Mohon tunggu...
Bloor
Bloor Mohon Tunggu... Lainnya - Masih dalam tahap mencoba menulis

Tertarik pada pusaran di sekeliling lapangan sepak bola. Belajar sejarah bukan untuk mencari kambing hitam

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Koeman dan Status Legenda yang (Lagi-lagi) Tak Menjamin Kesuksesan

28 Oktober 2021   14:55 Diperbarui: 28 Oktober 2021   15:01 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Koeman yang meninggalkan kursi pelatih Timnas Belanda demi melatih Barcelona (Luis Vieira/Associated Press )

Berawal dari Sergio Busquest yang kelihalangan bola di wilayahnya sendiri, Falcao mampu memperdaya Ter Stegen dan mengunggulkan Rayo Vallecano atas Barcelona. Akhirnya meneer Ronald Koeman harus angkat kaki dari Camp Nou setelah rentetan hasil minor dan Barcelona hanya bertengger di papan tengah. Meski di awal musim mengklaim orang-orang harus berterima kasih pada dirinya sebab berkatnya Barcelona punya masa depan, nyatanya masa depannya adalah pemecatan.

Sepertinya manajeman Laporta tak mampu lagi menyembunyikan rasa malunya setelah Rayo berhasil menang atas mereka setelah 20 tahun inferior. Hasil buruk di El Classico dan Liga Champions juga memperburuk situasi Koeman sebelumnya, para Cules sudah jengah atas kelakuan Koeman yang hanya berkelit dari laga ke laga lainnya.

Koeman kembali menunjukkan status legenda klub tak berarti apa-apa di hadapan hasil buruk. Gol tunggalnya ke gawang Sampdoria memang akan selalu dikenang bersamaan dengan elegi pemecatatannya di musim pertama Barcelona tanpa Messi. Sikapnya yang koppig seringkali memang menumbuhkan friksi dengan pemain dan di Barcelona bukan yang pertama. Dulu di Valencia dia pernah berseteru dengan Albelda, Canizares, dan Angulo. Masanya di Everton pun ia lalui dengan kesan yang sama.

Kali ini Koeman berseteru dengan beberapa pemain lagi. Pertama ia menyianyiakan Pjanic dan tak memainkannya dengan alasan tak cocok dengan skemanya. Kemudian dengan beberapa pemain muda, memilih mengembalikan Collado ke tim B dan lebih memilih Yusuf Demir di tim utama meski akhirnya Demir jarang juga dimainkan. Nama-nama macam Trincao, Riqui Puig, Emerson Royal, dan Matheus Fernandes jadi pelengkap bukti sikap keras kepalanya.

Tenar kembali berkat Pep dan Zidane

Bisa dibilang malah Barcelona sendiri yang memopulerkan kembali penunjukan legenda klub sebagai pelatih. Setelah perginya Rijkaard, duo Ferran Soriano dan Txiki Begiristain dibawah kuasa Laporta menunjuk Pep Guardiola dan mengesampingkan Mourinho. Selanjutkan sejarah telah mencatat Barcelona memasuki periode bergelimang tahta dibawah arahan Pep, filosofi tiki-taka membuat lompatan dalam evolusi taktik sepakbola.

Sedangkan Real Madrid yang doyan memecat pelatih akhirnya menunjuk Zinedine Zidan setelah musim 'mengecewakan' Ancelotti. Meskipun tak se-impactful Pep di Barcelona, Zidane menunjukkan dirinya sukses menahkodai Los Galacticos. Raihan hattrick Liga Champions jelas bukan capaian remeh. Zidane adalah representasi dari sukses ketika menjadi pemain dan ketika melatih.

Berkat dua teladan dari dua raksasa Spanyol yang berbuah manis itu, sekarang banyak lagi klub yang mencoba peruntungan yang sama. Arsenal menarik kembali Mikel Arteta untuk menggantikan Unay Emery, Manchester United menunjuk Ole Gunnar Solskr, dan Chelsea sempat mendudukkan Frank Lampard di kursi manager. Di luar Inggris ada Hans-Dieter Flick yang secara luar biasa membalikkan peruntungan buruk Bayern Munchen di masa Niko Kovak.

Tapi tak semua bernasib seperti Flick di Bayern. Arteta dan Ole sampai tulisan ini dinaikkan masih di masa limbungnya, terkadang naik dan sering juga di periode buruk. Bahkan Lampard tak lagi menangani Chelsea dan penggantinya (Thomas Tuchel) terbukti lebih sukses. Lagi-lagi tak ada jaminan sang legenda bakal menjadi juru selamat.

Jalan yang lebih radikal pernah ditempuh oleh AC Milan selama beberapa tahun. Semejak Massimiliano Alegri hengkang di 2014, terhitung sudah ada Clarence Seedorf, Pippo Inzaghi, Christian Brocchi, hingga Gennaro Gattuso yang kesemuanya berakhir dengan sebutan masa kegelapan. Sekarang dibawah Stefano Pioli malah AC Milan sudah mulai stabil dan kembali diperhitungkan sebagai contender juara.

Usaha Barcelona Mereplikasi Pep

Pasca rezim Pep sebenarnya Barcelona berusaha memakai pola yang sama, mengangkat pelatih dari mantan pemain dengan harapan mampu menerjemahkan filosofi klub. Sepeninggal Pep posisinya digantikan Tito Villanova yang sudah menemani Pep sejak di tim junior, namun sayang kondisi kesehatan yang terus memburuk membuat Tito hanya menjabat semusim. Sempat dijabat orang luar (Tata Martino) selama satu musim, kedatangan Luis Enrique menegaskan filosofi Barcelona.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun