Mohon tunggu...
Bloor
Bloor Mohon Tunggu... Lainnya - Masih dalam tahap mencoba menulis

Tertarik pada pusaran di sekeliling lapangan sepak bola. Belajar sejarah bukan untuk mencari kambing hitam

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Hal yang Seharusnya Dilakukan PSSI

10 Januari 2022   07:25 Diperbarui: 10 Januari 2022   07:28 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertandingan Liga 3 Jawa Timur 2017 (Suci Rahayu/Juara.net)

Sebenarnya PSSI tak begitu jauh yang harus menuju ibukota untuk sekadar sowan pada mereka. Sebab ada perpanjangan tangan mereka di provinsi maupun kabupaten/kota di seluruh Indonesia dalam wadah asprov dan askab/askot. Namun kaki tangan PSSI pusat ini mengalami disfungsi dari yang seharusnya mengayomi football family di daerahnya, menjadi sekadar voter yang hanya menunjukkan taringnya di kongres.

Kalau kita menilik jauh kebelakang di pembentukan PSSI oleh Soeratin beserta delapan tim pendirinya, bentuk PSSI tak seperti sekarang. PSSI adalah organisasi wadah yang botttom-up, dibentuk oleh bond-bond di daerah sebagai representasi melawan NIVU (Netherland Indie Voetbal Unie) yang tak lain bond-nya orang-orang Londo.

Jadilah agenda utama Persebaya, Persija, PSIM dan bond-bond lainnya kala itu adalah memutar kompetisi internalnya. Dari pemain-pemain klub internal inilah nanti dibangun timnas mini dalam bentuk persatuan sepakbola. Datangnya era baru profesionalisme yang memaksa para tim pro di Indonesia berbentuk PT akhirnya mencerabut akar emosional ini.

Dari PS yang awalnya dimiliki dan diputar oleh klub-klub internal menjadi badan hukum dengan pondasi saham. Sekarang Persija dan Persib secara legal tak lagi ada ikatan dengan para mantan klub internalnya, saham dimiliki oleh para konglomerat. Beruntung Persebaya sekarang masih menyisihkan 30% saham pada koperasi klub-klub internalnya.

Disinilah terjadi kealpaan yang harusnya ditutup oleh Askab/Askot masing-masing daerah. Seharusnya mereka lah yang mengambil alih tanggung jawab klub-klub tua untuk memutar kompetisi bagi para klub amatirnya. Sistem yang kita anut sekarang mewajibkan klub punya tim-tim junior yang jadi rantai pasokan pemain, bukan menjaring dari kompetisi internal.

Sepak bola akar rumput lah yang menjadi tupoksi utama para pengampu di daerah. Karena sejatinya disini lah sepak bola benar-benar menyatu dengan masyarakatnya. Namun nyatanya bagi negara yang mengklaim sebagai negara penggila bola, struktur kompetisi disini tak jauh dari kata amburadul.

Tak perlu jauh-jauh membandingkan dengan Inggris yang punya piramida kompetisi yang kompleks dengan belasan divisi itu. Model di Jepang bisa dikatakan yang paling baik untuk dicontoh oleh Indonesia, hal yang ironi sebab dulu JFA sampai-sampai kesini demi belajar memutar kompetisi profesional pada Galatama. Ketika 1994 Galatama disuntik mati oleh PSSI, justru J.League baru bergulir dua tahun.

Bisa dibilang dan memang para pengurus JFA disana benar-benar bekerja untuk sepak bola hingga akar rumput. Sepenuhnya urusan kompetisi pro diurus sendiri oleh J.League hingga divisi ketiga, tapi selebihnya mulai kasta empat hingga liga antar sekolah semua urusan JFA. Ada sedikitnya tujuh lapisan kompetisi berjenjang di Jepang, jauh dengan Indonesia yang hanya tiga.

Suasana Liga Pelajat All-Japan tahun 2018 (dok: soccerbible.com)
Suasana Liga Pelajat All-Japan tahun 2018 (dok: soccerbible.com)

Jika kalian membaca komik atau manga dengan setting tim olahraga SMP atau SMA dengan segala hiruk-pikuknya, percayalah itu nyata. Kompetisi antar sekolah benar-benar dijalankan oleh JFA dan memang punya gengsi dan nilai jual. Tiap tahunnya level All-Japan atau taraf nasional selalu heboh dan ditayangkan di televisi. Kompetisi inilah yang jadi pemasok awal talenta-talenta baru klub liga. Yuya Osako, mantan bek FC Koln dan Werder Bremen adalah jebolan liga pelajar ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun