Mohon tunggu...
Rhondy Hermawan
Rhondy Hermawan Mohon Tunggu... Polisi - Hanya sebuah tulisan.

Mencoba menulis apa yg perlu ditulis, bersuara apa yang perlu disuarakan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Routine Activity Theory untuk Menganalisa Kejahatan

15 Desember 2019   22:15 Diperbarui: 15 Desember 2019   22:20 1841
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

          Sebagai contoh kasus yang dianalisa berdasarkan Routine Activity Theory yaitu dalam kasus pembuntutan perempuan, kriminolog Mustaine dan Tewksbury (1999) melakukan penelitian mandiri pada musim gugur tahun 1996 untuk 861 mahasiswa perguruan tinggi atau universitas dari 9 institut postsecondary di delapan negara. Studi ini mengungkapkan bahwa risiko viktimisasi perempuan dalam kasus pembuntutan dipengaruhi oleh perilaku gaya hidup individu, termasuk pekerjaan, lokasi tempat tinggal, penggunaan narkoba (narkoba dan alkohol) dan perlindungan diri.

          Felson dan Cohen (1980) menetapkan bahwa mereka yang hidup sendiri lebih sering keluar sendirian dan tidak memiliki orang lain untuk barang-barang mereka, Seseorang yang tinggal sendirian menghadapi tingkat viktimisasi yang lebih tinggi baik untuk kejahatan terhadap orang maupun barang. Perempuan yang tinggal sendirian dan melakukan sebuah pekerjaan ataupun kuliah ditempat tertentu membuat perempuan memiliki resiko viktimisasi lebih besar karena adanya suatu jarak yang ditempuh ke tempat pekerjaan atau kuliah dan tidak adanya suatu penjaga yang selalu dapat melindungi perempuan tersebut.

          Routine Activity Theory adalah teori makro tentang kejahatan dan viktimisasi. Kritik terhadap teori ini adalah tidak mampu menerangkan mengapa ada orang yang termotivasi untuk melakukan kejahatan, dalam teori mereka yang melakukan kejahatan karena adanya waktu dan tempat yang memberikan peluang dan adanya calon korban. 

Selain itu penjaga formal atau informal yang tidak berfungsi tidak dijelaskan dalam teori ini, yang dijelaskan dalam teori ini hanya mereka tidak ada atau tidak mampu mencegah kejahatan. Namun secara akal sehat teori ini dapat diterima karena sebuah kejahatan dalam suatu rumah akan mampu dicegah ketika ada penghuni atau pencegah dalam suatu rumah.

          Dalam memahami teori ini juga perlu memperhatikan beberapa variabel lain seperti umur, gender, dan penghasilan. Sisi positif yang dapat diambil dalam terori ini bahwa kejahatan dapat dicegah tidak hanya karena ada seorang polisi saja melainkan peran serta masyarakat juga berkontribusi terhadap pencegahan kejahatan jalanan.

          Routine Activity Theory tidak sama dengan teori yang ada terdapat pada kepolisian yaitu Kejahatan terjadi apabila bertemunya Niat dan Kesempatan. Niat adalah sesuatu yang abstrak untuk diukur karena berasal dari dalam diri manusia dan timbulnya tidak dapat diketahui oleh orang lain dan selalu berubah-ubah. 

Motivated offender lebih mencakup pada sebuah kesempatan yang terdapat dalam suatu ruang dan waktu. Secara eksplisit Routine Activity Theory menekankan pada suitable target dan capable guardian sehingga dengan adanya teori ini polisi dapat berfokus pada obyek yang menarik (barang atau orang) dan subyek yang menjaga/mengamankannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun