Mohon tunggu...
Ria Kusumawati
Ria Kusumawati Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Panggil Aku Yusuf

21 Agustus 2017   08:44 Diperbarui: 21 Agustus 2017   09:26 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kisah ini merupakan kisah nyata yang saya angkat dari perjalanan hidup seorang kawan lama yang nama dan inisialnya disamarkan.

Saya mengenalnya sejak duduk di bangku kelas 1 SD. Namanya Yulius. Bocah yang selalu ceria, semangat dan selalu ingin tau. Dia lahir dan dibesarkan dari keluarga non muslim, namun bergaul dan berkawan sehari-hari dengan teman-temannya yang mayoritas muslim. Di sekolah dasar tempatnya menimba ilmu hampir semuanya muslim, hanya segelintir orang dan bisa dihitung dengan sebelah jari yang memeluk agama yang sama dengannya.

Dia seorang yang taat beragama, namun seiring dengan pergaulannya sehari-hari, dia cendrung merasa senang ikut belajar agama islam dengan teman-teman muslimnya. Setiap pelajaran agama islam, dia ikut mendengarkan di kursi paling belakang. Ditambah lagi dengan pola belajar guru agamanya yang menyenangkan dia semakin tertarik untuk mendengarkan. Tak jarang pula dia pamit dari rumah ikut pesantren kilat yang diadakan setiap tahunnya di sekolah pada saat liburan. Dia juga beberapa kali ikut takbiran bersama-sama teman sekelasnya.

Tahun demi tahun berjalan, tak terasa kini anak itu sudah menamatkan sekolah dasarnya. Beberapa sahabat baiknya memilih sekolah di luar pulau untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Sedangkan dia memutuskan melanjutkan sekolah menengah pertamanya di SMP negri yang tak jauh dari rumahnya. Sekolah itu tergolong cukup baik, untuk tingkat kabupaten itu merupakan sekolah menengah pertama peringkat I. Karena tergolong cerdas dan lulus dengan nilai yang sangat tinggi, dia bisa lulus dengan mudah untuk masuk SMP I. sejak masa orientasi siswa atau yang kita kenal dengan sebutan MOS dia begitu menonjol dibandingkan dengan teman-temannya yang lain. Sifatnya yang loyal dan mudah bergaul membuatnya cepat dikenal di kalangan siswa dan guru.

Dalam akademis, dia selalu mendapat peringkat pertama. Tidak heran.....karena selain pandai dia juga termasuk pekerja keras.

Dua tahun kemudian sayapun menyusul di sekolah yang sama dengannya, dan menjadi adik kelasnya lagi. Waktu itu dia sudah naik kelas 3 sedangkan saya baru duduk di kls 1 SMP. Walaupun satu sekolah kami jarang bertemu karena di sekolah kami, kls 1 masuk sekolah pukul 13.00 seusai kls 1 s.d 2 belajar karena keterbatasan ruang kelas. Namun kebetulan kami adalah perangkat OSIS yang terpilih melalui rapat pemilihan pengurus, sehingga pada momen-momen kegiatan OSIS kami bisa bertemu. 

Hal pertama yang saya liat dari dia selepas SD dulu adalah dia semakin tertarik dengan islam. Setiap ada waktu dia meminta kami mengajarkannya berwudhu dan shalat. Awalnya kami juga risih karena dia non muslim. Tapi Pembina OSIS kami orangnya sangat bijak. Beliau bukan sekedar guru bagi kami semua melainkan sudah seperti bapak kami sendiri. Saya beberapa kali mendapati pengurus lain curhat kepada beliau, ternyata tidak hanya masalah pelajaran tapi tentang keluarga bahka n urusan cinta monyet mereka.....hehe.

Saya masih ingat dengan nasihat beliau

"Kita ini cuma manusia anak-anakku.....kita tidak pernah tau rahasiaIlahi.....memang benar sekarang dia non muslim itu karena agama keturunan kita masing-masing. Namun dengan bimbingan dari kita, mungkin Allah memberikan hidayah padanya, karena tugas manusia hanya menyampaikan, Allahlah yang member petunjuk".

Meskipun beliau bukan guru agama namun kata-kata beliau penuh makna dan menyejukkan hati. Beliau pandai menyampaikan sesuatu dengan menyesuaikan pada umur kami yang masih remaja, sehingga sangat mudah memahami apa yang ingin beliau sampaikan.

Tentu saja nasehat beliau itu sangat tepat dengan firman Allah SWT dalam QS. Al Qashash ayat 56 yang artinya :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun