Mohon tunggu...
Bloor
Bloor Mohon Tunggu... Lainnya - Masih dalam tahap mencoba menulis

Tertarik pada pusaran di sekeliling lapangan sepak bola. Belajar sejarah bukan untuk mencari kambing hitam

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Akibat Terlalu Bagus: Manga yang Kesulitan Diadaptasi Menjadi Anime

1 September 2021   20:33 Diperbarui: 1 September 2021   20:44 4368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Membacanya saja sudah ikuta menggigil (Shinichi Sakamoto/Shueisha via myanimelist.net)

Sudah sangat wajar apabila ada manga yang karena kepopulerannya kemudian diadaptasi ke media lain. Dalam hal ini bisa adaptasi animasi (anime) atau bisa juga menjadi live action. Beberapa manga malah sempat diangkat ke panggung teater, seperti Bleach yang pernah dipentaskan. Tapi seperti halnya wajarnya karya adaptasi, biasanya fans yang mengikuti sejak manga bakal mengeluhkan lunturnya aspek-aspek tertentu, terutama dari sisi artwork.

Para Potterhead saja pernah mencak-mencak sebab adaptasi seri Order of Phoenix banyak tak mencakup detil-detil penting. Hal yang dapat dimaklumi, mengingat Order of Phoenix adalah seri paling tebal dengan 766 halaman dalam 38 chapter dan harus dipadatkan kedalam satu film. Tapi hal yang berkebalikan biasanya terjadi di manga, banyak detil yang tak sempat digambar di edisi cetaknya atau off panel justru mendapat porsi tambahan. Di sisi artwork-nya memang biasanya para studio anime memanen kritikan.

Sebenarnya tak semua mangaka punya kecenderungan menggambar dengan goresan yang tak terkira detailnya. Coretan Oda-sensei di One Piece atau Aoyama Gosho di Detective Conan terbilang sederhana dan tak menemui kesulitan ketika dituangkan ke media audiovisual. Masalah baru datang ketika mengadaptasi karya dengan desain luar biasa detil dan padat, contohnya di salah satu panel Gantz karya Hiroya Oku ini.

Gantz by Hiroya Oku (Shueisha/Weekly Young Jump)
Gantz by Hiroya Oku (Shueisha/Weekly Young Jump)

Media gambar manga yang hitam putih juga tergolong tricky dalam pengadaptasian. Efek luar biasa gelap dan depresi di Berserk bakal mudah saja menguap ketika pengaturan pewarnaanya tak serius (dan itu sudah terjadi). Belum lagi kebanyakan manga dengan artwork super rumit ini bergenre shonen dengan banyak adegan baku hantam. Memproyeksikan gerakan dengan tanpa mengorbankan kualitas gambar sungguh pekerjaan tak mudah. Maka dari itu banyak studio menggunakan teknologi CGI demi memangkas waktu produksi.

Namun seringkali malah CGI ini lah biang kerok kebobrokan anime adaptasinya. Tak ada perumpamaan lebih sahih dibanding tindakan studio Millenpensee dan Gemba dalam adaptasi Berserk di 2016. Penggunaan CGI sukses menjadikan sosok Guts setara bahan candaan. Kalau yang belum lama ini tak lain adalah adaptasi Record of Ragnarok yang bahkan oleh sebagian fans disamakan dengan materi power point.

Berikut ini ada lima manga yang dirasa-rasa bakal menyulitkan dan mustahil sempurna ketika diadaptasi menjadi anime. Kesemuanya tak lain sebab saking mewahnya goresan tinta mengakanya. Ada diantaranya yang sudah mendapat adaptasi anime dan hasilnya memang mengecewakan.

Tak seperti kebanyakan manga yang meletakkan Jepang sebagai setting ceritanya, Kaoru Mori mengambil padang stepa asia tengah sebagai arena bermainnya. Menceritakan kehidupan pengantin muda di suku sekitaran laut kaspia dan jalur sutra abad 19, Kaoru Mori berhasil memotret keindahan seni para penunggang kuda ini. Jika melihat satu panel ini saja, rasa-rasanya semua animator bakal menghela nafas dalam-dalam.

Amir dan Karluk dalam Otoyomegatari (Kaoru Mori/Harta Magazine via mangafox.com)
Amir dan Karluk dalam Otoyomegatari (Kaoru Mori/Harta Magazine via mangafox.com)

Bukan, ini bukan nama sinetron TV Korea Selatan. Vagabond bisa dibilang magnus opus-nya Takehiko Inoue, orang yang sama yang menelurkan Slam Dunk dan Real. Uniknya Vagabond ini juga adaptasi dari novel legendaris bernama Musashi, menceritakan kehidupan samurai ternama Miyamoto Musashi, tentu Vagabond bersimbah darah dan kematian. Sampai sekarang belum ada studio berani mengadaptasi pemenang Kodansha Manga Award dan Osamu Tezuka Cultural Prize ke dalam bentuk animasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun