Mohon tunggu...
Reynal Prasetya
Reynal Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Broadcaster yang hobi menulis.

Penyuka Psikologi, Sains, Politik dan Filsafat yang tiba - tiba banting stir jadi penulis Fiksi. Baca cerita terbaru saya disini : https://www.wattpad.com/user/Reypras09

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Menjalani Hidup dengan Filosofi Beladiri

22 September 2022   00:51 Diperbarui: 19 Desember 2022   18:20 1811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bela diri (Sumber: Kompas.com)

Malam ini saya baru saja pulang dari tempat latihan. Ya, karena kurang lebih 2 bulan ini saya sudah mulai belajar dan bergabung di salah satu perguruan silat terbesar di Indonesia yaitu Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT).

Awalnya saya tertarik dan sempat mau latihan bela diri karate dan saya sangat tertarik dengan aliran Shotokan, akan tetapi ketika saya mulai mengenal aliran silat asli Madiun Jawa Timur ini entah kenapa dari yang awalnya penasaran dengan karate berubah menjadi penasaran dan ingin berlatih Silat Setia Hati Terate.

Karena SH Terate ini dalam pengamatan saya adalah aliran Silat yang memang cukup keras, karena fisik kita dituntut untuk selalu kuat, prima, di gembleng luarbiasa hingga keringat bercucuran deras pada saat setiap latihan.

Pikir saya, inilah bela diri sejati. Kita butuh kekuatan dan keandalan ilmu bela diri yang memang bisa digunakan dalam situasi nyata atau real life manakala sedang terdesak, kepepet atau ada ancaman, oleh karena itulah saya akhirnya memutuskan untuk serius berlatih aliran silat yang disebarkan oleh Ki Ngabehi Surodiwiryo ini.

Bruce Lee (Sumber: Shutterstock/Anton Ivanov via Kompas.com)
Bruce Lee (Sumber: Shutterstock/Anton Ivanov via Kompas.com)
Namun seiring berjalannya waktu dan banyaknya berlatih ternyata saya mulai menyadari bahwa dalam bela diri bukan hanya "kekerasan", kekuatan (strenght) atau power yang diperlukan, namun juga kita memerlukan "kelenturan" dan fleksibilitas untuk mendapatkan teknik yang sempurna.

Akhirnya saya juga menyadari bahwa ternyata, tubuh saya ini masih sangat kaku, keras belum lentur, belum fleksibel sehingga ada beberapa teknik silat yang akhirnya belum sempurna.

Misalnya pada saat roll depan (berguling ke depan), jika tubuh yang meliputi leher, punggung, pinggang, kaki dan semuanya lentur maka gerakan akan terasa lebih mudah. 

Beda halnya ketika bagian-bagian tubuh tersebut masih kaku dan keras pada saat berguling yang saya rasakan pundak, punggung dan pinggang ini terasa sakit karena teknik bergulingnya yang tidak sempurna.

Untuk menghasilkan tendangan yang atas pun kaki kita perlu lentur sehingga pada saat menendang kita bisa menyasar kepala bukan hanya dada atau pun perut, bahkan dalam Karate atau pun taekwondo para siswanya diwajibkan untuk bisa split tengah untuk mendapatkan tendangan atas yang sempurna.

Contoh split tengah (Sumber: www.giantma.com.au)
Contoh split tengah (Sumber: www.giantma.com.au)

Begitupun dalam silat, para pelatih saya mengharuskan siswanya minimal mampu split tengah agar kita bisa menendang lebih atas dengan sempurna.

Dari situ saya mulai menyadari bahwa bela diri adalah kombinasi antara "keras" dan "lentur". Dan saya yakin ini tidak hanya berlaku dalam bela diri silat, namun juga di bela diri yang lain seperti, karakte, kungfu, taekwondo dll. Meski ada bela diri yang memang lebih mengandalkan "soft power" dan "kelenturan" dalam hal defense.

Akhirnya banyak sekali pelajaran yang saya dapat ketika saya mulai berlatih bela diri. Menurut saya bela diri bukan hanya tentang mengajarkan bagaimana caranya berkelahi atau bertahan melindungi diri, tapi menurut saya lebih dari itu.

Salah satu pelajaran yang saya dapat ketika belajar bela diri adalah melatih mental ini menjadi lebih kuat, apakah kita bisa sabar dan persisten dalam berlatih dan menguasai seluruh materi yang ada? Apakah kita adalah orang yang tahan banting atau mudah menyerah ketika ada materi atau teknik yang cukup sulit untuk dipelajari?

Saya pertama berlatih silat sekitar tahun 2017 (Sumber: dokumen pribadi)
Saya pertama berlatih silat sekitar tahun 2017 (Sumber: dokumen pribadi)
Dari situlah terlihat bagaimana kualitas diri kita. Apakah kita akan selalu sabar, telaten, tekun dalam menjalani prosesnya sampai menguasai materinya atau malah pada akhirnya menyerah?

Berkat berlatih bela diri pula akhirnya saya punya sebuah kesimpulan bahwa, kalau dalam bela diri saja kita butuh fleksibilitas dan kelenturan agar tidak sakit dan bisa menghasilkan teknik yang sempurna, apalagi dalam hidup kita juga perlu yang namanya fleksibilitas.

Bayangkan kalau kita kaku dalam menjalani hidup apa yang akan terjadi? Sudah pasti rasanya sakit seperti halnya pada saat saya berguling ke depan. Kalau tidak hati-hati mungkin bisa berujung cidera.

Apalagi dalam hidup, misalnya terlalu kaku pikirannya, sulit menerima hal baru, kurang open minded, terlalu kaku dan terpaku pada rencana, tidak punya banyak plan dan fleksibel, maka jelas ujung-ujungnya pasti akan sakit.

Lebih sakit rasanya daripada punggung saya yang jatuh ketanah karena tubuh ini kurang lentur dalam melakukannya. Karena realita itu tentu jauh, jauh, jauh, jauh lebih pahit apabila sejak awal kita terlalu kaku dalam menjalani hidup.

Maka dari itu, mulailah untuk belajar lebih fleksibel agar realita hidup kita tidak babak belur dan sakit lalu kemudian akhirnya kecewa dan sulit menerima apa yang telah terjadi. Itulah beberapa pelajaran yang saya dapat dari bela diri.

Tulisannya sampai di sini saja ya, karena perut saya sudah mulai lapar dan tidak bisa lagi konsentrasi. Dadah semuaaaaaaa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun