Mohon tunggu...
Ria DiniTutiyaningsih
Ria DiniTutiyaningsih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Hobi Membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Kearifan Lokal Sungai Subayang Desa Gema Kampar Kiri Hulu dalam Mengelola Lubuk Larangan

4 Desember 2022   14:30 Diperbarui: 4 Desember 2022   14:29 2033
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

         Kearifan lokal merupakan pandangan hidup dan pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan berupa aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat setempat dalam menanggapi berbagai persoalan yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhannya. Daerah Air Sungai (DAS) adalah unit ekosistem yang dibatasi oleh pemisah topografi yang bertindak sebagai pengumpul, penyimpan, dan penyalur air, sedimen, dan unsur hara di seluruh sistem sungai. Kesadaran masyarakat Kabupaten Kampar Kiri Hulu akan sumber daya alam yang dikelola dengan baik merupakan tanda bahwa mereka peduli terhadap lingkungan. Observasi ini berfokus untuk menggali kearifan lokal DAS Kampar Kiri Hulu di Provinsi Riau.

          Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu kesatuan ekosistem yang dibatasi oleh pemisah topografi yang berfungsi sebagai pengumpul, penyimpan, dan penyalur air, sedimen, dan unsur hara melalui sistem sungai. Daerah yang dibatasi oleh titik-titik tinggi tempat air hujan terkumpul di daerah tersebut dan secara alami menjadi bagian dari siklus hidrologi. Fungsi hidrologi DAS meliputi aliran air, pelepasan air secara bertahap, pemeliharaan kualitas air, dan pengurangan luapan massa oleh aliran permukaan, mulai dari hulu, tengah, dan hilir.

          Kearifan lokal (local indigenius) merupakan jawaban kreatif terhadap situasi geografis-politis, hitoris, dan situasional yan bersifat lokal yang mengandung sikap, pandangan dan kemapuan suatu masyarakat didalam mengelola lingkungan rohani dan jasmaninya. Semua itu meupakan upaya untuk dapat memberikan kepada warga masyarakatnya suatu daya than dan daya tumbuh di wilayah dimana masyarakat itu berada.   Kabupaten Kampar merupakan daerah Kabupaten yang memiliki potensi kebudayaan dan wisata alam yang dapat dikembangkan diantaranya adalah potensi Lubuk Larangan tepatnya di Sungai Subayang Desa Gema, Provinsi Riau. Lubuk Larangan adalah salah satu Kearifan lokal yang dikelola secara bersama dan biasanya mempunyai badan hukum dan aturan-aturan yang disepakati secara bersama yang disepakati oleh pemimpin-pemimpin di Kenagarian tersebut yang meliputi: Ninik Mamak, Pihak Pemerintah Desa, dan Organisasi Pemuda. 

         Secara etimologi, lubuk larang terdiri dari kata  “lubuk” dan kata “larang”. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata “lubuk” diartikan “tempat yang dalam di sungai, telaga, atau laut”, sedangkan kata “larang” diartikan “perintah dilarang melakukan suatu perbuatan”. Jika kata ini ditambah dengan akhiran –an akan menjadi kata “larangan”. Aturan lubuk larang atau lubuk larangan mengartikan sebuah lubuk, bagian sungai yang berceruk dan menjadi tempat ikan bertelur, dilarang dan dibatasi pengampilan ikannya selama setahun sekali atau dalam kurun waktu tertentu, atas dasar kesepakatan bersama masyarakat. Secara sederahan orang akan cepat mengartikannya sebagai suatu kawasan tertentu di sungai yang dilindungi dalam masa tertentu.

         Masyarakat pinggir Subayang melaksanan tradisi budaya Adat lewat Panen Ikan di suatu tempat yang disebut dengan Lubuk Larangan, dimana kawasan tersebut telah disepakati dilarang berdasarkan aturan Adat dan hukum Adat yan berlaku di Masyarakat Adat, intinya tidak boleh melakukan menangkap ikan yang ada didalamnya (potensi Sungai). Lubuk Larangan ini adalah Suatu Wilayah Sungai yang terlarang, dan Lubuk merupakan bagian dari lokasi tertentu artinya, Sungai yang memiliki kedalaman yang maksimal misalnya memiliki kedalaman  3 – 4 meter, tempat inilah yang disengaja dipilih tentunya akan disenangi oelh ikan-ikan yang besar. Wilayah ini baru bisa dipanen berdasarkan keputusan musyawarah Adat. Lubuk Larangan ini muncul atau berdiri semenjak tahun 1978 dan turun-temurun hingga saat ini, tradisi ini sengaja dikembangkan di tingkat Masyarakat Adat karena pada dasarnya sangat bermanfaat bagi Masyarakat Adat yang berada di sepanjang aliran Sungai Subayang yang terletak di Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Desa Gema, Provinsi Riau.  Keberhasilan lubuk larangan ini tidak lepas dari partisipasi masyarakat dalam pengelolaannya serta pelaksanaan kearifan lokal yang terus dijaga dan dilestarikan dalam proses pengelolaan lubuk larangan ditengah arus perubahan sosial dan ekonomi masyarakat setempat saat ini.

 

          Sungai Kampar merupakan sebuah sungai di Provinsi Riau yang berhulu di Bukit Barisan sekitar Sumatera Barat dan bermuara di pesisir timur Pulau Sumatera Riau. Sungai ini memegang peranan penting bagi proses kehidupan masyarakat di Daerah Aliran Sungai (DAS). DAS Kampar termasuk dalam wilayah sungai lintas provinsi bersama 6 DAS lainnya dengan luas wilayah sungai 26.298 km2. DAS Kampar bagian hulu terbagi atas dua sungai, yakni Sungai Kampar Kiri dan Sungai Kampar Kanan. Di bagian DAS Kampar Kiri Hulu (Sungai Subayang) yang membelah Bukit Rimbang Baling terdapat Kearifan Masyarakat Lokal adat dalam pemanfaatan wilayah sungai yang berkelanjutan yang disebut Lubuk Larangan. Setiap desa di Kecamatan Kampar Kiri Hulu memiliki Lubuk Larangan 1 sampai dengan 2 area lubuk larangan.

            Hal ini merupakan bentuk bahwa dalam memanfaatkan sumber daya alam kearifan lingkungan pemerintah harus memperhatikan tentang pengelolaan lingkungan hidup. Kesadaran masyarakat di kecamatan Kampar Kiri Hulu ini atas sumber daya alam yang mereka kelola dengan baik merupakan bentuk bukti kepedulian terhadap lingkungan dan masa depan mereka. Pengelolaan yang baik oleh masyarakat akan menghasilkan hasil yang baik pula kepada masyarakat. Hal ini diperjelas oleh salah satu informan dalam penelitian yaitu Bapak Egi Saputra.

            “Lubuk larangan ini dikelola secara bersama tidak ada daftar piket yang terstruktur atau petugas yang secara resmi mengelola lubuk larangan. Semua warga desa disini memiliki kewajiban yang sama yaitu selalu menjaga lubuk larangan dari segala ancaman yang dapat merusak lubuk larangan”. (wawancara, November 2022)

Masyarakat setempat yang berkerja sebagai nelayan melakukan penjaringan untuk menangkap ikan dilakukan pada waktu-waktu tertentu dengan tindakan yang tidak melanggar aturan akan kebersihan sungai tersebut. Seperti pernyataan Bapak Egi Saputra berikut ini :

“Waktu penjaringan ikan di sungai ini ada waktu-waktu tertentu, biasanya dilakukan siang dan juga malam hari, yang penting dia tidak melanggar aturan untuk menjaga sungai dan lingkungan ini dan tidak berlebihan dalam menangkap ikannya”. (wawancara, November 2022)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun