Mohon tunggu...
Reza Imansyah
Reza Imansyah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Teknik Sipil Universitas Indonesia

Seorang mahasiswa teknik sipil yang sangat menyayangi ilmunya. Suka menguak sisi lain Indonesia, khususnya dalam sosial, budaya, dan politiknya. Menulis menjadi bagian dari hidup. Dan akan terus hidup walau saya mati. Saya yakin.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sebuah Refleksi: Ketika Pendidikan Politik Disepelekan

25 Agustus 2019   20:48 Diperbarui: 26 Agustus 2019   12:18 2437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam kurang lebih tiga tahun terakhir, sudah disadari bahwa pemilih pemula dalam Pemilu menjadi kelompok yang suaranya diperhatikan oleh partai politik dan para calon kandidatnya. Pesta demokrasi 2019 mempertunjukan hal tersebut. Sayangnya, hal ini tidak disertai dengan kemajuan pendidikan politik yang semestinya sesuai dengan keadaan sekarang.

Perhatian peserta Pemilu terhadap kelompok pemilih pemula dapat dikaitkan dengan perkembangan kemajuan teknologi informasi di masyarakat, khususnya pada kelompok pemilih pemula sendiri. Kampanye melalui sosial media dan laman jaringan internet yang sering dikunjungi oleh kelompok ini dapat meningkatkan elektabilitas peserta Pemilu. Hal ini didukung dengan sedikitnya pengalaman politik yang dialami oleh umumnya pemilih pemula.

Hadirnya kampanye secara tidak langsung seringkali dimanfaatkan oleh oknum untuk menyebarkan berita bohong dan kebencian dalam rangka memenangkan peserta Pemilu yang menjadi pilihannya. Munculnya akun-akun "bodong" di Instagram yang sering muncul pada bagian explore dan komentar adalah contoh cara oknum dalam memanfaatkan teknologi informasi dengan tidak bertanggung jawab. 

Kondisi ini mempengaruhi pemilih pemula dalam menentukan peserta Pemilu pilihannya. Alhasil, bisa saja hal ini menjadi bekal yang buruk bagi pemilih pemula dalam menentukan pilihannya di Pemilu terdekat dan kedepannya, yaitu menentukan pilihan hanya berdasarkan pertimbangan kampanye tidak langsung tanpa melihat sumber yang jelas dan terpercaya.

Pendidikan Politik Secara Praktik

Menurut saya, dalam mewujudkan pemilih pemula yang mampu menentukan pilihannya dengan baik (dengan memperhatikan visi, misi, dan riwayat peserta Pemilu), diperlukan pendidikan politik pada kurikulum. Memperhatikan Kurikulum 2006 dan 2013, pendidikan politik yang disajikan pada tingkat Sekolah Menengah Atas hanya memberikan pengertian politik secara teori, seperti budaya politik, sistem poltik, dan sejarah politik. 

Saya merasa sudah semestinya pendidikan politik juga disertakan secara praktik seperti halnya pelajaran-pelajaran eksakta di laboratorium. Praktik pendidikan politik dapat dilangsungkan dengan memberikan artikel bertema politik terkini di Indonesia dan memancing siswa untuk memberikan tanggapan, kritik, dan solusi atas artikel tersebut.

Pendidikan politik juga dapat dilakukan dengan cara berkegiatan, seperti yang dilakukan oleh SMA Kanisius dan SMA Al Izhar pada tahun 2017 lalu. Kedua sekolah tersebut mengadakan gerakan "Ragamuda" yang bermula dari keprihatinan kondisi politik dan masyarakat DKI Jakarta ketika Pilkada DKI Jakarta 2017. Sekolah sebagai institusi pendidikan sudah sepatutnya memberikan arahan yang tepat kepada siswanya sebagai pemilih pemula untuk mengetahui cara berpolitik sekaligus menyuarakan aspirasi dengan tepat, bahkan elegan.

Keberadaan Keluarga

Sebelum teknologi informasi menarik perhatian pemilih pemula, kelompok ini umumnya mengikuti pilihan politik keluarganya. Bahkan, sampai saat ini peran keluarga masih cukup berperan dalam pandangan politik pemilih pemula. Peran keluarga sangat penting dalam membentuk kepribadian seseorang, termasuk di dalamnya menentukan pilihan politik yang tepat. 

Keluarga sudah semestinya memberi contoh dan pengetahuan umum kepada anak sebagai pemilih pemula bagaimana menentukan pilihan politik dan menyatakan sikap politik yang benar. Apabila keluarga memilih peserta Pemilu dengan memperhatikan visi, misi, dan riwayat peserta Pemilu, maka sang anak akan mengikuti cara tersebut. Begitupula sebaliknya.

Beberapa waktu lalu kita pernah mendengar berita sepasang suami istri bercerai karena berbeda padangan politik. Situasi seperti ini sangat berpengaruh kepada anak dalam belajar berpolitik. Anak dapat memiliki pandangan bahwa apabila terdapat seseorang yang berbeda pandangan politiknya, maka boleh dipandang buruk semua kepribadiannya. Dengan posisi anak sebagai pemilih pemula, hal ini sangat berbahaya untuk sekarang dan masa mendatang.

Contoh dari Peserta Pemilu

Di luar kehadiran oknum dalam memanfaatkan kurangnya pengalaman politik pemilih pemula dalam rangka menggerakan suara untuk meningkatkan elektabilitas peserta Pemilu tertentu, sudah semestinya peserta Pemilu sendiri mampu memberi contoh yang benar dan memberikan pendidikan politik kepada para pemilih pemula. Pendidikan politik dapat diberikan oleh peserta Pemilu melalui ajakan untuk mempunyai pandangan politik dengan memperhatikan perihal visi, misi, riwayat peserta dan memberikan contoh berpolitik yang tertib dan elegan.

Apabila peserta Pemilu sebagai figur publik masih berpolitik dengan cara yang "kampungan", maka pendidikan politik yang sesuai tidak akan tersampaikan secara maksimal kepada pemilih pemula. 

Sarana sosial media yang semakin sering digunakan peserta ada baiknya menggunakan bahasa yang santun dan mengajak masyarakat untuk saling menghormati meskipun berbeda pandangan politik. Saya kira hal ini dapat menjadi panutan bagi pemilih pemula.

 "Kepolosan" pemilih pemula jangan sampai dimanfaatkan hanya untuk peningkatan elektabilitas peserta Pemilu, justru "kepolosan" tersebut yang menjadi sarana para peserta Pemilu untuk bekerjasama memberikan pendidikan politik yang ideal sesuai Pancasila.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun