Mohon tunggu...
Bloor
Bloor Mohon Tunggu... Lainnya - Masih dalam tahap mencoba menulis

Tertarik pada pusaran di sekeliling lapangan sepak bola. Belajar sejarah bukan untuk mencari kambing hitam

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Piala AFF 2020: Kutukan Runner-up dan Bayang-Bayang Luis Milla

11 Desember 2021   07:25 Diperbarui: 11 Desember 2021   07:40 1491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Timnas Indonesia pasca kekalahan lawan Thailand di Piala AFF 2018 (Bola.com/M. Iqbal Ichsan)

Piala AFF ini aneh, bagaimana tidak menarik, sebuah turnamen sub-kontinen yang terdaftar sebagai agenda resmi FIFA saja tidak. Tapi begitu diidam-idamkan oleh segenap fans Indonesia, seolah-olah juara selalu dipatok dari tiap tahunnya. Namun timnas malah mencetak rekor lima kali runner-up, luar biasa.

Sebagai turnamen yang awalnya dibikin untuk melipur lara bagi negara-negara Asean yang kesulitan bersaing di ajang asia. Piala AFF menjelma sebagai penambah lara Indonesia akibat rekor lima kali kalah di finalnya. Tapi tak jarang juga Indonesia malah tak lolos dari fase grup, pada penyelenggaraan terakhir di 2018 saja Indonesia juga tak lolos ke semifinal.

Piala AFF 2018 bagai nyanyi elegi timnas Indonesia yang baru saja berlaga di Asian Games. Ketika timnas dengan materi pemain yang terbilang sama dan mampu menembus babak knock-out malah tak lolos fase grup di AFF, tentu ada bau sumir salah urus sepak bola.

Adalah pemecatan Luis Milla yang dianggap gagal mengantarkan timnas melaju jauh oleh PSSI. Ditunjuklah secara sepele nan darurat nama Bima Sakti sebagai bemper PSSI untuk menyongsong Piala AFF di akhir tahun. Dengan namesheet yang hampir sama, jelas kemapuan Milla ntuk merangkai taktik jauh diatas Bima Sakti.

Indonesia hanya finis di posisi empat dengan hanya sekali mengemas kemenangan. Anak asuh Bima Sakti hanya di atas mantan asprovnya sendiri, Timor Leste dan satu-satunya kemenangan tahun itu disumbang laga lawan mereka. Kalah lawan Singapura di laga pembuka dan malah digasak Thailand 4-2 di pertandingan lanjutan.

Tentu pemecatan Milla menjadi akar mula dari jebloknya timnas di AFF 2018. Mungkin cuma pengurus PSSI saja yang tak heran dengan kepergiannya. Meski tersingkir di babak awak knock-out Asian Games yang juga terbilang kontroversial, gaya main racikan Milla berhasil menyihir fans Indonesia.

Taktik ala umpan-umpan pendek dan cepat ala tiki-taka seperti membuat para fans mendapat angin segar. Bagaimana tidak, sebelumnya kita semua disuguhi timnas yang tampil bola panjang tak masuk akal kalau sedang dalam keadaan tertinggal. Tentu hal yang bikin gregetan sebab biasanya bola tak menemui sasaran atau malah striker kalah duel fisik.

Apalagi anggapan yang berkembang bahwa Milla tak dipecat gara-gara Asian Games, tapi besarnya gaji yang bikin PSSI tekor. Mungkin Asian Games hanyalah terigger dan celah bagi PSSI punya legitimasi untuk mendepak Milla untuk mengamankan kas mereka. Sampai sekarang masih banyak yang menjadikan gaya main era Milla benchmark main bagus bagi timnas sampai sekarang.

Menguji Taji Shin Tae-Yong

Shin Tae-Yong memberikan instruksi dalam laga lawan Kamboja (dok: PSSI)
Shin Tae-Yong memberikan instruksi dalam laga lawan Kamboja (dok: PSSI)

Kini Indonesia ditangani pelatih asia lagi setelah 1953, Shin Tae-Yong yang juga mantan pelatih kepala Korsel di Piala Dunia 2018. Bisa dibilang karakteristik antara STY dan Milla jauh berbeda dalam pembawaan maupun pilihan taktinya. Ketika Milla menekankan pada umpan-umpan pendek, STY sangat menekankan pressing secara kontinyu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun