Saya memang tidak terlalu berprestasi dibidang akademis, namun bagaimana cara mencerna pelajaran, mengingat dan menghafal adalah kemampuan unggulan yang saya miliki.Â
Kemungkinan besar, hal itu merupakan pengaruh gen yang diwariskan dari ibu saya. Karena beliau pernah bercerita bahwa, semasa sekolah dulu, beliau adalah siswi yang cukup berprestasi. Karena sering menjadi juara kelas.
Saya dan ibu tidak jauh berbeda. Seperti halnya lagu Dewa 19, kami ini adalah "Satu". Seperti potongan liriknya berikut ini:
Aku ini adalah dirimu
Cinta ini adalah cintamu
Aku ini adalah dirimu
Jiwa ini adalah jiwamu ...
Sehingga kalimat manis yang paling tepat untuk menggambarkan diri ini adalah, "Aku Adalah Ibuku dalam Versi yang Berbeda."Â
Kami hanya berbeda soal bagaimana cara kami mengisi energi. Ibu saya adalah people person. Beliau lebih senang mengisi energi dengan cara berinteraksi dengan orang lain.Â
Ngobrol dan kumpul-kumpul adalah kegiatan yang paling disukai oleh ibu. Beliau adalah orang yang paling senang bila diajak berinteraksi, apalagi jika diduetkan dengan nenek, percakapan pasti akan terjadi lebih dahsyat dan menghabiskan waktu yang tidak sebentar.
Sementara cara saya mengisi energi adalah dengan cara me time. Meluangkan waktu sendiri. Baca buku, mendengarkan musik, atau menonton film. Meluangkan waktu untuk mengeksplorasi diri adalah kegiatan yang paling saya senangi.
Istilah psikologinya, ibu saya merupakan sosok extrovert. Sedangkan saya merupakan sosok introvert. Tapi meskipun kami berkebalikan dan berbeda soal bagaimana cara mengisi energi, kami mempunyai satu kesamaan: Tidak mau kalah.
Saya mewarisi sisi koleris dari ibu saya, sehingga ketika dalam posisi benar, kami cenderung "keras kepala" dan tidak mau mengalah.Â
Hidup kami ditopang oleh moralitas: "Selama kita benar, jangan pernah takut. Kecuali kalau kita salah, baru mengalah." Itulah karakteristik yang ada pada kami berdua.