Mohon tunggu...
Reza Nurrohman
Reza Nurrohman Mohon Tunggu... Wiraswasta -

manusia yang terus bertumbuh. tidur dan makan adalah hal yang lebih menyenangkan sebenarnya namun berkerja merupakan kewajiban saya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Terima Kasih Tjiptadinata Effendi dan Rosalina Effendi

2 Juni 2017   08:29 Diperbarui: 2 Juni 2017   10:28 1299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebagai sesepuh dan senior yang sudah cukup lama makan asam garam kehidupan namanya mungkin tidak begitu banyak di ketahui publik apabila dibandingkan dengan sesepuh dan senior yang lain seperti Luhut Binsar Pandjaitan maupun Frans Magnis Suseno namun bagi pegiat kopi, reiki maupun kompasiana tentunya tidak asing dengan beliau. 

Hampir tiada hari tanpa artikel dari beliau. Usia yang semakin senja tidak menghalangi beliau berbagi ilmu kehidupan yang dimulai dari Padang sampai masa "pensiun" di Australia dengan anak cucu. Mungkin kata pensiun juga kurang tepat karena beliau berdua masih menyempatkan diri berbagi ilmu secara maya lewat perangkat lunak dan nyata lewat masih aktifnya beliau berdua traveling ke berbagai penjuru negeri.

Tulisan-tulisan beliau pun jujur apa adanya mungkin beda dengan kita terutama generasi muda saat ini dimana pencapaian demi pencapaian saja yang kita tampilkan ke media sementara kegagalan demi kegagalan kita sembunyikan jauh-jauh. Apabila kita mulai baca artikel-artikel beliau dari awal sampai akhir terutama di kompasiana proses jatuh bangun cerita kehidupan beliau disajikan menarik dengan evaluasi diri dan kiat-kiat agar tidak terjatuh ke dalam hal yang sama serta disajikan secara gratis dan bebas di akses untuk kita semua. Beliau pun tidak segan-segan menanggapi komentar pembaca aktif dengan rasa kekeluargaan sehingga nampak kita seakan berbicara dengan kakek dan nenek, opa dan oma kita sendiri. Saya yakin para pembaca pasif (silent reader) seperti saya pun merasakan hal yang sama. 

Di tengah berbagai konflik yang semakin tajam di dunia maya beliau berdua seakan menjadi oase penyejuk bagi kita untuk sejenak melupakan perbedaan dan melihat persamaan sehingga muncul rasa saling memiliki. Contoh nyata ketika kasus Habib Rizieq Shihab yang sangat ramai di publik akhir-akhir ini beliau mengajak kita "cooling down" dengan artikel beliaupun punya sahabat di Australia Habib dari Timur Tengah yang ramah dan toleran serta ketika perbedaan ras dan agama menjadi debat hangat publik dalam kasus Al Maidah beliaupun menceritakan keluarga besar beliau yang dihuni berbagai ras &  agama yang berbeda, sebagai ras Tionghoa dan Kristiani beliau menyampaikan pesan jelas bahwa perbedaan bukan jadi halangan kita untuk saling mencintai. Jujur saja sebagai seseorang yang memiliki ras dan agama yang berbeda, saya sangat menghormati beliau berdua walaupun belum pernah bertemu secara langsung dan selama ini hanya mengambil ilmu dari tulisan-tulisan beliau sebagai pembaca pasif kompasiana.

Sejak beliau memutuskan menulis artikel tentang keputusan beliau untuk tidak menulis lagi seputar pengalaman puasa dan ramadhan di keluarga besar beliau yang memang berbeda latar belakang lantaran khawatir bisa disalah pahami terus terang saya merasa sedih karena saya pikir pesan-pesan kedamaian dari seorang senior dan sesepuh inilah yang lebih berarti daripada saya yang masih hijau dalam berjalan di kehidupan ini. 

Dunia dan negara kita butuh sosok-sosok seperti Tjiptadinata Effendi dan Rosalina Effendi yang menebar pesan damai dan mencintai bukan sosok yang memaki dan membenci. Oleh karena itu saya memutuskan untuk berhenti menjadi pembaca pasif dan mulai menulis di kompasiana walaupun kualitasnya masih jauh dibawah beliau untuk merawat cinta kasih kita sebagai sesama  ciptaan Tuhan. Terima Kasih Tjiptadinata Effendi dan Rosalina Effendi atas ilmunya selama ini dan mohon doa restunya agar muncul sosok-sosok penerus yang bisa membawa damai bagi kita semua. Amin

Semarang, 2 Juni 2017

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun