Mohon tunggu...
Reza Lubis
Reza Lubis Mohon Tunggu... lainnya -

Menatap Mentari di Kaki Ufuk Dengan Penuh Asa

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Restorative Justice menyelamatkan masa depan anak yang berkonflik dengan hukum

23 Januari 2012   07:55 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:33 2572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13273052671724317459

Banyaknya kasus anak yang terjadi akhir akhir ini makin meningkatkan keprihatinan kita semua : keluarga,masyarakat dan pemerhati anak. Dalam meminimalisir kasus yang merugikan anak,Negara/pemerintah telah berupaya memberi perhatiannya dalam wujud Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak,namun hal tersebut belum mampu menekan peningkatan kuantitas dan kualitas kasus yang melibatkan anak baik sebagai korban maupun pelaku tindak pidana. Berkaitan dengan penananan kasus kasus yang melibatkan anak  telah dilakukan berbagai upaya untuk "menyelamatkan" anak yang berkonflik dengan hukum diantaranya dengan adanya Kesepakatan Bersama dalam penanganan penanganan kasus anak bermasalah dengan hukum melalui Surat Keputusan Bersama antara Mentri Hukum dan HAM,Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,Menteri Sosial,Jaksa Agung,Kepolisian RI serta Mahkamah Agung NO.166 A/KMA/SKB/XII/2009, NO.148 A/A/JA/12/2009, NO. B/45/XII/2009, NO.M.HH-08 HM.03.02 TAHUN 2009,NO. 10/PRS-2/KPTS/2009, NO. 02/Men.PP dan PA/XII/2009 tanggal 22Desember 2009 TENTANG PENANGANAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM. Surat Keputusan Bersama ini bertujuan :

  • Terwujudnya persamaan persepsi di antara jejaring kerja dalam penanganan anak bermasalah hukum;
  • Meningkatnya koordinasi dan kerja sama dalam upaya menjamin perlindungan khusus bagi Anak bermasalah hukum;
  • Meningkatnya efektivitas penanganan anak yang berhadapan dengan hukum secara sistematis komprehensif, berkesinambungan dan terpadu.

Substansi Surat Keputusan Bersama ini :

  1. Kepolisian, dalam menangani kasus anak yang berhadapan dengan hukum agar mengedepankan Kepentingan Terbaik Anak, mencari alternatif penyelesaian yang terbaik bagi kepentingan tumbuh kembang anak serta seoptimal mungkin berupaya menjauhkan anak dari proses peradilan formal;
  2. Kejaksaan sebagai tindak lanjut telah dikeluarkannya Surat Edaran Jampidum 28 Februari 2010 Nomor. B 363/E/EJP/02/2010 tentang Petunjuk Teknis Penanganan Anak yang Berhadapan Dengan Hukum;
  3. Mahkamah Agung menerbitkan Surat Edaran MA RI Nomor MA/KUMDIL/31/1/k/2005 tentang Kewajiban tiap PN mengadakan ruang sidang khusus dan ruang tunggu khusus untuk anak yang disidangkan,
  4. Kementerian Hukum dan HAMsebagai implementasi dari Surat Keputusan Bersama telah ditetapkan Kebijakan ABH melalui Inpres Nomor 3 tahun 2010 dan SOP ABH di Bapas dan Rutan serta Lapas, serta koordinasi APH di tingkat pusat melalui Mahkumjapol;
  5. Kementerian Sosial, kepedulian pemerintah terhadap ABH dilakukan melalui berbagai program kesejahteraan sosial anak melalui penyediaan panti sosial dan RPSA serta pusat trauma. Bantuan kepada anak korban kekerasan dan penelantaran berupa bantuan pemenuhan kebutuhan dasar bagi anak dalam bentuk bantuan tunai bersyarat khususnya anak dari keluarga miskin. Di samping itu juga dibentuk kelompok-kelompok kerja perlindungan dan rehabilitasi sosial ABH, dan lain-lain;
  6. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, implementasi Surat Keputusan Bersama ini dilakukan dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Negara PP2PA Nomor 15 tahun 2010 tentang Pedoman Umum Penanganan ABH.

Dalam perjalanannya penanganan kasus anak masih tetap harus dikontrol dengan ketat karena dalam kegiatannya masih sering terjadi pelanggaran atas hak-hak asasi anak yang berhadapan hukum. Sebagai anggota PBB sudah sewajarnya Indonesia juga menghormati dan menerapkan produk–produk hukum yang dihasilkan berkenaan dengan ABH seperti: The Tokyo Rules (peraturan standar minimum PBB untuk upaya-upaya penahanan), JDL/Havana Rules (peraturan PBB untuk perlindungan anak yang dicabut kebebasannya), Beijing Rules (peraturan-peraturan minimum standar PBB mengenai Administrasi Peradilan bagi anak), Riyadh Guide Lines (Pedoman PBB tentang pencegahan tindak pidana anak). Munculnya wacana penerapan restorative justice yang dalam Inpres Nomor 3/2010 dan Inpres Nomor 10 tahun 2010 telah tersirat dengan “ JUSTICE FOR ALL “dan Keadilan Restoratif patutlah menjadi acuan para aparat penegak hukum di negeri kita dalam menangani ABH. Menurut Tony F. Marshall,Restorative Justice (keadilan restoratif) sebuah proses di mana semua pihak yang berkepentingan terlibat dalam suatu pelanggaran tertentu, bertemu untuk menyelesaikan bersama-sama masalah yang timbul dan bagaimana menangani akibat di masa yang akan datang. Karakteristik restorative justice adalah membuat pelanggar bertanggungjawab untuk memperbaiki kerugian yang ditimbulkan oleh kesalahannya; memberikan kesempatan kepada pelanggar untuk membuktikan kapasitas dan kuantitasnya di samping mengatasi rasa bersalah secara konstruktif;.melibatkan para korban, orang tua, keluarga besar,sekolah dan teman dekatnya; menciptakan forum untuk bekerjasama dalam menyelesaikan masalah tersebut;menetapkan hubungan langsung dan nyata antara kesalahan dan reaksi sosial. Dalam penerapannya tidak semua kasus anak dapat diberlakukan restorative justice dan kriterianya adalah sebagai berikut: Bukan kasus kenakalan anak yang mengorbankan kepentingan orang banya, kenakalan anak tersebut yang tidak mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, luka berat atau cacat seumur hidup dan kenakalan tersebut bukan merupakan kejahatan terhadap kesusilaan yang serius menyangkut kehormatan dan bukan pelanggaran lalu lintas. Dalam pelaksanaan restorative justice melibatkan berbagai pihak yang bersengketa di dalam musyawarah pemulihan penyelesaian kasus diantaranya :

  • Korban dan keluarga korban karena korban adalah bagian dari konflik, kepentingan korban dalam proses pengambilan keputusan serta konflik merupakan persoalan keluarga.
  • Pelaku dan keluarga karena pelaku merupakan pihak yang mutlak dilibatkan dan keluarga pelaku dipandang perlu untuk dilibatkan karena usia pelaku yang belum dewasa.
  • Wakil masyarakat guna mewakili kepentingan dari lingkungan lokasi peristiwa pidana terjadi dan kepentingankepentingan yang bersifat publik.

Jika kita memahami makna restorative justice dan konsisten menerapkannya maka beberapa hal yang dicapai antara lain berkurangnya jumlah anak penghuni lapas dan bukan tidak mungkin akan menyelamatkan anak anak yang berhadapan dengan hukum dari masa depan suram yang diakibatkan pengalaman hidup di balik terali besi dan trauma dari proses hukum yang berjalan. Produk Hukum Ketentuan perundang-undangan/Produk Hukum yang mengatur tentang Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) :

  1. Undang Undang Dasar Tahun 1945, Pasal 28 B ayat (2) dan Pasal 28 H ayat (2)
  2. Undang Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak
  3. Undang Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Kemasyarakatan
  4. Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
  5. Undang Undang No. 5 Tahun 1998 tentang Ratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan/Hukuman Yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan (Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment).
  6. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
  7. Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
  8. Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
  9. Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Kebijakan penegak hukum dalam penerapan Retorative Justice (keadilan restoratif) diantaranya:

  • Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 6 Tahun 1959, menyebutkan bahwa persidangan anak harus dilakukan secara tertutup.
  • Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 6 Tahun 1987, tanggal 16 November 1987 tentang Tata Tertib Sidang Anak.
  • Surat Edaran Jaksa Agung RI SE-002/j.a/4/1989 tentang Penuntutan terhadap Anak
  • Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum B-532/E/11/1995, 9 Nov 1995 tentang Petunjuk Teknis Penuntutan Terhadap Anak
  • MOU 20/PRS-2/KEP/2005 DitBinRehSos Depsos RI dan DitPas DepKumHAM RI tentang pembinaan luar lembaga bagi anak yang berhadapan dengan hukum
  • Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung RI MA/Kumdil/31/I/K/2005 tentang kewajiban setiap PN mengadakan ruang sidang khusus & ruang tunggu khusus untuk anak yang akan disidangkan
  • Himbauan Ketua MARI untuk menghindari penahanan pada anak dan mengutamakan putusan tindakan daripada penjara, 16 Juli 2007
  • Peraturan KAPOLRI 10/2007, 6 Juli 2007 tentang Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) dan 3/2008 tentang pembentukan RPK dan tata cara pemeriksaan saksi &/korban TP
  • TR/1124/XI/2006 dari Kabareskrim POLRI, 16 Nov 2006 dan TR/395/VI/2008 9 Juni 2008, tentang pelaksaan diversi dan restorative justicedalam penanganan kasus anak pelaku dan pemenuhan kepentingan terbaik anak dalam kasus anak baik sebagai pelaku, korban atau saksi
  • Kesepakatan Bersama antara DEPARTEMEN SOSIAL RI Nomor : 12/PRS-2/KPTS/2009, DEPARTEMEN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI Nomor : M.HH.04.HM.03.02 Th 2009, DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL RI Nomor 11/XII/KB/2009, DEPARTEMEN AGAMA RI Nomor : 06/XII/2009, DAN KEPOLISIAN NEGARA RI Nomor : B/43/ XII/2009 tentang Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Anak Yang Berhadapan dengan Hukum , tanggal 15 Desember 2009
  • Surat Keputusan Bersama Ketua MAHKAMAH AGUNG RI, JAKSA AGUNG RI, KEPALA KEPOLISIAN NEGARA RI, MENTERI HUKUM DAN HAM RI, MENTERI SOSIAL RI, MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK RI, NO.166/KMA/SKB/XII/2009, NO.148 A/A/JA/12/2009, NO. B/45/XII/2009, NO.M.HH-08 HM.03.02 TAHUN 2009,NO. 10/PRS-2/KPTS/2009, NO. 02/Men.PP dan PA/XII/2009 tanggal 22Desember 2009 tentang PENANGANAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM.

Catatan : tulisan ini dikutip dari berbagai sumber

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun