Mohon tunggu...
Abu Abdillah Rezza
Abu Abdillah Rezza Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Bismillah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Peta Jalan Pendidikan Indonesia Tidak Bersahabat dengan Agama

13 Maret 2021   22:03 Diperbarui: 13 Maret 2021   22:04 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hari-hari ini terhempas kabar kembali oleh kementerian pendidikan dan kebudayaan Indonesia bulan maret 2021 merangkaikan pendidikian bagi masyarakat-Nya “PETA JALAN PENDIDIKAN INDONESIA 2020 – 2035”. 

Jelas sekali dengan tujuan membangun rakyat Indonesia untuk menjadi pembelajar seumur hidup yang unggul, terus berkembang, sejahtera, dan berakhlak mulia dengan menumbuhkan nilai-nilai budaya Indonesia dan Pancasila. Diluncurkan Kemendikbud guna menjalankan amanat untuk mencerdaskan bangsa. Peta jalan disusun sebagai rambu-rambu dalam sistem pendidikan nasional hingga 2035 mendatang. Meskipun hingga saat ini penyusunan peta jalan itu belum kunjung rampung.

Dari stuktur peta jalan tersebut terlihat mempresentasikan negara-negara adidaya sebagai sandaran dan batas permulaan pendidikan Indonesia. Maka dapat dipahami dengan ketidak hadiran dari negara islam lainnya bahwa kebijakan yang diambil adalah dari sitem arena kekuasan yang selalu hadir di rana kehidupan dan keaktifan-Nya dalam ruang publik dunia.

                Selain sistem arena kekuasaan yang memobilisasi akan kesertaanya masuk dalam ruang lingkup rana pendidikan bernilai sangat wajar. Akan tetapi frasa agama dalam peta jalan tersebut sama sekali tidak berteman maupun bersahabat dengan baik dengan mengatas namakan ajaran yang baik, sejahtera, berakhlak mulia tanpa disandarkan dengan agama. Karena sumber nilai konstruksi kehidupan kebangsaan berasal dari tiga unsur, yaitu Pancasila, Agama dan Budaya. Dengan begitu mulai timbul dari warga net untuk mempertanyakan perumusan peta jalan yang hanya memasukan kajian budaya dan tidak bagi agama.

                Dari penyusunan peta jalan tersebut dengan ditiadakannya agama, bahwa pengaruh sekularisme dan liberalisme yang ada di Indonesia ternyata cukup mempengaruhi daya pikiran para pemimpin-pemimpin kita di rana politik dan pemerintahan sehingga membentuk sebuah pola pikir dan terealisasikan dengan susunan peta jalan bagi pendidikan.

                Aroma persaingan kekuasaan pihak-pihak tertentu sangat terasa sekali. Benar jika peta jalan itu berniat untuk hal-hal yang baik bagi bangsa dan rakyat. Ujaran dan respon bagi pemimpin-pemimpin ormas Islam sudah menyadari tindakan pemenggalan agama dari-Nya. Keberhasilan tanpa ada pondasi agama di dalam merukan suatu kesalahan yang menyalahi dari sila pertama yaitu ketuhanan yang maha esa.

                Pemimpin-pemimpin negara yang seharusnya menjungjung nilai-niai dari keadilan, kerukunan, dan akhlak dari agama malah lebih cenderung menyampingkan bahkan meniadakan-Nya sama sekali. Tentu ini menjadi hal tidak mencerminkan dari kandungan nilai lima pancasila yang mereaksikan tanggapan seluruh warga Indonesia dengan keras. Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir juga telah mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan tentang kejanggalan hilangnya kata agama dari susunan peta jalan pendidikan Indonesia. Bahkan peta jalan yang dirumuskan oleh Kemendikbud sangat berani sekali berbeda dari atau menyalahi pasal 31 UUD 1945.

                Retorika yang sangat menarik sekali bagi suatu negara menghasilkan rumusan peta jalan dengan baik dan membangun, namun justru memproklamasikan kekerasan bagi para umat beragama dalam keyakinan tanpa mencampuri dengan budaya yang bernilai rendah dan menyalahi-Nya. Mungkin saja itu hanya sekedar usaha sandiwara palsu sebagai sikap yang memiliki riwayat sebagai strategi penjajah modern dan perlahan tapi pasti sehingga dengan itu mudah melakukan makar-makar halusinasi tujuan kebaikan untuk melanggengkan hegemoninya atas rakyat dan negara dan mencengkram dengan kuku tajam-Nya. Namun justru digunakan untuk merealisasikan serangan strategi politik . Tentu ini merupakan hal yang miris dan lucu.

                Sepanjang sejarah di literatur suatu bangsa terus mengalami situasi yang sama. Maka benarlah pernyataan oleh Sang Presiden pertama Ir. Soekarna Hatta “Jas Merah jangan lupakan sejarah”, salah satu upaya menanggapi dan menyikapi dengan benar dan sabar dari susunan jalan peta pendidikan ini. Sebagai warga negara yang berdaulat dan berketuhanan yang maha esa lebih harus merasa peka terhadap hal-hal menyinggung bahkan melupakan agama itu sendiri dari dalam-Nya. Tentu saja perjuangan para pahlawan kita merealisasikan bangsa dari darah para syuhada dengan mangatas namakan Allah dari segalanya dan agar tercipta rahmatulil a’lamin bagi seluruh makhluk di muka bumi. Wallahua’lam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun