Mohon tunggu...
RhetIM
RhetIM Mohon Tunggu... Buruh - Orang biasa

Aneh ajalah. Bingung mau dibuat apa, karena ada pepatah mengatakan, tak kenal maka tak sayang..

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Manda

21 April 2016   17:49 Diperbarui: 21 April 2016   17:53 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Jejak Yang Masih Membekas

Sepintas terlihat bocah kecil termenung. Tak ada ekspresi menyenangkan di tengah teman-teman sebayanya yang sedang asyik bermain. Seragam merah putih yang dikenakannya adalah lambang negara Indonesia yang tak pernah memandang perbedaan; baik sosial, agama, ras, bahkan apapun itu tidak memandang pada golongan tertentu. Tapi apa yang dirasakan oleh perempuan kecil itu sungguhlah berbeda. Siapakah yang telah membentuknya untuk mencintai kesendirian?

Seorang lelaki kecil mendekati dirinya. Ia adalah Rhet, teman baik di sekolah maupun di rumah. Duduk di sebelahnya, menghampiri Manda yang cukup membuat lelaki kecil itu selalu ingin menemaninya.

"Ini es, kamu mau?" tawarnya sambil menyodorkan bungkusan plastik yang memang sengaja dibawanya untuk Manda.

Manda hanya menggeleng-gelengkan kepala. Sorot matanya masih tetap sama, terlihat lesu tanpa sedikitpun gairah. Agak membingungkan, namun lelaki kecil itu tetap memaksanya untuk mau menerima.

"Ini udah dibawa dulu, masa aku harus minum dua-duanya, Nda? Nanti kalau perutku kembung, kamu mau tanggung jawab?" Masih berusaha untuk menawarkan, Rhet memberikan es itu pada Manda.

Tangan perempuan kecil itu tak lagi menolak. Dengan tersenyum, ia menerima pemberian Rhet. Baru beberapa sedotan saja es itu diminumnya, sebuah bola tepat mengenai es yang baru saja ia rasakan, hingga membuat sebagian dari seragamnya basah. Merasakan dingin yang menembus seragamnya. Lelaki kecil itupun segera membantu Manda membuang sisa es batu dari atas roknya.

"Sory ya anak pelacur, nggak sengaja nih bolaku menghampirimu," ucap Seno sekenanya dengan tawa, yang datang menghampiri mereka untuk mengambil kembali bola miliknya tanpa permintaan maaf bersama dengan ketiga temannya.

"Eh, Sen, jangan ngomong sembarangan dong. Manda saja nggak pernah menghina kamu kok," bela Rhet sengit mendengar ucapan seorang lelaki bertubuh tambun, yang tak seharusnya terucap dari bibirnya.

"Waow ... pahlawan Manda mencoba untuk membela tuan putrinya." Serentak diikuti dengan tawa temannya, Seno kembali mengejek kedua anak itu.

Seketika kedua mata perempuan itu mulai berkaca-kaca, menahan air matanya yang masih coba untuk dibendungnya, mendengar betapa ia merasa benar-benar direndahkan. Langkahnya pun berlari menuju kelas, meninggalkan mereka yang masih tertawa di lapangan sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun