Mohon tunggu...
Reynal Prasetya
Reynal Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Broadcaster yang hobi menulis.

Penyuka Psikologi, Sains, Politik dan Filsafat yang tiba - tiba banting stir jadi penulis Fiksi. Baca cerita terbaru saya disini : https://www.wattpad.com/user/Reypras09

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lord Haris Lebih Bermartabat daripada Kreator "Ngemis" di TikTok

22 Januari 2023   17:10 Diperbarui: 22 Januari 2023   17:12 3240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar dari video.kompas.com

Beberapa orang memang terlahir beruntung ke dunia ini. Ada yang yang beruntung terlahir dengan kondisi fisik yang rupawan juga dari keluarga yang berkecukupan, ada pula yang terlahir dengan kondisi yang tidak cukup beruntung untuk menjalani kehidupan.

Tapi takdir tetap harus dijalani. Ada yang kemudian berdamai dengan kondisi dan memilih melanjutkan hidup serta berusaha untuk memperbaiki nasib dengan potensi yang dimiliki, ada pula yang kemudian menyesali, mengeluh dan ingin dikasihani sehingga selalu berpangku tangan pada orang lain.

Orang yang memilih berdamai dengan kondisi hidupnya tentu tak kan mudah menyerah dan selalu berupaya untuk memperbaiki keadaan terlepas dari kekurangan yang dimiliki, sebaliknya mereka yang seringkali menyesali kondisi akan terus mencari berbagai alasan tentang bagaimana sulitnya hidup, sehingga tidak bisa melihat peluang yang ada.

Kebiasaan tersebut apabila dilakukan sesering mungkin tentu lambat laun akan menjadi sebuah karakter yang menempel dalam diri. Secara tidak langsung kebiasaan itu akan membentuk mental tentang bagaimana cara merespon keadaan.

Ketika menemui kesulitan orang yang sering mengeluh tentu akan lebih nyaman menghadapi keadaan dengan terus mengeluh, ia tidak bisa keluar dari kebiasaan itu karena itu sudah terlampau sering dilakukan sehingga sudah terlanjur nyaman.

Beda dengan orang yang terbiasa berdamai dan terus berupaya memperbaiki kondisi hidup terlepas dari kekurangan yang dimiliki. Orang yang demikian ini tentu jauh lebih bermartabat, meski terlihat dari kondisinya ia layak dikasihani, tapi biasanya orang seperti ini akan memilih untuk berusaha sendiri dengan mengandalkan segenap kemampuan potensi yang ada dalam dirinya.

Disetiap kekurangan pasti ada kelebihan, tugas manusia memang mencari dan menggali potensi yang kemudian bisa dijadikan sebagai jalan penghidupan, bukan malah menyesali lalu terus mengeluh dan berpangku tangan pada orang lain. Mental seperti ini yang menjadikan seseorang menjadi peminta-minta atau pengemis dan selalu ingin dikasihani oleh orang lain.

Maraknya aksi ngemis online di Tiktok misalnya, ini menunjukan bahwa orang-orang yang kerap melakukan aksi tersebut memilih untuk tinggal di zona nyaman sebagai pihak yang selalu ingin dikasihani. Orang-orang ini lebih senang diberi daripada memberi. Mindset dan mental yang seperti ini yang telah menghantarkan mereka menjadi seorang pengemis.

Tangkapan layar dari video.kompas.com
Tangkapan layar dari video.kompas.com
Bahkan ketika ada seorang pengusaha menawari pekerjaan kepada yang bersangkutan dan sebagai syaratnya harus menghentikan aksi ngemisnya itu, si kreator justru malah meminta uang senilai 200 Juta. Jhon LBF sosok pengusaha yang menawari peluang kepada salahsatu kreator pengemis online itu pun sontak saja kecewa.

Berbeda dengan kreator bernama Lord Haris yang kini juga tengah viral. Meski ia memiliki kekurangan dan keterbatasan fisik, itu tidak menghalanginya untuk berkarya dan menghibur para warganet dengan suara khasnya.

Kalau dilihat dari fisiknya, Lord Haris ini adalah sosok pria yang jauh dari kata sempurna, bentuk tubuh dan wajahnya yang lucu dan mengundang tawa itu sama sekali bukan bentukan ideal untuk seorang penyanyi. Akan tetapi Lord Haris bisa menjadi "bintang" baru di jagat medsos dan mendapat sambutan hangat dari para warganet atas kemampuan bernyanyinya itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun