Mohon tunggu...
Reyvan Maulid
Reyvan Maulid Mohon Tunggu... Freelancer - Writing is my passion
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penyuka Seblak dan Baso Aci. Catch me on insta @reyvanmaulid

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Waspadai Acne Shaming, Ketakutan Terbesar Acne Fighter

1 November 2021   10:33 Diperbarui: 1 November 2021   10:36 608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Acne Fighter Mendapatkan Perlakuan Acne Shaming. Photo by Facetofeet

Tidak heran jika perlakuan yang ditujukan kepada acne fighter dalam bentuk acne shaming juga menjadi indikasi seseorang mengalami depresi bahkan hingga berniat ingin mengakhiri hidupnya hanya karena sepatah kata yang terucap dibibirnya karena cacian itu. 

Sungguh miris rasanya ya Tuhan hanya karena masalah secuil jerawat bisa jadi besar bagi mental seseorang.

Hasil Survei Soal Acne Shaming
Kenyataan pahit yang dihadapi oleh acne fighter diperparah dengan adanya perlakuan yang tidak menyenangkan dalam bentuk acne shaming. Sebuah riset yang dilakukan oleh Himalaya, salah satu brand skincare ternama melakukan jajak pendapat kepada 1000 perempuan sebagai pejuang jerawat atau acne fighter. 

Hasilnya mengejutkan, sebanyak 77 persen perempuan pernah mengalami acne shaming dalam bentuk perlakuan yang berbeda-beda. 58 persen pejuang jerawat menyatakan bahwa mereka pernah mendapatkan komentar yang menyinggung pribadinya secara langsung seperti diejek didepan muka mereka. 

Selanjutnya 38 persen acne fighter mendapatkan perlakuan secara nonverbal dalam bentuk ekspresi wajah yang menunjukkan rasa jijik, tatapan mata sinis, dan diwakili oleh gestur. Yang lebih mengejutkan lagi sebanyak 20 persen pejuang acne fighter menjadi bahan pembicaraan orang karena permasalahan jerawat.

Faktor-faktor yang menjadikan acne shaming merebak ternyata pelakunya adalah orang terdekat dengan persentase terbesar. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Himalaya, salah satu pelaku yang paling dominan dalam melontarkan bentuk acne shaming adalah dari temannya sendiri sebesar 52 persen. 

Jelas banget sih, memang kita tidak bisa menapikkan bahwa teman itu ada yang membawa impact positif ada yang menjerumuskan ke arah toxic friends. Berdasarkan pengalaman pribadi, teman adalah orang yang paling berpengaruh dan selalu melontarkan kata-kata yang tidak pantas soal jerawat.

Dia mengincar teman sebayanya untuk mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan apalagi soal permasalahan jerawat apalagi terhadap temannya sendiri. Bukannya untung punya temen malah jadi toxic. Bukannya didukung eh malah jadi tersinggung. Selain itu 23,3 persen acne shaming dilayangkan langsung dari orang tua dan 23,8 persen mereka dapatkan dari saudara dan keluarga.

Survei ZAP Beauty Index 2020 juga menyebutkan bahwa 42,6 persen acne fighter dari kalangan gen Z menjadi korban dari acne shaming, diikuti oleh kaum millenial sebesar 35,8 persen. 

Menurut Head of Medical and Training ZAP Clinic dr. Dara Ayuningtyas menyatakan alasan Gen Z menjadi korban acne shaming dikarenakan jerawat adalah masalah utama yang dihadapi remaja. 

Beliau mengatakan bahwa pada masa pubertas produksi hormon androgen yang tinggi dapat memicu produksi kelenjar minyak berlebih. Minyak-minyak ini dapat menutup pori-pori kulit wajah dan berpotensi menimbulkan jerawat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun