Mohon tunggu...
Reza Nurrohman
Reza Nurrohman Mohon Tunggu... Wiraswasta -

manusia yang terus bertumbuh. tidur dan makan adalah hal yang lebih menyenangkan sebenarnya namun berkerja merupakan kewajiban saya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketika Generasi Muda Milenial Belok Kiri

23 September 2017   15:46 Diperbarui: 23 September 2017   16:12 1903
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.qureta.com

Hai anak muda benarkah gerakan kiri terlarang? Sepertinya sosialisme dan demokrat boleh berkembang karena menurut teks ayat konstitusi yang dilarang hanya golongan kiri yang radikal seperti marxisme, komunisme dan leninisme. Ini artinya  bentuk-bentuk  gerakan kiri moderat seperti sosialisme dan demokrat tidak dilarang. Analoginya seperti teks Nahdatul Ulama yang melarang umat islam mengembangkan radikalisme dan terorisme serta mengembangkan islam yang moderat dan ramah menjadi rahmatan lil alamin. Kalau kalian tanya Buktinya apa? Syahrir pemikir sosialisme masih menjadi pahlawan nasional kita dan masih ada partai yang menggunakan nama gerakan kiri yang moderat seperti PDIP dan Demokrat. Tapi kata si  A sosialisme itu komunisme, kata B kiri itu haram. Ah coba kau browsing sana tanya prof google biar dijelaskan perbedaan pengertian dan macam-macam jenis  golongan kiri.

Tragedi 1965, kekuatan-kekuatan kiri di Indonesia mengalami periode yang sulit. PKI runtuh banyak organisasi-organisasi kiri terperosok ke jurang dan akhirnya organisasi kiri yang radikal musnah pada orde baru meskipun organisasi kiri yang moderat (sosialisme dan demokrat) masuk berfusi menjadi Partai Demokrasi Indonesia. Kehilangan perlindungan wong cilik atau rakyat kecil yang diperlukannya, PDI dikalahkan di kotak suara pada orde baru oleh Golkar dan gerakan-gerakan antar golongan dalam PDI dipecah belah seperti kasus kudatuli antara Megawati-Soerjadi.

Karena keadaan itu, sulit untuk membayangkan bahwa kemudian pada masa orde reformasi, pemimpin-pemimpin sayap kiri yang moderat akan memerintah Indonesia seperti Megawati dan Jokowi meskipun banyak yang kritik beliau-beliau kurang kiri yang moderat seperti sosialisme dan demokrat serta lebih dekat ke kapitalisme dan neo liberalisme. Oh ya menurut AM Hanafi dan Oei Tjoe Tat para mantan menteri orde lama Sukarno sebenarnya demokrasi Pancasila itu sama dengan sosialisme Indonesia.

Saya melihat golongan kiri moderat yang masih hidup di Indonesia mulai menjadi dewasa. golongan kiri menjadi memahami bahwa instrumen politik baru harus menghormati kemajemukan subjek baru dan membela semua sektor sosial yang didiskriminasikan perempuan, rakyat pribumi, golongan LGBT, pemuda, anak-anak, pensiunan, orang-orang yang orientasi seksualnya berbeda, orang cacat, dan lain-lain. Golongan kiri memahami bahwa masalahnya bukanlah merekrut mereka ke dalam organisasi politik resmi. Tetapi merawat semua wakil mereka yang berjuang untuk kesejahteraan bersama. Terakhir, golongan kiri moderat mengerti bahwa demokrasi dan sosialisme merupakan dua hal yang tak dapat dipisahkan seperti bagaikan pinang dibelah dua.

'Mengapa berbicara mengenai hal yang tabu seperti ini?' anda bisa bertanya. Bagaimanapun, 'sosialisme' sebagai suatu kesatuan kaum kiri dengan komunisme atau berbagai bentuk kiri yang moderat punya pengertian sampingan yang negatif sejak kejatuhan kiri yang radikal di Indonesia lewat tragedi 1965.

Ternyata kalau kita jeli pemerintahan orde baru Presiden Suharto merupakan pemerintahan yang mengambil ide-ide kiri radikal yang terlarang juga dengan istilah yang berbeda dapat kita lihat prakteknya seperti negaraisme (statism),totalitarianisme, perencanaan pusat birokratis, jenis kolektivisme yang berusahamenyeragamkan tanpa menghormati perbedaan, produktivisme (yang mementingkan pertumbuhan kekuatan produktif tanpa memberi perhatian pada kebutuhan untuk melindungi alam), dogmatisme dan perlunya partai sederhana (Golkar, PDI, PPP) pada prakteknya golkar berkuasa tunggal untuk memimpin proses transisi orde lama ke orde baru. 

Pada tingkat negara seperti Indonesia mencatat rekor sebagai negara yang tingkat kesenjangan penduduknya menempati posisi teratas di asia tenggara. Di tingkat kota, potret kesenjangan antar penduduk juga sangat timpang. Jakarta, ibukota Indonesia, misalnya, adalah salah satu kota dengan tingkat kesenjangan yang tertinggi di Asia sebagai pembanding ada New Delhi di India yang bertaburan gedung pencakar langit  dan pemukiman kumuh. Di kota itu, rata-rata tingkat kemiskinan naik menurut BPS namun turun menurut Presiden nah ini kalau mengutip Rocky Gerung merupakan hoax oleh negara.Segregasi masyarakat yang disebabkan oleh penerapan kebijakan neoliberal, juga melanda sektor politik.

Di kawasan itu, walau tidak resmi berlaku politik rasis ala SARA, dimana selama berpuluh tahun, dominasi warga identitas mayoritas tak tergoyahkan walaupun prakteknya menurut beberapa pakar merupakan hal yang semu karena hanya menjadi pemimpin minus penguasaan modal yang masih dikuasai beberapa minoritas. Mau bukti? ingat kasus Ahok dan demo berjilid-jilid yang ironisnya kemudian hari membela Harry tanoe yang identitas sama dengan Ahok bedanya hanya modal.

Berlatar kepedihan akibat kebangkrutan proyek demokrasi-neoliberal, gerakan kiri-progresif Indonesia yang moderat, tumbuh berkecambah. Namun demikian, pertumbuhan tunas-tunas baru itu lebih merupakan anak kandung kapitalisme-neoliberal, ketimbang sebagai produk gerakan kiri-lama. Kita lihat tokoh-tokoh kiri baru seperti  Budiman Sudjatmiko malah berasal dari kalangan agama dan Rieke Diah Pitaloka dari kalangan artis serta banyak kiri baru seperti indoprogress yang melek teknologi dengan pengecualian Ribka yang mungkin memakai pendekatankiri moderat karena kiri  radikal dilarang. Ini berarti gerakan Kiri di Indonesia menempuh jalannya sendiri, yakni jalan yang menurut Hersberg dan Rosen merupakan sintesa dari sosialisme, partisipasi warga negara secara luas, dan pendalaman demokrasi.

Jalan ini merupakan kritik terhadap nilai-nilai dan praktik-praktik demokrasi-neoliberal, dan juga sebagai kritik atas penafsiran sosialisme-birokratis model asas tunggal Pancasila orde lama Presiden Suharto. Kita telah menyaksikan, demokrasi yang berlangsung dalam sistem kapitalisme-neoliberal akhirnya terjatuh pada mekanisme prosedural belaka. Partisipasi terbatas rakyat dalam pengambilan keputusan, terbukti tidak melahirkan transformasi sosial yang radikal. Sebaliknya, malah  mengukuhkan struktur sosial-ekonomi-politik yang rasis dan diskriminatif yang dikuasai oleh oligarki.

Demikian juga sosialisme minus partisipasi rakyat dan demokrasi, adalah ujung lain dari monster politik mengerikan. Atas nama keadilan dan pemerataan manfaat ekonomi, aparatus negara memiliki kontrol dan wewenang luar biasa besar dan istimewa. Itu sebabnya, sosialisme baru yang harus berkembang di Indonesia bukanlah sosialisme yang semata-mata berorientasi negara (statism), yang berniat baik mengubah laku sosial masyarakat dari atas dengan partisipasi sosial yang dikontrol oleh aparatus negara seperti orde baru. Tidak juga sosialisme yang berselingkuh dengan pasar, yang menundukkan kepentingan rakyat di bawah logika akumulasi profit seperti orde lama masa demokrasi parlementer.

Lalu seperti apakah langkah terbaik bagi generasi muda milenial Indonesia yang belok kiri? Untuk menjawabnya contohlah golongan-golongan kiri moderat atau sosialisme demokrat di Eropa (Jerman) dan  Amerika Latin. Mereka berhasil merangkul kaum agama dengan teologi inklusif, pluralis dan  pembebasan. Mereka berhasil merangkul kaum teknokrat dengan kebijakan humanisme universal mengantisipasi persaingan masa depan dengan AI dan robot.

Singkat kata, mereka berhasil merangkul semua profesi dan identitas SARA melalui persamaan gagasan dan ide tanpa harus masuk kelompok kiri. Atau kalau mau lebih otentik contohlah Syahrir dan Sukarno yang mengembangkan sosialisme Indonesia dengan nama lain Marhaenisme dan Demokrasi Pancasila. Atau kalau mau lebih asli lagi lihatlah pada komunitas adat yang mengembangkan sosialisme sederhana macam suku baduy Jawa barat dan suku samin Jawa Tengah. Terakhir yang paling penting kaum kiri Indonesia harus memperbaiki komunikasi dengan  golongan  berbeda  kalau gagasan sosialisme demokratisme itu aman karena moderat beda dengan komunisme PKI yang radikal.

Kalau mas reza gimana? mas nulis kiri jangan-jangan situ kiri?  jujur saya masih menikmati menjadi kelas menengah hengek atau nista yang lebih suka gemerlapnya dunia pasar bebas. Kalau mau membuat saya dan  kelas menengah kebawah lain belok kiri ke kiri yang moderat tentunya bukan yang radikal karena terlalu eh terlarang silahkan saja buat sosialisme demokratisme alias sosdem yang menarik dan win-win solution biar diterima semua kalangan identitas yang berbeda.  Caranya? pikir sendirilah yang pasti jangan sekali-kali jadi kiri  yang radikal karena kekerasan itu melanggar HAM. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun