda motor, tentu tidak asing dengan yang namanya masuk angin bukan? Tentu. Masuk angin merupakan konsekuensi yang biasa terjadi ketika kita memutuskan untuk berkendara di jalanan. Bagi kita yang hobi melesat di atas sepeda motor, angin boleh jadi makanan hari-hari yang wajib dikonsumsi. Kamu mungkin boleh saja mengenakan jaket tebal atau rompi pelindung untuk menghalau angin, tapi percayalah itu hanya sebatas me-minimalisir. Karena pada dasarnya angin termasuk kategori unsur ringan yang sulit dibendung untuk sign in ke tubuh manusia.

Sebagai pekerja lapangan yang aktif bergerilya dijalanan, saya faham betul yang namanya masuk angin. Perlu diketahui bahwa gejala masuk angin lazimnya tidak spontan terasa seketika kita berkendara. Beberapa gejala masuk angin justru kentara setelah kita selesai berkendara dan berada dirumah. Ketika dirasa badan meriang seperti mau demam, kepala pusing, bersin-bersin, perut kembung, sering bersendawa, badan terasa pegal-pegal dan sering buang angin dengan aroma yang tidak sedap, maka disaat itu saya sadar bahwa angin sudah "sign in" ke dalam tubuh. Lalu bagaimana proses masuknya angin ke dalam tubuh? Simak pengalaman saya berikut ini.

Suatu hari, saya berangkat untuk bertugas menuju suatu desa yang berjarak lebih kurang 75 kilometer dari kantor tempat saya bekerja. Seperti biasa saya ditemani tunggangan setia, sebuah motor tipe sport pabrikan sayap mengepak. Pagi itu cuaca terlihat cukup bersahabat. Matahari bersinar terang dari timur dan saya berharap sang surya terus exist hingga sore menjelang. Jujur, saya sempat khawatir apabila nanti dijalan tiba-tiba turun hujan. Maklum, waktu itu sedang berlangsung musin penghujan. Apalagi ditambah rute perjalanan saya hari itu tergolong medan yang berat. Aspal hanya ditemui sepanjang 45 kilometer, selebihnya saya harus berjuang melewati jalan rusak, berlubang, berlumpur dan becek. Desa yang menjadi tujuan saya merupakan daerah perkebunan kelapa sawit. Sepengetahuan saya, akses jalan menuju dan dari desa ini tidak pernah mulus untuk dilalui.

Setelah lebih kurang 2,5 jam menelusuri jalan, akhirnya saya tiba di desa tujuan. Setibanya di desa tersebut, saya beristirahat sejenak sembari menikmati minuman dingin yang dijual sebuah warung pinggir jalan. Setelah istirahat dirasa cukup, saya kemudian melanjutkan perjalanan menuju alamat sebuah rumah. Sekira 30 menit, tugas saya di desa tersebut kelar, sayapun bergegas pulang. Sambil melaju di atas kendaraan, saya melihat langit mulai gelap. Angin bertiup cukup kencang pertanda akan turun hujan. Seketika saya teringat jas hujan yang selalu tersimpan di dalam ransel. Dalam hati saya berkata "biarlah, jikapun hujan turun saya tinggal mengenakan jas hujan dan masalah selesai". Sekitar 5 kilometer saya menempuh perjalanan, hujan tiba-tiba turun dengan sangat deras. Tanpa pikir panjang, saya pun segera menepi di pelataran sebuah ruko. Usai menepi, saya segera membuka ransel untuk mengambil jas hujan. Betapa terkejutnya saya ketika melihat jas hujan tidak berada di dalam ransel. Sambil menyesali, saya lantas teringat bahwa jas tersebut masih terjemur di rumah. Jas hujan tersebut basah karena saya pakai sehari yang lalu. Saya pun kemudian tertunduk lesu sambil berharap hujan segera reda.

Setelah lelah 1 jam menunggu dan hujan tidak kunjung reda, saya pun memutuskan untuk tetap pulang dengan menerobos guyuran hujan. Alhasil, sekujur badan pun basah kuyup. Di sepanjang perjalanan, saya merasakan menggigil kedinginan diterpa guyuran hujan kencang. Di atas kendaraan, saya mulai mengalami gejala bersin-bersin. Singkat cerita, saya pun akhirnya tiba di rumah usai menempuh 2,5 jam perjalanan ekstrim. Nah, ketika berada di rumah barulah saya mulai merasakan berbagai gejala seperti pusing dan badan meriang seperti mau demam. Ibu yang melihat kondisi saya basah kuyub kemudian menganjurkan agar saya segera mandi. Setelah mandi, barulah ibu menghampiri saya sembari membawa Balsem Lang dan uang logam tebal 100 rupiah (bergambar rumah adat sumatera barat). Ibu pun kemudian mulai mengerok bagian punggung saya.

eqyjaisd-5a1af2acc81c6342110b13c3.jpg
eqyjaisd-5a1af2acc81c6342110b13c3.jpg
Dengan telaten, ibu mulai melakukan pengobatan tradisional "kerokan". Kerokan diawali dengan mengolesi Balsem Lang pada punggung bagian atas. Kemudian diikuti dengan melakukan kerokan menggunakan uang logam pada bagian yang telah diolesi Balsem Lang. Dalam kondisi badan meriang, saya sadar betul pola kerokan yang dilakukan ibu. Kerokan diawali dari tulang punggung bagian tengah lalu ditekan ke samping. Sembari mengerok, sesekali ibu rutin bertanya "apakah sakit nak?". Saya pun menjawab pelan 'tidak bu'. Barangkali ibu hanya khawatir jika tekanan kerokan yang dilakukan terasa sakit. Begitu seterusnya hingga kerokan penuh di sekujur punggung.  Setelah kerokan selesai dilakukan, ibu kemudian menyuruh saya mengenakan baju hangat dan tidur.

Awalnya sulit bagi saya untuk tidur dan memejamkan mata usai kerokan. Efek hangat yang ditumbulkan Balsem Lang terasa begitu dahsyat hingga 45 menit lamanya. Punggung yang selama 2,5 jam kedinginan akibat diguyur hujan, kini justru berubah 360 derajat. Saya bahkan sempat khawatir "jangan-jangan punggung saya terbakar dan mengelupas".  Seingat saya, efek hangat Balsem Lang tidak begitu kuat terasa jika tidak dibarengi dengan kerokan. Dalam hati, saya kemudian mencoba untuk men-definisi-kan arti kerokan. Kerokan menurut saya (mungkin) adalah "suatu teknik pengobatan untuk mengatasi gejala masuk angin dengan cara melakukan pola kerokan menyamping pada bagian punggung menggunakan uang logam dan Balsem Lang".

Setelah 45 menit dibalut kehangatan dahsyat, saya pun kemudian tertidur pulas hingga pagi. Keesokan harinya, saya terbangun dan perlahan merasakan kondisi badan bugar. Ibu yang melihat kondisi saya kemudian menyarankan untuk mandi. Spontan, saya pun segera menuju kamar mandi dan mengguyur sekujur badan dengan air. Wah, betapa segar air yang saya rasakan pagi itu. Efek guyuran air terasa begitu menyegarkan ketika membasahi tubuh. Saya bahkan hampir lupa jika sebelumnya nyaris tumbang akibat meriang. Sejak saat itu, barulah saya tersadar bahwa khasiat pengobatan tradisional kerokan memang dahsyat. Kerokan memang terbukti ampuh mengatasi masuk angin. Perpaduan teknik kerokan dibalut dengan kehangatan Balsem Lang, menurut saya terbukti manjur dan efektif memaksa angin "sign out" dari dalam tubuh. Rasanya tidak salah jika dikatakan pengobatan tradisional kerokan hingga kini tetap ampuh mengatasi masalah masuk angin. Kerokan terbukti "100 persen" mengusir angin dari dalam tubuh saya. Ini merupakan pengalaman yang unik dan menarik bagi saya.

So mulai sekarang, bagi kamu yang akrab dengan jalanan wajib menyimpan Balsem Lang di rumah. Jangan ragu karena Balsem Lang terbuat dari campuran bahan-bahan alami bermutu tinggi. Balsem Lang memiliki beberapa keunggulan yang tidak ditemukan dalam produk sejenis. Saya tahu persis karena dari dulu hingga sekarang ibu selalu menyediakan Balsem Lang di rumah. Menurut ibu, Balsem Lang memiliki keunggulan dibanding produk-produk serupa. Beberapa Keunggulan tersebut antara lain adalah Balsem Lang tidak lengket dan memiliki aroma yang menenangkan. Balsem Lang selain ampuh mengusir masuk angin, juga terbukti manjur membantu meringankan rasa sakit dan nyeri, pusing, pegal-pegal, nyeri sendi, salah urat, keseleo, sesak napas, mabuk perjalanan, dan gatal-gatal karena gigitan serangga.

 Balsem Lang dan kerokan merupakan perpaduan yang sempurna untuk mengatasi masuk angin. Pengobatan ini sering saya jumpai dari dulu hingga sekarang. Banyak teman dan keluarga saya hingga kini masih mempercayai kerokan untuk mengusir masuk angin. Bagi mereka, kerokan merupakan tradisi turun-temurun dalam mengatasi masalah masuk angin. Mereka tidak pernah langsung berobat dan minum obat ketika masuk angin. Tapi yang mereka lakukan hanya dengan Balsem Lang dan kerokan uang logam.

Namun ada beberapa hal yang wajib kita ketahui tentang aturan kerokan. Sebagian besar orang yang saya kenal dan mengaku pernah kerokan menganjurkan agar kerokan tidak dilakukan pada tubuh bagian dada. Mengapa? Karena dada termasuk salah satu organ tubuh yang cukup sensitive. Pada bagian dada, terdapat beberapa organ vital seperti paru-paru dan jantung. Kerokan juga dilarang dilakukan pada bagian perut. Menurut mereka bagian perut tidak boleh dijadikan sasaran kerokan karena justru dapat mengganggu beberapa fungsi organ pencernaan. Seyogyanya, menurut mereka kerokan hanya dilakukan pada bagian punggung. Mulai dari  punggung bagian atas hingga bawah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun