Mohon tunggu...
Rezana Wahyudi
Rezana Wahyudi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Apakah Pemimpin Pemerintahan Itu Harus Seorang Muslim?

4 Februari 2017   23:59 Diperbarui: 5 Februari 2017   01:04 1759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemimpin tampil katena karakter yang terbentuk sejak kelahirannya (www.baomoi.com)

Ini hanya pertanyaan biasa dari seorang warga negara biasa di Republik ini. Sebagai seorang warga negara dari sebuah negara yang sekular, yang konstitusinya tidak berazas Kitab Suci, yang tidak menempatkan agama sebagai satu-satunya acuan ideologis dalam bernegara, penulis mafhum bahwa pertanyaan seperti itu sangat tidak relevan. Tetapi pertanyaan itu menjadi penting dan relevan jika mempertimbangkan opini dan aspirasi yang sekarang berkembang di kalangan umat Islam bahwa Pemimpin Pemerintahan itu haruslah seorang muslim. Maka pertanyaannya adalah "mengapa harus seorang muslim?"

Jawaban yang paling sulit untuk dibantah adalah jika ia dianggap sebagai perintah agama yang bersumber dari kitab suci Al-Qur'an. Kalau pun harus dibantah atau dipertanyakan maka pertanyaannya adalah, mengapa perintah Kitab Suci itu baru sekarang harus dijalankan setelah 70 tahun lebih Negara Republik Indonesia ini berdiri? Apakah selama waktu lebih setengah abad yang lalu itu para pemuka agama atau ulamanya tidak tahu atau kurang faham mengenai ayat-ayat perintah dan larangan yang terkandung dalam Al-Qur'an untuk urusan memilih pemimpin pemerintahan, dibandingan para ulama sekarang ini? 

Atau, jika keharusan memilih pemimpin muslim dalam pemerintahan itu (sekarang ini) adalah karena adanya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), apakah hal itu tidak dianggap sebagai tindakkan subversif yang berdampak terhadap keharusan melaksanakan konstitusi (UUD-1945) bagi seluruh rakyat Indonesia? Atau, apakah opini dan aspirasi yang muncul mengenai hal tersebut hanya ada pada sekelompok muslim tertentu dan tidak pada kelompok-kelompok muslim lainnya? 

Atau mungkin ada alasan dan penjelasan lain --tidak sekadar dogma agama-- yang menurut pertimbangan sosiologis dan historis bahwa seorang muslim tentu lebih amanah dan Pancasilais. Tapi apakah memang pernah ada tokoh pemimpin muslim ideal itu sepanjang sejarah pemerintahan di Republik ini? Mungkin bisa juga diperluas ke lingkup dunia dalam sejarah kontemporer negara-negara yang mayoritas berpenduduk muslim. 

Jika tidak ada, barangkali kalangan muslim yang sekarang ini gigih berjuang mengkampanyekan keharusan memilih pemimpin muslim itu bisa menampilkan salah seorang tokohnya sebagai contoh figur. Bukti demikian tentu penting agar opini tentang hal tersebut tidak jatuh ke dalam romantisme abad pertengahan, yang melulu melihat zaman keemasan para penguasa dinasti (kekhalifahan), tapi abai terhadap peran kaum ulama (intelektual) para teolog dan filsuf yang umumnya berperan bebas di tengah umat dan menjauh dari bujukan kekuasaan para khalifah.

Artikel ini agaknya lebih banyak menuliskan pertanyaan ketimbang ulasan tentang argumen keharusan memilih pemimpin muslim. Sebuah pertanyaan yang pasti tidak akan muncul jika penulis hidup sebagai warga negara di Republik Islam Indonesia atau Kekhalifahan Indonesia Raya. Sebagai seorang muslim bentuk negara Islam itu sebenarnya sangat menggoda hati. Meskipun dalam pemerintahan Islam wujudnya seorang Pemimpin, Khalifah atau Imam itu bagi penulis hampir mendekati harapan yang utopia untuk bisa dihadirkan. 

Sebab, bukankah syarat bagi seorang Imam atau Khalifah itu harus adil, jauh dari sifat zhalim, pasti ahli sunnah dan sangat faham seluruh isi kandungan Al-Qur'an? Dan figur demikian itu pasti tidak dipilih sebagaimana lazimnya sistem politik elektoral seperti yang berlaku di negara-negara demokratis. Akan tetapi bila sistem pemerintahan Islam itu memang harus ditegakkan dengan cara memilih sejumlah figur yang dianggap mendekati kualifikasi ideal tersebut, maka tentu yang terpilih pun bukan orang sembarangan. Setidaknya ia adalah seorang yang zuhud, wara dan faqih (layak menyandang gelar mujtahid).

Rakyat Indonesia hari ini agaknya sangat merindukan tampilnya sosok Pemimpin Pemerintahan yang Pancasilais. Seorang figur yang berke-Tuhanan Yang Maha Esa sehingga komitmen kerakyatannya tampak pada sikap hidupnya yang merakyat. Bukan yang sekadar bercitra kerakyatan namun tunduk pada kepentingan segelintir konglomerat. Tidak juga seperti ulama yang lantang membela umat tapi bergaya hidup jetset berkendaraan super mewah. Tapi seorang Pemimpin yang dengan agamanya tampil sebagai juru selamat, pembela dan pembebas bagi rakyatnya dari segala bentuk penindasan dan kezhaliman. Dan agaknya kehendak dan aspirasi yang muncul di kalangan umat Islam agar memilih Pemimpin yang muslim itu hanya refleksi dari kerinduan akan tampilnya Pemimpin penyelamat dan pembela seperti yang demikian itu...... Wallahu'alam.

Hiduplah Indonesia Raya.... Merdeka!!!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun